Stroke merupakan suatu penyakit yang terjadi akibat gangguan pembuluh darah otak, baik berupa penyumbatan ataupun pecah, menimbulkan gejala neurologis yang mendadak, dan disertai adanya bukti objektif dari lesi tersebut. Penyempitan pembuluh darah arteri otak atau yang dikenal sebagai stenosis intrakranial merupakan salah satu faktor risiko dari stroke yang sering ditemui untuk populasi Asia. Adanya stenosis dapat menghambat aliran darah menuju otak dan menyebabkan terjadinya stroke hemodinamik akibat kurangnya aliran darah otak. Salah satu modalitas yang paling peka untuk melihat kerusakan jaringan otak pada fase awal stroke iskemik adalah Magnetic Resonance Imaging (MRI), yang dapat mendeteksi perubahan jaringan otak pada jam-jam awal serangan stroke. Namun, pemeriksaan MRI tidak selalu berhasil dalam mendeteksi adanya lesi stroke, bahkan setelah berulang kali serangan.
Pada suatu studi kasus yang dipublikasikan oleh Choriqoh et al (2022), seorang pasien yang mengalami stroke berulang hingga 3 kali serangan memiliki hasil MRI kepala normal. Tidak ada lesi ataupun abnormalitas yang nampak pada pemeriksaan imaging walaupun secara klinis didapatkan adanya gejala kelemahan separuh tubuh sisi kiri yang menetap. Tim dokter akhirnya memutuskan untuk melakukan pemeriksaan angiografi menggunakan modalitas digital subtraction angiography dan didapatkan adanya stenosis derajat berat pada arteri serebri media kanan. Hal ini mungkin saja mengakibatkan gejala kelemahan yang dialami oleh pasien karena terganggunya aliran darah ke capsula interna yang merupakan tempat berkumpulnya seluruh serabut saraf motorik. Pemeriksaan perfusi dengan modalitas MRI menunjukkan adanya penurunan aliran darah otak sisi kanan dibandingkan sisi kiri.
Adanya stenosis intrakranial dapat diibaratkan sebagai pipa air yang mengalami penyempitan, sehingga tidak bisa mengalirkan air dengan volume yang cukup. Tubuh mensiasati kelainan ini dengan cara meningkatkan tekanan darah, dengan harapan dapat mencukupi kebutuhan aliran darah pada otak. Apabila kita menurunkan tekanan darah tersebut, jumlah volume darah yang diterima otak juga akan berkurang, sehingga otak mengalami kekurangan aliran darah untuk mempertahankan fungsi metaboliknya. Hal inilah yang dapat bermanifestasi sebagai stroke akibat hipoperfusi jaringan otak.
Bila kita menghitung di atas kertas, dengan derajat stenosis arteri otak yang sangat berat, pasien seharusnya mengalami gangguan klinis yang lebih berat seperti kelumpuhan total pada anggota gerak tubuh sisi kiri. Namun, pasien hanya mengalami kelemahan ringan pada tangan dan kaki sisi kiri, dan berangsur mengalami perbaikan kondisi. Inilah peran penting dari adanya pembuluh kollateral, yakni pembuluh darah lain yang turut memberikan suplai pada area otak yang sama. Adanya pembuluh kollateral dapat mempertahankan aliran darah otak agar tetap adekuat, walaupun terjadi sumbatan pada satu segmen pembuluh darah otak.
Sebagai penutup, stenosis intrakranial merupakan salah satu penyebab serangan stroke berulang yang perlu diwaspadai. Pada pasien yang telah memenuhi kriteria diagnosis stroke, walaupun pada pemeriksaan MRI tidak ditemukan kelainan, kita perlu melakukan terapi layaknya pasien stroke sambil melakukan pemeriksaan imaging lanjutan untuk mencari faktor risiko vaskular pada pasien.
Penulis : Achmad Firdaus Sani, Dedy Kurniawan, Ajibatul Choriqoh, Jovian Philip Swatan
Artikel Jurnal
Choriqoh A, Sani AF, Kurniawan D. Recurrent stroke syndrome without abnormality on magnetic resonance imaging caused by stenosis of middle cerebral artery: A case report. Radiol Case Rep. 2022;17(8):2771-2774. Published 2022 Jun 3. doi:10.1016/j.radcr.2022.05.008
Link Artikel Jurnal