Candida albicans merupakan mikroorganisme yang termasuk dalam kelompok jamur “jahat” yang dapat menginfeksi tubuh manusia. Jamur ini anggota dari flora saluran pencernaan termasuk usus dan dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia. Jamur ini juga dapat dijumpai di mulut dan saluran pencernaan lainnya pada beberapa orang dewasa yang sehat. Jamur ini dapat menimbulkan infeksi ketika dalam tubuh jumlahnya berlebih, infeksi ini dikenal istilah kandidiasis yaitu infeksi yang dihasilkan dari pertumbuhan jamur C. albicans yang berlebihan. Infeksi kandidiasis banyak menyerang permukaan kulit, kuku, mulut, paru-paru, saluran pencernaan, dan saluran reproduksi wanita termasuk vagina. Mikroorganisme lain yang berasosiasi dengan manusia adalah Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Kedua mikroorganisme tersebut dapat hidup di permukaan kulit, dapat menyebabkan gangguan pada organ reproduksi, infertilitas, dan sebagai patogen terutaman di bagian organ reproduksi wanita terluar termasuk vagina.
Untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan jamur umumnya diobati dengan antibiotik dan obat antijamur, namun penggunaan yang tidak tepat dan dalam waktu tertentu dapat menyebabkan resistensi atau tidak ada kemampuan untuk mematikan terhadap mikroba. Mikroba dapat mengembangkan kekebalan yang diketahui bersifat resisten, sehingga diperlukan agen antimikroba yang bersifat resisten. Untuk itu diperlukan pengetahuan untuk memahami kebutuhan tentang agen antimikroba atau antijamur dengan efek samping yang seminimal mungkin dan dapat mencegah resistensi. Bahan yang mempunyai karakteristik tersebut umumnya diperoleh dari bahan alam atau bukan bahan sintetis dari industri, misalnya bahan alam yang mudah berasal dari tumbuhan yang salah satunya adalah rimpang kunyit putih.
Temu mangga atau kunyit putih (Curcuma mangga) merupakan salah satu tumbuhan yang berkhasiat obat tergolong Zingiberaceae. Tumbuhan ini dapat dijumpai di beberapa tempat, termasuk di Jawa dan dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah sampai ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut dan berhabitat di hutan tropis. Rimpang kunyit putih dapat tumbuh subur dan berkembang dengan baik pada tanah yang gembur. Rimpang tumbuhan ini sering digunakan masyarakat sebagai bahan jamu tradisional karena memiliki berbagai kandungan aktif yang berpotensi untuk pengobatan. Senyawa khusus dalam rimpang kunyit putih di antaranya adalah kurkumin yang bermanfaat sebagai antioksidan, antijamur, antibakteri, antiinflamasi.
Ekstrak kunyit putih memiliki senyawa kurkuminoid yang tinggi dan berpotensi sebagai antimikroba karena mampu menghambat pertumbuhan C. albicans. Berdasarkan beberapa penelitian dapat diketahui bahwa senyawa alami kunyit putih seperti kurkumin memiliki daya serap yang buruk, metabolisme dan eliminasi yang cepat, serta bioavailabilitas yang rendah. Disisi lainnya, bahan obat dengan kelarutan yang rendah akan membutuhkan dosis tinggi, dan efektivitas untuk proses penyembuhan terhadap penyakit atau infeksi berkurang. Untuk itulah, perlu dicari solusinya agar pemanfaatan bahan aktif dari rimpang kunyit putih dapat maksimal. Beberapa peneliti menyarankan bahwa efektivitas senyawa alami dapat ditingkatkan dengan menggunakan teknologi nanopartikel.
Nanopartikel merupakan partikel padat berukuran sekitar 1-1000 nm dan dapat didesain untuk menghantarkan obat yang mampu melepaskan bahan aktif tertentu di dalam tubuh. Formulasi nanopartikel meliputi proses pengurangan ukuran partikel, perubahan pH, dan penggunaan surfaktan. Proses ini bermanfaat dalam meningkatkan kelarutan bahan aktif, mengurangi dosis terapi, meningkatkan penyerapan dan bioavailabilitas dalam tubuh, serta meningkatkan potensi klinisnya. Ada beberapa sistem dalam nanoteknologi, diantaranya menggunakan metode fisikokimia yang menggunakan pelapisan emas atau perak. Namun metode ini membutuhkan bahan dan peralatan yang relatif lebih mahal, sehingga diperlukan alternative lain yang dapat menekan biaya, yaitu menggunakan kitosan.
Nanopartikel polimer seperti kitosan memiliki keunggulan dalam pelepasan obat yang terkontrol, dapat meningkatkan kelarutan obat, lebih stabil, biodegradable, biokompatibel, dan memiliki toksisitas yang rendah. Metode yang digunakan untuk memformulasi nanopartikel kitosan adalah gelasi ionik. Ini adalah langkah sederhana, terjangkau, membutuhkan lebih sedikit peralatan dan waktu, dan memiliki toksisitas rendah, sehingga lebih mudah untuk diproses. Formulasi nanopartikel kunyit putih-kitosan menunjukkan aktivitas antimikroba yang lebih baik daripada kurkumin saja pada konsentrasi yang sangat rendah, efektif menghambat mikroba dan meningkatkan penetrasi bakteri Gram positif dan Gram negatif. Formulasi nanopartikel kurkumin-kitosan menggunakan metode gelasi ionik terbukti efektif sebagai antibakteri terhadap S. aureus dan P. aeruginosa.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa kandungan zat aktif dalam nanopartikel kunyit putih-kitosan memiliki peran penting dalam aktivitas antibakteri, terutama bakteri Gram negatif. Bahan alam seperti kunyit putih memiliki metabolit sekunder berupa polifenol, flavonoid, saponin, kuinon, monoterpen, dan steroid. Senyawa golongan polifenol lainnya pada rimpang kunyit putih (kurkumin) memiliki aktivitas antimikroba. Aktivitas antimikroba senyawa fenolik bekerja dengan cara mendenaturasi protein, merusak membran sel sehingga lisis dan metabolisme sel terganggu. Saponin bekerja sebagai antijamur dengan cara menghancurkan protein dan enzim, menurunkan tegangan permukaan dinding sel C. albicans sehingga jamur mati. Selain zat aktif dalam nanopartikel kunyit putih-kitosan, penggunaan kitosan sebagai pelapis mengandung enzim kitinase yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan jamur. Saponin dan tanin dari kunyit putih memiliki mekanisme untuk mengganggu metabolisme bakteri melalui denaturasi membran protein dan menurunkan tegangan permukaan sel bakteri. Berdasarkan pemaparan pada penelitian ini, nanopartikel kunyit putih-kitosan berpeluang sebagai agen antimikroba.
Penulis: Alfiah Hayati
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:
http://repository.uin-malang.ac.id/12647/2/12647.pdf
Bayyinatul Muchtaromah, Prilya Dewi Fitriasari, Malikah Azizah, Mujahidin Ahmad, Alfiah Hayati, dan Ely Nuril Fajriyah (2023).
Evaluation of the Antimicrobial Activity of Curcuma mangga Nanoparticles In Vitro