Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil klinis pasien rawat jalan dermatitis kontak di divisi Alergi-Imunologi Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo, Surabaya, Indonesia dari Januari 2020 sampai Desember 2021. Dermatitis kontak merupakan respon inflamasi kulit yang dapat disebabkan oleh beberapa hal. Reaksi inflamasi ini paling sering disebabkan oleh senyawa eksternal yang menjadi alergen atau iritasi pada tubuh. Eksudasi, papula, dan pengelupasan bisa menjadi tanda dermatitis kontak. Gejala dermatitis kontak iritan dapat berupa rasa terbakar, gatal, menyengat, sakit, dan nyeri, terutama pada periode klinis awal, sedangkan pruritus lebih sering terjadi pada dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak juga sering disebut sebagai “eksim”. Penyakit ini tidak termasuk dalam golongan penyakit menular. Dermatitis kontak dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu Dermatitis Kontak Iritan (ICD) dan Dermatitis Kontak Alergi (ACD). ICD adalah respon inflamasi yang tidak spesifik. Proses sensitisasi tidak terjadi pada pasien dengan ICD. Sedangkan ACD adalah hipersensitivitas terhadap rangsangan. Pada pasien, ACD dapat dideteksi dengan adanya peradangan kulit yang dimediasi oleh antigen sel-T. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik total sampling dan diolah dengan Excel secara deskriptif. Variabel yang diteliti di penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, faktor penyebab yang diduga, keluhan pasien, lokasi lesi, manifestasi klinis, hasil diagnosa, dan terapi yang diberikan kepada pasien.
Berikut merupakan hasil yang didapatkan berdasarkan penelitian pada pasien dermatitis kontak di bagian Alergi-Imunologi, poliklinik penyakit kulit dan kelamin Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo selama Januari 2020-Desember 2021. Dari 227 sampel dalam penelitian ini, usia yang paling sering didiagnosis dermatitis kontak adalah kelompok usia 20 sampai 45 tahun dengan jumlah pasien 104 orang (45,5%). Jenis kelamin terbanyak yang terdiagnosis dermatitis kontak adalah perempuan sebanyak 164 (72,2%) penderita. Sedangkan distribusi pekerjaan yang paling banyak didiagnosis dermatitis kontak adalah pegawai swasta dengan jumlah 70 atau 30,8% dari total jumlah pasien.
Dari anamnesis dapat diartikan bahwa kosmetik merupakan faktor penyebab yang diduga menyebabkan dermatitis kontak yang paling sering dengan 63 (35,2%) pasien. Distribusi keluhan pasien yang paling sering adalah gatal dengan 189 (44,1%) pasien mengeluh gatal saat mengalami dermatitis kontak. Wajah menjadi tempat yang paling sering terkena dermatitis kontak dengan 106 (30,8%) pasien mengalami dermatitis kontak di wajah. Sedangkan makula eritematosa merupakan manifestasi klinis yang paling sering terjadi pada pasien dengan 212 (45,9%) pasien mengalami makula eritematosa sebagai manifestasi klinisnya. Diagnosis dermatitis kontak dibagi menjadi ACD dengan 137 (60,4%) pasien dan ICD 90 (39,6%) pasien. Untuk terapi, terapi topikal yang paling sering diberikan kepada pasien adalah kortikosteroid dengan total 166 (53,2%) pasien diresepkan kortikosteroid sebagai obat topikalnya. Sedangkan terapi sistemik terbanyak yang dimiliki pasien adalah antihistamin dengan total 116 (73,8%) pasien meresepkan antihistamin sebagai obat terapi sistemiknya.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa ACD lebih banyak ditemukan daripada ICD dan keluhan yang paling banyak adalah gatal. dengan makula eritematosa sebagai gejala klinis yang paling sering; Oleh karena itu, terapi topikal yang banyak digunakan adalah kortikosteroid dan antihistamin.
Penulis : Dr.dr.Damayanti,Sp.KK(K)
Informasi lengkap dari artikel ini dapat dilihat pada tulisan kami di :
https://e-journal.unair.ac.id/BIKK/article/view/41489
Clinical Profile of Contact Dermatitis Patients at the Allergy-Immunology Division of Dermatology and Venereology Outpatient Clinic
Gabriel Rio Widipriyatama, Damayanti, Linda Dewanti, Sylvia Anggraeni