Dalam sudut pandang ilmu forensik, gigi manusia memiliki peranan penting dalam sebuah proses identifikasi individu. Landasan ilmiah dari identifikasi melalui gigi adalah adanya keunikan gigi manusia dan fakta bahwa tidak ada dua rongga mulut yang identik bahkan pada kembar monozigot. Variasi gigi seperti karakteristik morfologi, warna, bentuk, pola keausan gigi, dan anomali gigi dapat memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai identitas seseorang. Sebagai jaringan terkeras dalam tubuh manusia, gigi dapat bertahan dalam kondisi ekstrim termasuk trauma kimia, fisik dan termal.
Jika dilihat berdasarkan sudut pandang antropologi, gigi adalah salah satu aspek terpenting dari evolusi manusia. Gigi merupakan salah satu fokus utama dalam studi populasi komparatif dan evolusioner karena stabilitas dan daya tahannya terhadap faktor lingkungan. Beberapa karakteristik morfologi dari gigi dapat digunakan untuk menunjukkan variasi populasi. Ciri-ciri morfologi gigi seperti shovel shape pada gigi insisif, cusp Carabelli, hypocone, dan peg-shape dapat digunakan untuk menentukan etnis individu. Selain itu, beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa gigi memberikan gambaran penting mengenai kebiasaan dan pekerjaan seseorang.
Evolusi didefinisikan sebagai perubahan yang terjadi secara bertahap dalam struktur tubuh makhluk hidup sebagai bentuk adaptasi fungsional sesuai dengan waktu dan tempat kehidupannya. Pada sudut pandang dental anthropology, proses evolusi manusia dapat memengaruhi sistem pengunyahan serta menyebabkan terjadinya perubahan anatomis dan histologis dalam tubuh. Berbagai perubahan di bagian orofasial, seperti berkurangnya ukuran rahang dan gigi manusia, sendi temporomandibular, dan kapasitas otot pengunyah, dikaitkan dengan evolusi. Salah satu proses evolusi yang mempengaruhi perubahan tersebut adalah perubahan pola makan, yang menghasilkan ukurang rahang yang lebih kecil, gigi yang lebih kecil, dan gigi taring yang tidak menonjol pada Homo sapiens. Perubahan ini dalam sistem pengunyahan manusia modern diperkirakan dapat menimbulkan masalah, seperti agenesi gigi, gigi impaksi, dan maloklusi.
Dalam perkembangan evolusi manusia dapat dilihat adanya perbedaan struktur orofacial antara manusia modern dengan spesies hominid lainnya. Beberapa ahli antropologi mengaitkan perbedaan ini disebabkan karena adanya perubahan pola makan dan cara manusia mengolah makanannya. Salah satu perbedaan yang paling mencolok antara Homo sapiens (manusia modern) dan spesies awal hominin adalah bentuk dagu yang protrusive atau menonjol. Hal ini dianggap sebagai akibat dari penurunan beban pengunyahan gigi dan penggunaan otot lidah dan rongga mulut untuk membentuk Bahasa.
Fenomena mengecilnya ukuran rahang dari spesies awal hominin hingga manusia modern seringkali dikaitkan dengan kemajuan budaya pertanian sebagai pengganti budaya berburu dan mengumpulkan makanan. Ukuran rongga mulut yang lebih kecil dan gigi yang tajam juga diyakini sebagai akibat proses adaptasi dalam pembentukan bahasa manusia yang membutuhkan sistem rongga mulut yang fleksibel dan juga berkaitan dengan perubahan jenis makanan menjadi lebih lunak.
Perbedaan ukuran gigi dengan gigi lainnya juga dapat dilihat pada spesies yang berbeda. Pada spesies awal hominin, gigi molar kedua merupakan gigi terbesar dibandingkan dengan gigi lainnya. Sedangkan pada Homo sapiens, gigi molar pertama adalah gigi terbesar. Gigi caninus juga menunjukkan perbedaan antar jenis kelamin pada spesies awal hominin, di mana laki-laki memiliki gigi caninus yang lebih kecil daripada perempuan. Jika dilihat dari struktur gigi, spesies hominin purba memiliki lapisan enamel yang lebih tebal dibandingkan dengan lapisan enamel pada manusia modern. Hal ini dihubungkan dengan jenis makanan hominin purba yang bertekstur lebih keras. Sehingga dengan lapisan enamel yang lebih tebal akan memberikan kekuatan lebih pada gigi dalam proses mengunyah makanan.
Salah satu akibat dari proses evolusi struktur orofacial manusia adalah adanya maloklusi pada manusia modern. Maloklusi didefinisikan sebagai jenis oklusi yang berbeda dari kondisi standar oklusi gigi manusia. Pada kondisi oklusi yang baik diharapkan gigi dapat tersusun dengan baik dan gigi rahang atas dan bawah memiliki relasi yang harmonis. Maloklusi bukanlah penyakit tetapi dapat mengganggu fungsi mengunyah, menelan, berbicara, dan harmonisasi wajah, yang mengakibatkan gangguan fisik dan mental jika tidak ditangani.
Maloklusi dianggap sebagai sesuatu yang umum terjadi pada populasi manusia modern saat ini. Gigitan silang anterior merupakan salah satu kondisi yang paling umum, mempengaruhi 4-5% populasi selama tahap awal mixed dentition. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pada populasi pre-industrial modern memiliki prevalensi maloklusi lebih rendah dibandingkan dengan populasi manusia modern. Selain itu, tingkat keparahan maloklusi juga lebih rendah pada populasi pre-industrial. Peningkatan maloklusi berkaitan erat dengan proses evolusi, yang disebabkan oleh peningkatan variabilitas genetik pada populasi ras campuran atau evolusi pola diet dan kecerdasan.
Gigi dan rahang manusia banyak mengalami perubahan akibat proses evolusi. Dalam masyarakat modern seperti saat ini, berbagai masalah dengan sistem pengunyahan manusia, seperti gigi berdesakan, gigitan silang, gigi impaksi, dan gigi ektopik, sering kali terjadi. Gigi impaksi didefinisikan sebagai gigi yang tidak dapat erupsi karena kurangnya ruang pada rahang atau adanya sumbatan tulang pada area impaksi. Gigi caninus rahang atas, gigi molar ketiga rahang atas, dan gigi molar ketiga rahang bawah merupakan gigi yang paling sering mengalami impaksi. Impaksi molar ketiga pada mandibula sering dikaitkan dengan ukuran mandibula yang tidak cukup untuk pertumbuhan molar ketiga. Selain itu, panjang mandibula, serta perbedaan ukuran antara lengkung gigi dan ukuran gigi, merupakan faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya impaksi gigi molar ketiga.
Selain impaksi gigi, terdapat masalah lain yang berkaitan dengan maloklusi, yaitu gigi berdesakan. Kondisi gigi yang berdesakan dapat diartikan sebagai suatu kondisi di mana gigi tidak tersusun dengan benar atau mengalami tumpeng tindih. Hal ini disebabkan oleh kurva basal yang terlalu kecil dibandingkan dengan kurva koronal. Tingkat keparahan gigi berdesakan dapat dibagi menjadi dua kategori: gigi berdesakan ringan dan gigi berdesakan berat. Gigi berdesakan ringan merupakan kondisi gigi yang sedikit berjejal dan umumnya ditemukan pada gigi rahang bawah bagian depan. Hal ini dianggap sebagai variasi normal dari gigi manusia. Sedangkan gigi berdesakan yang berat dapat terjadi pada saat tahap mixed dentition, di mana oklusi masih bersifat sementara dan tidak statis.
Kondisi gigi yang berdesakan dan protrusive menjadi salah satu alasan besar bagi seseorang untuk melakukan perawatan ortodonsia. Prevalensi perawatan ortodonsia pada manusia modern diperkirakan antara 70 dan 80%. Gigi berdesakan adalah hasil dari tren evolusi ke arah ukuran rahang yang lebih kecil tanpa disertai dengan penurunan dimensi gigi yang sesuai. Menurut sebagian besar ahli, proses ini terkait dengan kebutuhan pengunyahan akibat perubahan nutrisi, kelebihan makanan, dan pengaruh genetik.
Ditulis oleh: Arofi Kurniawan, drg., Ph.D
Diambil dari artikel jurnal berjudul “Tooth evolution and its effect on the malocclusion in modern human dentition”
Artikel telah terbit di Bulletin of the International Association for Paleodontology
https://hrcak.srce.hr/ojs/index.php/paleodontology/article/view/23371