Universitas Airlangga Official Website

pH dan Skor Ferning Mukus Serviks Berhubungan dengan Kebuntingan dan Jenis Kelamin Pedet Sapi Persilangan Friesian Holstein

Skor Ferning Mukus Serviks Berhubungan dengan Kebuntingan dan Jenis Kelamin Pedet Sapi Persilangan Friesian Holstein. (Foto: Dok. Penulis)

Rendahnya produktivitas sapi perah dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan peternak tentang cara pengelolaan reproduksi ternaknya. Produktivitas sapi dapat ditingkatkan apabila siklus birahi teramati dan tercatat dengan baik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara mendeteksi tanda-tanda  birahi dengan tepat. Pemeriksaan lendir serviks merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi birahi, khususnya pada saat puncak birahi. Tampilan pola pakis (ferning) yang muncul pada lendir serviks dapat dijadikan indikator tingkat birahi ternak. Ferning merupakan gambaran seperti cabang-cabang berupa pakis yang terbentuk dari proses pengkristalan NaCl yang terdapat dalam lendir serviks yang telah dikeringkan. Pola pakis pada lendir serviks dapat memberikan gambaran yang berbeda-beda sesuai dengan periode siklus birahi.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2020 hingga Januari 2021 di Koperasi Unit Desa Dadi Jaya, Purwodadi, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Purwodadi terletak pada 6°59’21.98″ LS dan 112°33’23.56″ BT pada ketinggian 500-1000 meter di atas permukaan laut. Suhu berkisar 17-23°C, kelembaban 70-95%. Curah hujan tahunan berkisar antara 1.000-1.700 mm per tahun, dengan jumlah hari hujan berkisar antara 70-120 hari per tahun.  Sepuluh sapi persilangan Friesian Holstein (FH) yang terdeteksi berahi dan akan segera diinseminasi buatan, digunakan untuk penelitian ini. Pengambilan sampel lendir serviks menggunakan Metricheck 3-5 jam setelah munculnya tanda-tanda birahi. pH diukur menggunakan pH meter digital. Konsistensi lendir serviks dinilai menggunakan kategori kental, sedang, dan encer. Pembuatan preparat untuk memeriksa ferning dilakukan dengan menghomogenkan sampel lendir serviks, diteteskan pada gelas objek, diratakan dan dikeringkan di udara. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop cahaya  pada perbesaran 100 dan 400x. Skoring lendir serviks berdasarkan referensi World Health Organization, yaitu kompleksitas bentukan mirip pakis dan kerapatan tutupan pakis. Kriteria penilaian meliputi: tidak ada kristalisasi, ferning atipikal, ferning batang primer, sekunder, tersier dan kuartener (skor 0-3). Inseminator menginseminasi sapi yang telah diambil sampel lendir serviksnya. Diagnosis kebuntingan dilakukan dua bulan setelah inseminasi, dan jenis kelamin pedet dicatat pada saat kelahiran.

Pengukuran pH menunjukkan kisaran 6,8-8,2. Semua sampel lendir serviks jernih dan transparan dengan 80% konsistensi sedang sedangkan sisanya dengan konsistensi encer. Tampilan ferning pada lendir serviks berbeda berdasarkan pH. Sampel yang memiliki pH 8.0 terdapat pembentukan batang pakis primer, sekunder, dan tersier serta ferning  tersebar merata hampir menutupi 75 % bidang pandang mikroskop. Tampilan ferning yang berbeda-beda akan muncul sesuai dengan siklus atau periode birahinya. Semakin mendekati ovulasi maka gambaran ferning menjadi lebih jelas karena meningkatnya konsentrasi hormon estrogen. Kristalisasi NaCl sangat bergantung dengan konsentrasi hormon estrogen. Tingginya kadar estrogen pada saat estrus menyebabkan vasodilatasi pada vagina, terjadi peningkatan jumlah dan volume ion-ion yang disekresikan oleh serviks sehingga gambaran ferning dapat terlihat. Pola-pola kristalisasi yang terbentuk ketika lendir serviks dikeringkan memiliki peran untuk prediksi atau deteksi estrus.

Tiga sampel (30%) dengan skor ferning 3 dipastikan bunting, yaitu lendir serviks dengan pH 6,8 (cenderung asam) melahirkan pedet betina, dan pH 7,7 dan pH 8 (cenderung basa) menghasilkan pedet jantan. Sapi dengan skor ferning 2 dan 1 masing-masing 50% dan 20% dan dipastikan tidak bunting. Kesimpulan penelitian ini adalah pH lendir serviks tidak mempengaruhi karakteristik ferning, skor ferning, dan kebuntingan sapi. Skor ferning yang lebih tinggi cenderung mengakibatkan sapi bunting; pH basa cenderung menghasilkan pedet jantan dan sebaliknya. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak terkait penerapan paku-pakuan sebagai indikator estrus untuk mendapatkan angka kebuntingan yang lebih tinggi.

Penulis: Muhammad Billy Ferdiansyah

Artikel ilmiah hasil penelitian ini sudah terbit pada OVOZOA : Journal of Animal Reproduction (https://e-journal.unair.ac.id/OVZ/index) suatu jurnal ber-Bahasa Inggris yang diterbitkan atas kerjasama antara Universitas Airlangga (http://210.57.208.200/) dengan Asosiasi Departemen Reproduksi Veteriner Indonesia (ADERVI) dan Asosiasi Reproduksi Hewan Indonesia (ARHI). Artikel dapat di akses melalui tautan: https://e-journal.unair.ac.id/OVZ/article/view/34075

Disarikan dari artikel:

Ferdiansyah MB, Hamid IS, Hermadi HA, Samik A, Hernawati T. 2021. pH and ferning score of cervical mucus related to gestationand calfgender of Holstein Friesian crossbreed cows. Ovozoa 11: 22-26.