Universitas Airlangga Official Website

Potensi Astaxanthin Sebagai Terapi Ulcer Rongga Mulut Pada Diabetes Mellitus

Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit yang umum terjadi di mana kadar gula seseorang lebih tinggi dari batas normalnya atau yang disebut hiperglikemia. Seseorang dikatakan menderita diabetes melitus apabila dalam pemeriksaan gula darah sewaktu > 200gr/dl atau darah puasa > 126 gr/dl dan Kadar gula darah 2 jam pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) lebih dari 200 gr/dl. Kondisi diabetes melitus tidak terkontrol ini dikaitkan penyakit rongga mulut seperti radang gusi, penyakit periodontal, dan hilangnya tulang rahang. Komplikasi lain dari diabetes adalah tertundanya penyembuhan luka pada ulkus traumatis mulut.

Kondisi hiperglikemia pada diabetes melitus mengakibatkan peningkatan produksi radikal bebas (ROS). Peningkatan kadar spesies oksigen reaktif (ROS) dapat berdampak negatif pada sirkulasi darah, fungsi metabolisme, dan integritas saraf tepi. Produksi ROS yang berlebihan telah terbukti mempunyai efek merugikan pada tahap akhir proses penyembuhan luka. Kerusakan akibat radikal bebas yang dipicu oleh berkurangnya fungsi enzim antioksidan superoksida dismutase dan glutathione peroksidase adalah cara lain hiperglikemia mengganggu penyembuhan luka.

Hiperglikemia berpotensi memulai pembentukan spesies oksigen reaktif (ROS) melalui beberapa jalur, termasuk jalur poliol, heksosamin, protein kinase C, dan AGE. Peningkatan ROS melalui jalur poliol mengakibatkan penurunan sistem imun adaptif, dan peningkatan degradasi sel mast dan makrofag pro-inflamasi (M1). Terlambatnya proses penyembuhan luka pada individu penderita diabetes melitus juga melibatkan aktivasi Pyrin domain-containing protein 3 (NLRP3) Inflammasome yang menyebabkan peningkatan inflamasi. Pada luka diabetes, terdapat polarisasi solid menuju fenotip M1, dan transisi dari fenotip M1 pro-inflamasi hingga anti-inflamasi pro-regeneratif M2 sangat terganggu. Selama tiga hari pertama, proses penyembuhan luka dikendalikan oleh fenotip M1. Setelah itu, terjadi perubahan fenotip M2 yang mencapai puncaknya pada hari ketujuh.

Mekanisme lain yang terlibat dalam penghambatan penyembuhan luka adalah pengikatan Advanced Glycation Endproduct (AGE) dan reseptor AGE (RAGE) pada monosit meningkatkan stres oksidatif seluler dan mengaktifkan faktor transkripsi faktor nuklir-κB (NFkB), sehingga meningkatkan produksi sitokin proinflamasi. AGEs tidak hanya membahayakan sel endotel tetapi juga menyebabkan perubahan pada struktur dan fungsi struktur protein ekstraseluler (ECM) dan protein intraseluler (ICM). Perubahan ini menghambat aktivasi fibroblas yang bertanggung jawab untuk mensekresi protein ECM, sehingga memperlambat penyembuhan luka, memperpanjang fase inflamasi dan proses penyembuhan luka secara keseluruhan.

Ilustrasi Astaxanthin (sumber: Metro Sergai)

Kondisi hiperglikemia juga mempengaruhi sistem imunitas tubuh. Menurunnya kemampuan pertahanan humoral mengakibatkan keberadaan bakteri menjadi patogen, menyebabkan infeksi pada luka dan secara berkelanjutan pada luka pasien menjadi tidak kunjung sembuh. Pasien diabetes mellitus (DM) menunjukkan berbagai kelainan imunologi dan neuroendokrin, seperti penurunan aktivasi sel T, gangguan fungsi neutrofil, dan penurunan kadar tromboksan B2, prostaglandin E, dan leukotrien. Disfungsi ini dapat mengakibatkan tertundanya penyembuhan luka.

Kortikosteroid topikal, anestesi topikal, dan analgesik direkomendasikan sebagai pengobatan ulcer yang bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan durasi ulcer dengan menekan efek lokal respon imun dan pencegahan sekunder infeksi. Namun paparan jangka panjang terhadap obat-obatan tersebut dapat menyebabkan gangguan flora mulut, infeksi jamur sekunder, dan resistensi obat. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan bahan-bahan alami dapat direkomendasikan untuk pengobatan ulcer rongga mulut. Salah satu kandidat dari produk alami adalah Astaxanthin (ASX).

Astaxanthin (ASX) umum ditemukan dalam biota laut alga hijau Haematococcus pluvialis. Astaxanthin adalah karotenoid xanthophyll yang memiliki sifat antioksidan kuat yang mampu mengurangi peradangan, stres oksidatif, dan apoptosis. Struktur molekul ASX dengan gugus hidroksil dan keton pada gugus terminal mempunyai pengaruh besar terhadap sifat kimia dan biologinya sebagai antioksidan kuat. Astaxanthin menunjukkan aktivitas biologis yang lebih baik dibandingkan antioksidan lainnya karena dapat mengikat membran sel dari dalam ke luar.

Mekanisme anti-inflamasi ASX adalah melalui penargetan beberapa jalur sinyal dan biomarker inflamasi, termasuk menghambat NF-κB untuk meredakan peradangan. Efek anti-inflamasi dan antioksidan ASX mungkin melalui mekanisme penurunan polarisasi M1 dan peningkatan M2 polarisasi dan mengaktifkan Nrf-2. Nrf2 berikatan dengan elemen respon antioksidan yang terletak di wilayah promotor enzim yang bertanggung jawab untuk detoksifikasi proses metabolisme. Beberapa penulis telah menemukan bahwa astaxanthin mengaktifkan jalur antioksidan Nrf2 dengan menghasilkan sejumlah kecil antioksidan. Astaxanthin juga dapat menghambat beberapa ekspresi gen sitokin proinflamasi seperti IL-1β,

IL-6, TNF-α, dan NF-κB pada sel makrofag primer dan lipopolisakarida, sehingga menunjukkan strategi baru dalam pengobatan peradangan. Terapi astaxanthin dapat menjadi alternatif yang baik karena memiliki sifat antiinflamasi dan antioksidan. Efek antiinflamasi dari astaxanthin ini dibuktikan dengan penelitian yang menunjukkan penurunan beberapa penanda antiinflamasi. Sedangkan efek antioksidannya telah dibuktikan pada beberapa penelitian dengan mengaktifkan Nrf2 sebagai pengatur utama antioksidan, menurunkan ros, dan meningkatkan enzim antioksidan.

Penulis: Prof. Dr. Retno Indrawati Roestamadji, drg., M.Si.