UNAIR NEWS – Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga (UNAIR) menggelar Panel Diskusi Imunologi 2023 pada Jumat (18/8/2023). Kali ini, Sekolah Pascasarjana UNAIR mengangkat tajuk Imunitas Masyarakat Membentuk SDM Unggul Menuju Indonesia Maju.
Prof Dr Haryono Suyono MA PhD, guru besar UNAIR menjadi salah satu pembicara dalam panel diskusi itu. Sebagai mantan kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) selama tujuh periode, ia menekankan bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat haruslah berfokus pada desa.
Haryono merupakan salah satu pencetus lahirnya program Keluarga Berencana (KB) di BKKBN Indonesia. Setelah keberhasilannya membangun program KB dan menurunkan angka kelahiran, fokus selanjutnya ialah menciptakan keluarga sejahtera.
“Kita merubah dari yang sekadar menurunkan tingkat kelahiran, menjadi program yang sifatnya lebih pada membangun keluarga sejahtera. Oleh karena itu perlu semacam imunisasi yang dalam istilah Keluarga Berencana kita sebut sebagai pemberdayaan,” ungkapnya.
Imunisasi Tentukan Kesejahteraan Masyarakat
Imunisasi bagi seluruh lapisan masyarakat bagi Haryanto menjadi suatu keharusan. Terlebih bagi masyarakat pada tingkat ekonomi bawah, seperti halnya pemulung. Mereka senantiasa berkontak secara langsung dengan sampah yang merupakan sumber dari berbagai penyakit.
“Program imunisasi kepada masyarakat adalah bahwa memberi imunisasi bermacam-macam termasuk imunisasi sampah tadi agar memberikan perhatian komitmen yang tinggi terhadap penanggulangan sampah dan bahan-bahan yang menyebabkan penyakit,” jelasnya.
Melalui imunisasi, sambung Haryono, masyarakat akan memiliki proteksi lebih terhadap penyakit yang mengancamnya. Dengan meminimalisir penyakit itu, masyarakat akan lebih siap untuk membangun keluarga sejahtera dan mencapai tujuan dengan menciptakan manusia-manusia unggul.
Fokus pada Tingkat Desa
Lebih lanjut, Haryono menekankan bahwa pembangunan kesejahteraan masyarakat Indonesia dapat berhasil apabila berlaku secara merata. Artinya, fokus utama dalam usaha pembangunan tersebut harus ada pada tingkat kecil layaknya desa, bukan cakupan yang lebih luas seperti kecamatan, apalagi kota dan satuan lain yang lebih besar.
Ia kemudian memberi saran untuk membangun pos-pos SDGs yang berfungsi sebagai pusat penyelesaian masalah desa. Pos tersebut juga harus melibatkan partisipasi masyarakat desa karena mereka adalah pihak yang paling mengetahui permasalahan di desanya.
“Sebab kalau ibu kepala dinas saja yang keliling, kelilingnya paling sehari atau sampai sebulan. Tapi kalau desa, itu tiap hari dan tiap individu desa berkeliling sampai sampah ini habis. Jadi desa ini harus menjadi titik sentral, memengaruhi kepala desa, memengaruhi para elit desa untuk mempunyai komitmen agar desanya maju,” simpulnya. (*)
Penulis : Muhammad Badrul Anwar
Editor: Nuri Hermawan