Universitas Airlangga Official Website

Prevalensi Avian Influenza pada beberapa spesies Unggas di Indonesia

Foto by WOAH

Avian influenza (AI) adalah penyakit virus yang sangat menular lazim di banyak populasi reservoir burung air liar dan secara berkala diperkenalkan ke sektor unggas halaman belakang. Karena potensi zoonosisnya, virus AI telah dianggap sebagai masalah kesehatan hewan dan masyarakat yang parah di industri perunggasan selama tiga dekade terakhir.

Subtipe H5N1 dari flu burung yang sangat patogen, dan virus (HPAI) telah menjadi ancaman kesehatan hewan dan manusia sejak penyebarannya dari Cina ke beberapa benua pada tahun 2003. Pada 2012, virus telah dilaporkan pada unggas dan burung liar di 63 negara di Asia, Eropa, dan Afrika. Januari 2014, 650 infeksi pada manusia dan 386 kematian telah terjadi di seluruh dunia. HPAI yang disebabkan oleh H5N1 saat ini dianggap endemik di Cina, Bangladesh, India Timur, Indonesia, Vietnam, dan Mesir. Wabah intermiten telah terjadi secara berkala di negara-negara lain di Asia, termasuk Republik Demokratik Rakyat Laos, Kamboja, Myanmar, dan Nepal. Virus flu burung (AI) diisolasi dari berbagai organisme ungags, namun, isolasi virus AI didokumentasikan terutama dari ordo Anseriformes khususnya dari itik (subfamili Anatinae) yang terdeteksi membawa beberapa virus subtipe H3, H4, dan H6, tetapi lebih jarang virus H5, H7, dan H9.

Pemerintah Indonesia pertama kali mencatat kehadirannya dari virus flu burung subtipe H5N1 yang sangat patogen ke Organisasi Kesehatan Hewan Dunia pada bulan Februari 2004. Sejak wabah pertama pada tahun 2003 pada unggas, HPAI subtipe H5N1 dikonfirmasi di 31 dari 33 provinsi Indonesia. FAO berusaha untuk menyediakan sumber daya untuk meningkatkan pengendalian penyakit sistem di Indonesia yang dilemahkan oleh kebijakan intervensi termasuk desentralisasi yang dilaksanakan di pasca krisis keuangan di Asia.

Temuan program surveilans dini di Indonesia menunjukkan prevalensi HPAI H5N1 yang jauh lebih tinggi secara langsung dari Pasar Unggas dibandingkan dengan daerah penghasil unggas, hal ini menunjukkan bahwa virus HPAI akan menyebar secara luas selama proses perdagangan. Namun, ada signifikan perbedaan dalam rantai pasokan unggas ayam kampung dan unggas ayam komersial yang dijual di Supermarket perkotaan Indonesia.

Pengawasan yang tidak tepat, pelaporan yang kurang, kurangnya pengetahuan, pasar informal perdagangan unggas dan produk unggas, serta kurangnya regulasi efektif tentang flu burung yang lazim pada unggas dan manusia adalah penyebab utama flu burung menyebar di Indonesia.

Tinjauan saat ini berfokus pada prevalensi AI di berbagai spesies unggas di Indonesia, dimana penyakit endemik, memberikan gambaran tentang prevalensi flu burung, dan mengekstrak ide-ide konseptual bagi para pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan utama untuk mengelola memberantas AI di Indonesia.

Sejak tahun 2003, penyebaran H5N1 sangat patogen flu burung pada ayam telah menyebabkan kerusakan di Indonesia dibandingkan dengan spesies lain seperti bebek. Meskipun kasus flu burung pada manusia mungkin secara signifikan berkurang, situasi pada unggas tetap tidak menentu. Prevalensi dan kematian tertinggi dilaporkan di ayam kampung (rata-rata 59%, kisaran: 49–69%), dibandingkan dengan bebek (rata-rata 32%, kisaran: 19–45%) dan burung lainnya (rata-rata 28%, kisaran: 16–40%) (11, 12). Studi lain yang menggambarkan pengaruh dan patogenisitas virus AI H5N1 HPAI ditemukan clade 2.3.2 dalam bebek terinfeksi dan ayam lokal berumur 30 hari oleh yang di kandangkan bersama. Hasil investigasi terungkap bahwa semua ayam mati setelah 48 jam, sedangkan bebek hanya menunjukkan indikasi klinis. Dibandingkan dengan bebek, ayam memiliki tingkat infeksi dan kejadian AI yang lebih tinggi.

AI lebih sering terjadi pada unggas dan bebek daripada spesies lain di Indonesia, tetapi skala besar sistematis dan program studi acak dan pendekatan diperlukan untuk menentukan akurasi dan prevalensi sebenarnya. Telah menemukan bahwa program vaksinasi dan pemusnahan dan stamping kawanan seropositif kurang dimanfaatkan. Ada kebutuhan intensif untuk memperluas pengawasan dan pelaporan penyakit sistem dan meningkatkan kapasitas diagnostik laboratorium di seluruh provinsi di tingkat kabupaten di Indonesia. Kampanye harus dimulai di kalangan peternak unggas, masyarakat, pembuat kebijakan, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mendidik mereka tentang bahaya AI dan konsekuensi utamanya pada perekonomian nasional negara.

Penulis menyoroti hambatan utama berikut: dan tantangan dalam pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan AI strategi di Indonesia: (i) biosekuriti dan standar yang ketat prosedur operasi (SOP) tidak diikuti di pasar unggas dan peternakan unggas, (ii) di beberapa daerah, terdapat pengawasan penyakit yang tidak memadai dan akses ke diagnostic laboratorium, (iii) penanganan unggas, bangkai, atau spesimen diagnostik tanpa perlindungan pribadi yang memadai, (iv) komunikasi yang buruk tentang gejala penyakit antara pasien manusia dan staf medis, (v) kegagalan menyimpan data catatan penjualan unggas, migrasi, status penyakit, dan vaksinasi di peternakan, (vi) pengetahuan yang salah tentang efeknya prosedur/kebijakan imunisasi, pengobatan dan pemusnahan oleh petani, dan (vii) kelangkaan fasilitas yang mampu mengisolasi, mengidentifikasi, dan mengetik isolat. Beberapa dikembangkan negara-negara seperti Selandia Baru, Australia, dan Islandia memiliki berhasil memberantas penyakit tersebut dengan menerapkan langkah-langkah berikut: kebijakan vaksinasi reguler, pengawasan berkelanjutan, penyembelihan atau pemusnahan burung, dan praktik biosekuriti dan biosafety yang ketat di peternakan dan unggas hidup di pasar unggas.

Penulis korespondensi: Prof. Dr. Mustofa Helmi Effendi, drh., DTAPH

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

S. Rehman, F.A. Rantam, K. Batool, A. Rahman , M.H. Effendi , M.I. Khan, M. Bilal. Prevalence of avian influenza in humans and different bird species in Indonesia: A review. Iraqi Journal of Veterinary Sciences, Vol. 36, No. 3, 2022 (709-718)

https://vetmedmosul.com/article_173302.html