Universitas Airlangga Official Website

Perencanaan Keuangan Hindari Perilaku Belanja yang Kompulsif saat Ramadhan

Bulan suci Ramadan menjadi bulan yang ditunggu kehadirannya untuk seluruh umat muslim di dunia. Kemuliaan bulan Ramadan tersirat jelas dalam Q.S Al-Baqorah 185.

“Allah memuji bulan Ramadhan dari bulan-bulan lainnya karena bulan ini dipilih sebagai bulan diturunkannya Al-Qur’an dan amal sholeh yang dilipat gandakan pahalanya pada saat bulan Ramadan”.

Masyarakat juga turut mengubah pola hidupnya menjadi lebih istimewa dari biasanya. Banyak aktifitas ibadah yang meningkatkan kedekatan dengan pencipta. Kewajiban berpuasa, berbagi takjil kepada sesama, sedekah kepada orang yang membutuhkan, memperbanyak baca Al-Qur’an, hingga ibadah malam selama bulan Ramadan.

Namun, nampaknya aktifitas masyarakat mulai bergeser dalam menghidupkan bulan Ramadan. Kebanyakan orang lebih antusias untuk mencoba berbagai hidangan khas bulan puasa. Terkadang ada yang hingga ‘kalap’ dalam membeli berbagai barang. Hal ini terlihat jelas khususnya di Indonesia. Munculnya berbagai bazar jajanan dan kebutuhan fashion lebaran yang hadir di pusat perbelanjaan sampai pedagang pinggir jalan yang hanya berjualan saat lebaran saja.

Seperti yang sudah diketahui, pada bulan Ramadhan masyarakat muslim diwajibkan untuk berpuasa. Puasa dilakukan dengan tidak makan dan minum mulai terbit fajar hingga terbenamnya matahari selama satu bulan. Secara teori, seharusnya masyarakat dapat menghemat pengeluaran selama bulan Ramadan. Sebab terdapat pengurangan kuantitas mengonsumsi makanan, dari yang awalnya tiga kali sehari menjadi dua kali sehari secara efektif pada saat menjelang sahur dan berbuka puasa.

Nyatanya, yang saya temui justru berbanding terbalik dengan teorinya. Kebutuhan masyarakat pada saat bulan Ramadhan justru meningkat akibat perilaku konsumtif dari masyarakat yang keliru dalam mengartikan keistimewaan Ramadan. Hasil survei dari SurveySensum menunjukkan bahwa masyarakat menyiapkan rata-rata Rp6,9 juta untuk belanja Ramadan tahun 2022. Angka ini menjadi angka tertinggi dalam kurun waktu empat tahun terakhir yang mana pada tahun 2019 anggaran belanja masyarakat rata-rata pada bulan Ramadan sebesar Rp6,8 juta, pada 2020 sebesar Rp6,3 juta, dan pada tahun 2021 berada pada angka Rp6,2 juta.

Meningkatnya anggaran belanja masyarakat Indonesia di tahun 2022 pada saat Ramadan, perlu menjadi perhatian terutama mahasiswa sebagai penggerak perubahan kehidupan yang lebih berkualitas bagi masyarakat.

Peningkatan perilaku konsumtif saat bulan Ramadan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut saya, salah satu faktor umum adalah banyaknya pengeluaran diluar rencana dan keinginan berbelanja semakin besar. Hal ini dapat terjadi karena umumnya masyarakat tergoda dengan banyaknya penawaran yang datang saat Ramadan serta juga terdapat faktor sosial yang turut serta memengaruhi seseorang untuk menjadi lebih konsumtif.

Fenomena peningkatan perilaku konsumtif pada saat Ramadan dapat dicontohkan dengan beberapa fenomena yang terjadi dilapangan. Bagi konsumen rumah tangga, perilaku konsumtif biasanya terjadi dalam pembelian kebutuhan pangan yang berbeda dari biasanya. Dimana mereka menyajikan makanan berbuka dan sahur menjadi lebih spesial sebagai bentuk apresiasi karena sudah berpuasa sehari penuh.

Bahkan tidak tanggung-tanggung, ada segelintir masyarakat yang menjadwalkan untuk berbuka puasa di tempat-tempat khusus dengan harga yang relatif tinggi. Hasil survei wawancara dalam penelitian Analisis Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi Masyarakat di Bulan Ramadan tahun 2019, dimana menyebutkan bahwa peningkatan konsumsi meningkat karena kebutuhan pangan yang awalnya makan lauk biasa tapi karena bulan ramadan sahur dan berbuka puasa harus menggunakan lauk seenak mungkin supaya lebih semangat dalam menjalani ibadah puasa Ramadan.

Sedangkan bagi mahasiswa, fenomena meningkatan perilaku konsumtif pada saat Ramadan juga kerap terjadi. Biasanya terjadi tidak hanya karena membeli jajanan, namun juga karena tuntutan sosial dari lingkungan. Agenda buka bersama contohnya. Buka bersama teman kuliah atau bersama teman se-circle seringkali diadakan di cafe atau restoran. Keuangan yang disiapkan tentu memiliki harga relatif tinggi dari pada memasak makanan bersama sebelumnya. Pengeluaran ini belum termasuk membeli pakaian baru atau aksesoris berbusana lainnya.

Lantas apa saja faktor yang memengaruhi peningkatan perilaku konsumtif pada saat bulan Ramadan?

  1. Keinginan untumenjaga kesehatan tubuh agar tetap fit dalam menjalankan ibadah puasa. Hal ini merupakan faktor positif dalam peningkatan perilaku konsumtif masyarakat pada saat bulan Ramadan. Masyarakat berpendapat bahwa kesehatan tubuh pada saat berpuasa perlu dijaga dengan baik agar ibadah puasa berjalan dengan lancar dan kondisi tubuh tetap fit. Biasanya masyarakat membeli makanan yang memiliki kandungan gizi yang mencukupi atau lebih dari yang biasanya dimakan. Selain itu, biasanya masyarakat juga membeli tambahan makanan atau minuman kesehatan seperti sereal, susu, vitamin, atau yang lainnya agar tubuh tetap kuat untuk menjalani ibadah puasa.
  2. Faktor Sosial dan Budaya atau tradisi yang berjalan bertahun-tahun. Hal ini terkadang menjadi faktor yang salah ditangkap oleh masyarakat pada umumnya. Merasa memasuki bulan Ramadan maka masyarakat mengikuti apa yang pada umumnya dilakukan oleh orang lain. Seperti membeli banyak jajanan, membeli berbagai makanan khas saat Ramadan, mencoba semua jajanan musiman yang sebenarnya tidak menjadi kebutuhan utama sehingga menjadi mubazir atau sia-sia. Selain itu, tekanan dari lingkungan untuk menghadiri acara buka bersama yang seharusnya dimanfaatkan untuk media silaturahmi namun seringkali digunakan sebagai ajang flexing di sosial media. Hal ini kerap terjadi di kalangan mahasiswa.
  3. Faktor internal dari diri sendiri. Biasanya hal ini berkaitan dengan pribadi seseorang dalam mengartikan bulan Ramadan yang sebenarnya. Banyak masyarakat yang berlomba-lomba membeli banyak hal yang ‘tidak penting’ pada saat Ramadan. Menurut saya hal tersebut dapat terjadi karena seseorang dapat menganggap bahwa ketika waktu buka puasa tiba, itulah waktu untuk ‘balas dendam’ karena seharian sudah menahan lapar dan haus. Sedangkan sebenarnya bukanlah itu esensi dari puasa Ramadan, melainkan tidak hanya menahan lapar dan haus namun seharusnya masyarakat dapat memanfaatkan momen puasa untuk belajar hidup sederhana, tidak berlebihan dan minum, serta menahan nafsu diri dari segala hal yang bersifat duniawi.
  4. Tawaran diskon besar-besaran saat Ramadhan dan menjelang lebaran. Hal ini merupakan faktor pendorong peningkatan perilaku konsumtif bagi masyarakat. Sebab, masyarakat akan cenderung bersifat ‘kalap’ ketika mendengar kata “diskon”. Padahal, barang yang ditawarkan bukan merupakan kebutuhan utama dan sangat bisa untuk di kesampingkan. Barang-barang yang biasanya ditawarkan dengan diskon besar-besaran saat Ramadan bervariasi mulai dari kebutuhan sehari-hari, makanan/minuman, perabot rumah tangga, hingga barang-barang bernilai tinggi seperti handphone dan motor. Jika diamati, pusat perbelanjaan selalu menawarkan diskon setiap perayaan besar keagamaan dan momen Nasional. Maka dari itu, sebaiknya masyarakat tidak tergiur penawaran diskon saat Ramadan dan memastikan barang yang dibeli sesuai kebutuhan. Sebaiknya, dana yang ada dialokasikan untuk pengeluaran yang lebih bermanfaat seperti bersedekah, zakat, atau dana cadangan untuk kebutuhan yang akan datang.

Bagaimana tips untuk tidak konsumtif selama bulan Ramadan?

  1. Membuat rencana keuangan selama Ramadan. Perencanaan keuangan selama Ramadan penting untuk dibuat. Seseorang dapat menjadi konsumtif atau memiliki keinginan yang kompulsif ketika Ramadan. Maka dari itu, menurut saya penting bagi kita membuat perencanaan keuangan dengan cara mengalokasikan dana sejak jauh-jauh hari terkait kebutuhan pokok selama Ramadan dan mengurangi belanja online.
  2. Mengurangi kebiasaan makan di luar atau delivery order. Menghindari perilaku konsumtif dapat dilakukan dengan mengurangi kebiasaan makan di luar saat buka puasa ataupun untuk hangout bersama teman-teman. Menurut saya perlu komitmen dari diri sendiri berkaitan dengan rencana keuangan yang telah dibuat sebelumnya. Kita tidak seharusnya takut untuk menolak ajakan buka bersama di cafe atau restoran jika tidak sesuai dengan budget khususnya bagi mahasiswa. Selain itu, pesan makanan secara online juga dapat menimbulkan perilaku konsumtif dan pemborosan karena makanan yang dipesan secara online terkadang dibanderol dengan harga cukup mahal. Alternatif untuk hal ini adalah dengan memasak berbagai menu sehat, murah, dan simple di rumah untuk kemudian dapat disantap bersama.
  3. Menghindari pembelian barang yang tidak diperlukan. Ramadan serta menjelang hari raya identik dengan barang-barang baru seperti pakaian, tas, sepatu, ataupun barang lainnya yang sebenarnya bukan suatu keharusan untuk dibeli. Berbagai tradisi tersebut sebenarnya bisa dikurangi atau bahkan dihindari. Alternatif lain adalah bisa mencoba memadukan berbagai pakaian lama agar jadi outfit baru yang lebih keren.
  4. Memahami esensi sesungguhnya dari Ramadan. Tips berikut ini berkaitan dengan faktor yang ada dalam diri sendiri seorang individu. Pemahaman akan esensi yang sebenarnya dari Ramadan. Puasa tidak hanya menahan lapar dan haus. Ramadan hadir sebagai momentum untuk belajar hidup sederhana, memaknai berbagi kebahagiaan dengan kesederhanaan, mengasah kepekaan nurani, menekan nafsu diri, serta meningkatkan iman dan takwa. Bukan menjadi momen untuk ajang ‘balas dendam’ karena telah berpuasa.

Beberapa tips diatas dapat diterapkan bagi masyarakat ataupun mahasiswa agar dapat memaknai hadirnya Ramadan dengan baik. Konsumsi kebutuhan yang terukur saat Ramadan agar keuangan dan kesehatan dapat terkendali dengan baik setelahnya.

Author : Ahmad Danang Sagita