Pendidikan menjadi salah satu tolak ukur yang signifikan dalam pembangunan ekonomi dan sosial berkelanjutan (Bavaresco et all, 2019; Bali dan Yang, 2019). Programme for International Student Assessment (PISA) adalah salah satu instrument yang akan meminta siswa untuk dapat menyelesaikan masalah, bernalar, dan berargument terkait dengan jawaban yang telah mereka peroleh. PISA selama ini digunakan sebagai acuan untuk kualitas pendidikan di suatu negara. Namun, sampai saat ini, peringkat Indonesia masih jauh dari harapan. Faktanya banyak siswa di Indonesia dapat menyelesaikan soal yang berstandar PISA, namun mereka tidak bisa memberikan argumen yang tepat terkait dengan proses maupun hasil yang telah mereka peroleh.
Dalam soal berstandar PISA, penalaran merupakan kemampuan yang sangat penting dalam menyelesaikan tes berstandar PISA. Setiap siswa harus memiliki kemampuan penalaran untuk menyelesaiakan permasalahan matematika. Penalaran proporsional merupakan jenis penalaran yang sangat penting karena merupakan proses berpikir seseorang dalam memahami hubungan perkalian untuk membandingkan besaran-besaran menggunakan rasio, hasil bagi, dan pecahan, yang logis dan analitis proses. Oleh karena itu, ini penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan profil keterkaitan siswa yang memilik penalaran proporsional dan adversity quotient dalam menyelesaian soal matematika yang berstandar PISA. Selanjutnya adversity quotient dikelompokkan menjadi tiga, yaitu climber, camper, and quitter.
Berdasarkan hasil dan pembahasan penalaran proporsional siswa dengan kategori climber dalam memecahkan matematika berorientasi masalah berstandar PISA dalam memahami masalah, perencanaan, pelaksanaan rencana, dan tahap pemeriksaan ulang setiap langkah yang dilakukan benar. Penalaran proporsional siswa kategori Camper sudah memahami, masalah, perencaaan, dalam memahami masalah dan pada tahap perencanaan melakukannya dengan benar. Namun nampak keraguan dalam tahap perencanaan. kemudian, pada tahap pelaksanaan rencana dan pemeriksaan ulang, tidak dilakukan dengan baik. Sebaliknya, penalaran proporsional siswa dengan kategori quitter, ia tidak dapat memahami masalah. Disamping itu, tahap perancangan, pelaksanaan rencana tidak dilakukan dengan benar dan tidak dilakukan pengecekan ulang.
Penulis: Abdulloh Jaelani, S.Si., M.Si.