Universitas Airlangga Official Website

Perubahan Paradigma: Industri Perfilman Indonesia, Resesi 2023 dan Pemilu 2024

Sumber: Pinterest

Masuknya Covid-19 ke Indonesia membuat berbagai lini dipaksa hibernasi bahkan ada yang mati suri. Industri perfilman contohnya. Berbagai pembatasan kegiatan masyarakat membuat industri ini kesulitan bergerak bebas. Akibatnya proses produksi dan distribusi film menjadi terhambat. Melihat situasi yang sulit, para sineas tidak kehilangan akal. Mau bagaimanapun roda industri tetap harus berputar dan para pegiat film juga harus tetap makan. Oleh sebab itu, para sineas mulai beralih ke media digital, contohnya seperti Bioskop Online, Genflix, KlikFilm, Maxstream, Netflix, Prime Video, Vidio, dan lain sebagainya. Sebenarnya masuknya film-film Indonesia ke media digital sudah dimulai jauh sebelum pandemi terjadi. Namun dengan adanya situasi khusus, distribusi melalui platform streaming menjadi makin galak dari sebelumnya. Sehingga, distribusi tidak lagi bergantung dengan bioskop ataupun festival-festival film yang digelar secara offline. Kini berbagai pilihan film telah tersedia di dalam genggaman tangan. 

Akhir tahun 2022 lalu santer terdengar bahwa tahun 2023 akan terjadi resesi dan menjadi tahun yang berat bagi perekonomian dunia. Namun isu tersebut tidak banyak memberikan pengaruh pada industri perfilman Indonesia. Peralihan distribusi film ke platform digital, secara tidak langsung membentengi industri perfilman dari ancaman resesi. Justru perfilman Indonesia semakin semangat untuk memperbanyak variasi “barang dagangan”, baik film layar lebar, film pendek, maupun film anak. Potensi serta kekayaan sumber daya alam dan manusia yang dipunyai oleh Indonesia, memberikan peluang besar bagi industri film untuk terus berkembang ditengah isu resesi.

Jalan industri ini di media digital semakin terbuka lebar dengan adanya perubahan pola hidup masyarakat pasca pandemi yang serba online. Ditambah lagi potensi pasar yaitu masyarakat Indonesia yang berjumlah hampir 280 juta jiwa yang lebih banyak didominasi oleh generasi muda memiliki karakter fomo yang kuat dan menjadi konsumen utama dari para pembuat film. Ketika ada film yang baru rilis, entah itu di bioskop maupun di platform streaming, mereka berlomba-lomba jadi yang terdepan. Jangan sampai ketinggalan nonton ini dan itu. Bahkan mungkin mereka sudah ada daftar film yang sekiranya akan rilis di tahun ini. Anehnya karakter fomo ini ternyata juga menular ke emak-emak. Obrolan emak-emak sekarang tidak lagi seputar harga sembako, tapi episode terbaru yang update tiap minggu di platform ini dan itu. Tentu saja hal ini menjadi lampu hijau bagi industri perfilman untuk semakin giat memproduksi film. 

Para pengiat politik melihat bahwa industri perfilman menjadi sebuah potensi yang dapat berperan terhadap Pemilu 2024. Masyarakat terutama anak muda menjadi sasaran empuk untuk disuguhi tentang kesadaran berpolitik dan demokrasi. Mengingat isu politik yang kurang tepat banyak bersliweran disegala platform sosial media dan mengingat tingginya minat masyarakat terhadap film, maka KPU pun mempadukan dua hal tersebut dan ngide untuk menjadikan film sebagai media sosialisasi pemilu tahun 2024. Dibuat dengan tampilan kreatif dan menarik, barangkali dengan film yang di rilis KPU, generasi muda tergerak hatinya untuk ikut nyoblos di tahun 2024 nanti, melek isu politik dan turut terjun untuk iku pesta demokrasi. Terlepas dari itu semua, apakah tahun politik 2024 berdampak besar bagi perfilman Indonesia? Rasa-rasanya tidak. Asal tidak tiba-tiba ada pembatasan berkarya saja atau mungkin calon A atau calon B mau menjanjikan dukungan besar untuk kemajuan industri perfilman. Pelatihan ini itu, pendanaan sana-sini. Saat ini paling mentok ada satu dua pesanan untuk bahan kampanye. Apakah berdampak untuk kemajuan perfilman? Silakan pembaca menjawab sendiri. 

Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa industri perfilman secara signifikan mengalami perubahan sejak dinyatakan bahwa virus Covid-19 telah masuk di Indonesia. Adanya aturan pembatasan memaksa industri ini untuk beralih ke platform digital sebagai upaya pertahanan di tengah situasi sulit. Belum sepenuhnya recover dari Covid-19, muncul prediksi bahwa 2023 akan menjadi tahun resesi sehingga membuat para pengiat industri film mengalihkan pendistribusian film ke platform digital sebagai benteng pertahanan menghadapi ancaman resesi. Perubahan pola hidup masyarakat pasca pandemi yang cenderung serba online membuka lebar jalan bagi industri perfilman di media digital. Adanya populasi Indonesia yang banyak didominasi oleh anak muda dengan ciri fear of missing out yang kuat, membuat industri perfilman semakin giat memproduksi film untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Selain itu, industri perfilman juga menjadi potensi yang dapat berperan dalam Pemilu 2024, terutama dalam menjangkau dan mempengaruhi pemilih muda. Dengan keterlibaan anak muda dalam media digital, film-film yang berkaitan dengan isu politik dan sosial dapat menjadi sarana efektif untuk meningkatkan kesadaran politik di kalangan generasi muda. Dengan demikian, meskipun dihadapkan dengan berbagai tantangan, industri perfilman Indonesia tetap memiliki potensi untuk terus berkembang ditengah perubahan ekonomi dan pola perilaku masyarakat.

Penulis: Wingga Walenta (Mahasiswa PSDM Industri Kreatif Universitas Airlangga)