Penyakit tropis terabaikan (Neglected Tropical Disease/NTD) adalah penyakit menular yang menyerang hampir 2 miliar orang di dunia terutama di wilayah tropis dan subtropis. Penelitian ini secara khusus mempelajari aktivitas beberapa ekstrak tanaman yang tumbuh di Indonesia dalam menghambat protozoa NTD yaitu Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Leishmania donovani, dan Trypanosoma brucei yang menyebabkan penyakit amebiasis, chagas, leishmaniasis, dan trypanosomiasis Afrika. Selain itu, protozoa Plasmodium falciparum yang menyebabkan penyakit malaria juga menjadi fokus penelitian ini. Penemuan senyawa baru untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh parasit masih jarang dilaporkan, dan pengobatan yang ada mungkin menghadapi masalah resistensi atau toksisitas. Oleh karena itu, terapi yang berasal dari tanaman dapat menjadi solusi yang potensial.
Pendekatan etnofarmakologis telah dilakukan dalam beberapa penelitian yang mengevaluasi ekstrak tanaman obat untuk aktivitas antiprotozoa. Senyawa berbasis tanaman menjadi topik menarik dalam penemuan obat seperti penemuan obat antimalaria kuinin yang berasal dari kulit kayu Chinchona dan artemisinin dari herba Artemisia annua.
Beberapa genus tanaman dari Indonesia memiliki potensi sebagai antiprotozoa diantaranya: Cratoxylum, tanaman tropis yang termasuk dalam famili Hypericaceae, mengandung senyawa santon yang dikenal karena sifat antibakteri, antiinflamasi, antiparasit, dan antioksidan. Diospyros yang termasuk dalam famili Ebenaceae, memiliki aktivitas farmakologis seperti antioksidan, neuroprotektif, antibakteri, antivirus, antiprotozoa, antijamur, antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik. Sementara itu, Artocarpus yang termasuk dalam famili Moraceae, secara tradisional digunakan untuk pengobatan peradangan, demam malaria, diare, diabetes, dan infeksi cacing pita.
Dalam penelitian ini, dilakukan evaluasi aktivitas antiprotozoa dari 48 ekstrak tanaman genus Cratoxylum, Diospyros, dan Artocarpus, terhadap kultur sel Plasmodium falciparum (Pf), Entamoeba histolytica (Eh), Leishmania donovani (Ld), Trypanosoma brucei rhodesiense (Tbr), dan Trypanosoma cruzi (Tc). Pada penelitian ini juga dilakukan isolasi senyawa aktif dari ekstrak aktif terpilih yaitu ekstrak akar Cratoxylum arborescens.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa ekstrak aktif antiprotozoa diantaranya 9 ekstrak aktif terhadap Pf, 5 ekstrak aktif terhadap Eh, 26 ekstrak aktif terhadap Ld dan 40 ekstrak aktif terhadap Tbr. Ekstrak yang paling potensial adalah ekstrak yang berasal dari akar Cratoxylum arborescens, yang diperoleh melalui ekstraksi dengan pelarut diklorometana. Ekstrak tersebut menunjukkan aktivitas signifikan terhadap semua protozoa yang diujikan, dengan nilai IC50 berkisar antara 0,1 hingga 8,2 µg/mL. Dari ekstrak diklorometana akar C. arborescens tersebut berhasil diisolasi senyawa golongan santon yaitu cochinchinone C. Struktur senyawa cochinchinone C diidentifikasi berdasarkan data NMR (Nuclear Magnetic Resonance) dan MS (Mass Spectroscopy).
Senyawa ini merupakan senyawa aktif yang mampu menghambat pertumbuhan Pf, Eh, Ld, dan Tbr, Tc tripomastigot, dan Tc epimastigot dengan nilai IC50 masing-masing sebesar 5,8 µM; 6,1 µM; 0,2 µM; 0,1 µM; 0,7 µM dan 0,07 µM. Dari hasil penelitian ini, disamping aktivitas farmakologi lainnya, pertama kali dilaporkan bahwa cochinchinone C memiliki aktivitas antiprotozoa NTD terhadap Pf, Eh, Ld, Tbr dan Tc. Senyawa ini menunjukkan sitotoksisitas rendah dengan selektivitas indeks (SI) lebih dari 10 ketika diuji terhadap sel karsinoma dan sel normal. Hal ini menunjukkan potensinya sebagai kandidat untuk pengembangan obat lebih lanjut. Data aktivitas cochinchinone C terhadap protozoa ini pertama kali dilaporkan sebagai temuan baru.
Temuan dari penelitian ini menunjukkan potensi tanaman Cratoxylum arborescens sebagai sumber senyawa antiprotozoa yang bernilai, dengan senyawa aktif cochinchinone C untuk pengembangan obat lebih lanjut. Potensi cochinchinone C sebagai antiprotozoa masih perlu dipelajari lebih lanjut terkait mekanisme kerjanya atau efek sinergisnya bila dikombinasikan dengan obat standar antiprotozoa yang ada saat ini.
Penulis: Prof. Dr. apt. Achmad Fuad Hafid, M.S.
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:
https://bmccomplementmedtherapies.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12906-024-04717-6