Universitas Airlangga Official Website

Resistensi Antimikroba pada Campylobacter dari Steak Sapi

ilustrasi steak daging sapi (sumber: kompas)

Sumber infeksi Campylobacter yang paling signifikan mencakup konsumsi atau penanganan daging unggas mentah atau setengah matang atau sumber daging lainnya. Sumber infeksi Campylobacter juga bisa berasal dari susu mentah, air yang terkontaminasi, makanan laut, dan sayuran. Selain itu, kontaminasi silang pada makanan siap saji selama penyiapan makanan. Kontaminasi juga bisa berasal dari kontak langsung dengan kotoran manusia dan hewan peliharaan yang terinfeksi. Di negara berkembang, air dan susu tetap menjadi cara utama penularan campylobacteriosis. Oleh karena itu, jelas bahwa pengurangan Campylobacter dalam air dan makanan merupakan target yang perlu ada. Terutama untuk menjaga keamanan sumber daya penting.

Beberapa faktor mempersulit pengendalian Campylobacter, termasuk distribusi patogen ini pada hewan/produk pangan yang berbeda dan lingkungan. Selain itu, meskipun prevalensi Campylobacter dalam sampel susu dan karkas sapi relatif rendah daripada sumber lain. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 15% karkas/daging sapi dapat terkontaminasi patogen ini. Susu dapat dianggap sebagai faktor risiko yang muncul kembali karena konsumsi susu mentah yang tidak dipasteurisasi atau produk yang terbuat dari susu mentah menjadi lebih populer di sebagian besar negara. Oleh karena itu, pengamatan ini menimbulkan kekhawatiran khusus bagi negara-negara yang mengkonsumsi susu mentah secara rutin. Negara tersebut juga tidak ada upaya untuk mencegah dan mengendalikan kontaminasi karkas, faktor risiko penyebaran resistensi antimikroba pada manusia.

Meningkatnya resistensi antimikroba pada Campylobacter spp. berhubungan dengan antimikroba dalam kedokteran hewan dan praktik peternakan. Terutama sebagai agen profilaksis dan pemacu pertumbuhan. Hal ini penting karena ada beberapa dugaan isolat resisten menyebar dari makanan hewan ke manusia. Sedangkan Campylobacter spp yang resisten antimikroba telah ada di seluruh dunia. Terdapat penggunaan antimikroba yang luas dan sebagian besar tidak terkontrol, situasi ini mungkin lebih parah di negara-negara berkembang.

Enteritis Campylobacter biasanya sembuh sendiri dan tidak memerlukan terapi antimikroba. Namun, pada enteritis berat dengan komplikasi dan kasus imunitas lemah, dalam hal ini fluoroquinolones dan eritromisin adalah obat pilihan. Selain itu, peningkatan resistensi di antara Campylobacter telah dilaporkan dari wilayah geografis yang berbeda terhadap obat pilihan dan antibiotik relevan lainnya yang digunakan dalam pengobatan manusia dan hewan. Penggunaan dan penyalahgunaan agen antimikroba sebagai bahan tambahan pakan atau obat hewan telah menjadi faktor penentu utama. Terutama dalam penyebaran dan pertumbuhan resistensi pada sebagian besar bakteri patogen. 

Resistensi antimikroba pada bakteri dapat muncul karena penggunaan antibiotik yang berlebihan oleh manusia, antibiotik pada pakan atau perawatan hewan, dan meningkatnya limbah industri di lingkungan. Resistensi bakteri terhadap antimikroba dapat berkembang dalam berbagai cara karena dalam kebanyakan situasi. Bakteri yang terpapar antibiotik mencari cara untuk menghindari atau menolak agen antimikroba. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi profil resistensi antimikroba pada spesies Campylobacter yang terisolasi dari steak (daging sapi) dan orang jual secara komersial dan susu sapi mentah di Negara Bagian Ebonyi, Nigeria.

Campylobacter dapat ditularkan dari hewan melalui paparan kotoran hewan kepada manusia atau melalui penanganan dan konsumsi daging yang terkontaminasi. Daging ternak yang kurang matang, tingkat pemasakan yang rendah, standar higienis, dan kontaminasi silang (melalui pisau, piring, dll.) dalam penyiapan makanan sangatlah penting, terutama di rumah tangga pribadi. Sebuah penelitian baru-baru ini mengkorelasikan kasus enteritis pada manusia dengan suhu rata-rata, yang menunjukkan kemunculan musiman Campylobacter dan Salmonella, dan juga menunjukkan bahwa barbeque adalah media utama kontaminasi. Penggunaan antibiotik yang berlebihan pada populasi manusia dan hewan telah meningkatkan jumlah bakteri yang resisten terhadap antimikroba.. Resistensi antimikroba menimbulkan risiko tambahan karena infeksi Campylobacter yang resistan terhadap antibiotik menyebabkan rawat inap di rumah sakit lebih lama, tingkat kegagalan pengobatan yang lebih tinggi, dan peningkatan morbiditas dan mortalitas yang membahayakan kesehatan manusia.

Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa penanganan yang buruk, yang mengakibatkan buruknya kebersihan dari para penjual serta pencucian dan pemasakan (atau pemanggangan) daging sapi yang tidak tepat. Itu tampaknya menjadikan steak sebagai saluran utama penularan campylobacteriosis. Steak mudah orang-orang nikmati di sebagian besar sudut jalan di setiap kota khas Nigeria. Penelitian ini juga menemukan bahwa campylobacteriosis dapat menular melalui konsumsi susu sapi (mentah) yang tidak dipasteurisasi. Selain timbulnya Campylobacter sebagai flora normal, kontaminasi khususnya oleh penangan merupakan faktor penentu penyebaran campylobacteriosis. Sanitasi yang buruk, penerapan kebersihan secara keseluruhan yang tidak memadai, dan praktik kebersihan yang baik oleh peternak sapi perah atau penggembala menjadi kriteria yang sangat penting dalam masalah keamanan dan kontaminasi susu.

Penelitian juga mengamati bahwa penggunaan antibiotik secara sembarangan pada sapi perahmenjadi faktor penyebab resistensi antimikroba pada C. coli dan C. jejuni. Menurut dugaan pada beberapa iklim kasus mastitis pada sapi perah seringkali menggunakan obat antimikroba, mastitis merupakan salah satu penyakit menular yang banyak terjadi pada sapi perah. Bakteri yang terlibat dalam mastitis sapi merupakan patogen menular atau patogen lingkungan berdasarkan hubungan epidemiologinya dengan penyakit tersebut. Peningkatan resistensi antibiotik di kalangan populasi bakteri sering kali terjadi karena meluasnya penggunaan antibiotik dalam bidang pengobatan dan peternakan.

Terdapat prevalensi spesies Campylobacter yang sangat tinggi pada steak dan susu sapi mentah yang orang-orang jual di berbagai daerah di Abakaliki, Nigeria. Spesies Campylobacter yang terisolasi resisten terhadap berbagai antibiotik yang tersedia secara komersial. Beberapa isolat menunjukkan resistensi penuh terhadap kloramfenikol dan kanamisin. Antibiotik yang paling efektif adalah antibiotik sefalosporin (imipenem, sefotaksim, dan sefaleksin). Kejadian bakteri resisten antimikroba pada protein hewani telah menjadi isu yang sangat penting di bidang kedokteran hewan maupun medis. Terutama mengenai penularan zoonosis bakteri ini. Campylobacteriosis merupakan salah satu penyebab utama gastroenteritis. Campylobacter saat ini merupakan agen penyebab gastroenteritis bakterial yang paling sering terjadi.

Oleh karena itu, merupakan tantangan besar bagi kesehatan manusia, bukan hanya karena meningkatnya resistensi antibiotic. Maka harus ada peningkatan pencegahan yang lebih efektif. Memperoleh data resistensi antimikroba dari Campylobacter membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penyalahgunaan antibiotik pada penyakit menular, khususnya untuk mencegah penyebaran dari resistensi antimikroba pada daging dan susu di Abakaliki, Nigeria.

Penulis korespondensi: Dr. Wiwiek Tyasningsih, drh., MKes.

Informasi detail dari riset ini terdapat pada tulisan kami di:

Agumah NB, Effendi MH, Witaningrum AM, Tyasningsih W, Ugbo EN, Nwagwu CS, Ugbo IA. 2024. Antimicrobial resistance in Campylobacter species isolated from commercially sold steak (beef) and raw cow milk in Abakaliki, Nigeria. Biodiversitas 25: 950-956. 

DOI: 10.13057/biodiv/d250306

Baca Juga: Efektivitas Deep Eutactic Solvent dalam Ekstraksi Polifenol