Universitas Airlangga Official Website

Request Strategies: Kajian Sosio-Pragmatik dalam Masyarakat Jawa

Ilustrasi by Google
Ilustrasi by Google

Request oleh para ahli pragmatik dipandang sebagai salah satu subjek penting dalam penelitian linguistik pragmatik. Sebab, request merupakan tindakan linguistik yang rawan mengancam muka (face-threatening acts). Tujuan dari request adalah membuat requestee melakukan suatu tindakan. Tindakan itu pada umumnya untuk keuntungan (benefit) requester, tetapi kerugian (cost) ada pada requestee. Oleh karena itu, requester dituntut menggunakan strategi request dengan tepat untuk meminimalkan kadar imposisi request.

Penelitian ini mengkaji request dalam masyarakat Jawa dari perspektif sosio-pragmatik. Tujuannya adalah mendekripsikan penggunaan strategi request dalam masyarakat Jawa serta pengaruh ±Power (±P), ±social Distance (±), dan ±Rank of imposition (±R) terhadap penggunaan strategi request tersebut. Pengumpulan data menggunakan Discourse Complement Task dan analisis menggunakan taksonomi Blum-Kulka et al. (1989).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam konteks (+P+D+R), strategi yang paling sesuai adalah indirect. Penggunaan strategi ini dipengaruhi oleh fitur (+) yang melekat pada semua variabelnya, yaitu (+P), (+D), dan (+R). Variabel (+) ini mendorong masyarakat Jawa menggunakan strategi indirect. Variabel (+) ini sekaligus mendorong masyarakat Jawa menghindari penggunaan strategi direct.

Sub-strategi dalam conventionally indirect adalah query about speaker’s permission dengan komposisi (100 %). Terdapat anggapan bahwa sub-strategi query about the hearer’s ability dan suggestory formulae kurang cocok dalam konteks ini karena kadar kesantunannya lebih rendah. Substrategi di bawah non-conventionally indirect, baik mild hint maupun strong hint, juga tidak terpakai dalam konteks ini (0 %). Tampaknya hal ini bukan sebab variable (+P), (+D), atau (+R), tetapi lebih karena keinginan subjektif R-1 untuk mengekspresikan request-nya secara lebih transparan.

Dalam konteks (+P+D-R) strategi yang cenderung terpakai adalah indirect. Meskipun variable (-R) bisa mendorong penggunaan direct strategy. Namun, pengaruh variable (+P) dan (+D) tampaknya lebih kuat daripada (-R). Sehingga lebih cenderung menggunakan indirect strategy. Komposisi penggunaan sub-strategi indirect yang paling tinggi adalah strong hint (37,5 %), kemudian mild hint (35 %), query about the hearer’s ability (17,5 %), sugestory formulae (10 %), dan query about speaker’s permission (0 %). Query about the hearer’s ability dan sugestory formulae cenderung terekspresikan dengan perspective impersonal.

Penggunaan strategi dalam konteks (+P-D+R) lebih condong kepada strategi indirect. Meskipun variable (-D) bisa mendorong penggunaan direct strategy, namun pengaruh variable (+P) dan (+R) lebih dominan daripada (-D). Komposisi penggunaan sub-strategi indirect yang paling sesuai adalah query about the speaker’s permission (60 %), kemudian strong hint (40 %). Sub-strategi query about the hearer’s ability, suggestory formulae, dan mild hint tidak terpakai dalam konteks ini (0%).

Konteks (-P-D-R) cenderung menggunakan strategi direct. Hal ini tentu adalah bagian dari pengaruh fitur (-) yang melekat pada semua variabelnya, yaitu (-P), (-D), dan (-R). Sub-strategi yang cenderung digunakan dalam konteks ini adalah imperative (100%). Sub-strategi explisit performative, hedged performative, want statement, dan obligation statements tidak digunakan dalam konteks ini (0 %).

Konteks (-P-D+R) cenderung menggunakan strategi indirect. Meskipun variable (-P) dan (-D) bisa mendorong penggunaan direct strategy, namun pengaruh variable (+R) tampaknya lebih kuat. Hal ini menyebabkan indirect strategy lebih cenderung dipilih daripada direct strategy. Komposisi penggunaan substrategi yang paling tinggi adalah query about speaker’s permission (55 %), lalu strong hint (27,5 %) dan mild hint (17,5 %). Sementara itu, query about the hearer’s ability dan suggestory formulae tidak terpakai dalam konteks ini (0%).

Peneliti perlu mengemukakan bahwa penelitian ini memiliki sejumlah keterbatasan. Pertama, participant yang terlibat hanya 40 orang. Kedua, aspek yang menjadi kajian hanya terbatas pada strategi request, sedangkan modifier dan alerter tidak menjadi bahasan. Ketiga, partisipan hanya berasal dari Jawa Timur. Keempat, ada sejumlah konteks yang tidak menjadi bahasan dalam penelitian ini, misalnya (=P+D+R), (=P-D-R), dan (=P-D+R).

Dengan keterbatasan itu, peneliti menyarankan kepada peneliti berikutnya agar menambah jumlah partisipan, memperluas wilayah penelitian (Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Daerah Intimewa Yogyakarta). Selain itu, perlu juga mempertimbangkan modifier dan alerter, dan memasukkan sejumlah konteks yang belum menjadi bahasan dalam penelitian ini.

Penelitian ini menghasilkan simpulan bahwa penggunaan strategi request dalam masyarakat Jawa sangat begrantung pada konteks. Dalam konteks (+P+D+R) request cenderung terekespresikan dengan indirect strategy. Hal ini sebab fitur (+) yang melekat pada semua variabelnya. Sebaliknya, dalam konteks (-P-D-R) request cenderung terekspresikan dengan direct strategy. Hal ini sebab fitur (-) yang melekat pada semua variabelnya.

Dalam konteks (+P+D-R), (+P-D+R), dan (-P+D+R) terjadi tarik menarik antara fitur (+) dan (-). Akan tetapi, pengaruh fitur (+) tampaknya cenderung lebih kuat daripada fitur (-). Oleh karena itu, dalam konteks (+P+D-R), (+P-D+R), dan (-P+D+R) request lebih cenderung terekspresikan dengan strategi indirect daripada direct. Intinya adalah fitur (+) mendorong penggunaan indirect strategy, fitur (-) mendorong penggunaan direct strategy, tetapi fitur (+) cenderung lebih kuat daripada (-).

Penulis: Edy Jauhari dan Dwi Handayani

Sumber: International Journal of Language and Culture, Tahun 2023, Volume 10, No 1 pp 115-14, https://doi.org/10.1075/ijolc.22043.jau