Beban kerja dosen saat ini jauh lebih besar dibandingkan dengan beban kerja dosen di masa lalu. Selain beban kerja untuk melaksanakan tri dharma perguruan tinggi, dosen saat ini juga dituntut untuk mengerjakan tugas-tugas administratif yang sangat banyak untuk berbagai kepentingan, mulai dari untuk penjaminan mutu, akreditasi program studi, dan juga untuk administrasi personalia seperti pengisian beban kerja dosen dan sebagainya. Beban kerja yang tinggi ini dapat menyebabkan dosen mengalami stress kerja atau setidaknya kebosanan. Stres dan kebosanan dapat membuat motivasi kerja dosen menurun. Bila penurunan motivasi kerja terkait dengan dua tugas tri dharma yang penting, yaitu pendidikan dan penelitian, maka kinerja yang bersangkutan dan juga kinerja program studi dan perguruan tingginya akan juga menurun. Untuk itu dosen perlu mengembangkan resiliensi dalam menghadapi beban kerja yang tinggi.
Resiliensi di bidang riset sangat dibutuhkan, terlebih banyak sekali pekerjaan administratif yang masih harus dilakukan oleh dosen, selain kerja meneliti itu sendiri. Padahal keterlibatan dosen dalam riset merupakan variabel fundamental karena berkaitan dengan perkembangan karir dosen serta akan berdampak pada reputasi universitas di level nasional maupun internasional. Sehingga kemudian peneliti-peneliti terdahulu telah berupaya mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi minat riset dosen, yang penelitiannya mayoritas diterapkan pada negara-negara Barat. Di tengah tuntutan untuk produktif dalam riset semakin tinggi, pandemi COVID-19 muncul sebagai salah satu career shock yang menjadi goal disruption utama bagi seluruh penduduk dunia, termasuk bagi dosen dalam melakukan riset. Oleh karena itu, resiliensi dosen untuk melakukan riset (academic resilience for research), yang diartikan sebagai kapasitas dosen untuk terus membuat kemajuan ke arah terlaksananya riset dan tercapainya output riset dengan sumberdaya dan strategi yang dimiliki, menjadi isu yang patut mendapat perhatian dan menarik untuk diteliti. Selama ini, resiliensi lebih banyak diteliti dalam konteks kesehatan mental, sementara dalam konteks perkembangan karir terutama dalam lingkup universitas masih terbatas. Resiliensi karir diartikan sebagai suatu kemampuan individu untuk berfungsi secara efektif dalam berkarir di situasi yang tidak menguntungkan. Penelitian ini mencoba menggunakan social cognitive career theory dalam meninjau faktor personal, organisasional, dan budaya, yang mempengaruhi terbentuknya resiliensi karir.
Skala resiliensi riset pada dosen telah dihasilkan dalam riset ini. Skala ini mempunyai bukti awal validitas skala 15 item yang baik secara psikometrik untuk mengukur resiliensi riset di bidang akademik. Resiliensi riset didefinisikan sebagai kapasitas individu untuk “bangkit kembali” dari pengalaman sulit terkait dengan keterlibatan penelitian, seperti ketika memenuhi persyaratan administratif (misalnya pelaporan), mengembangkan proposal penelitian dan mencari dana penelitian, melakukan penelitian, dan mempersiapkan penelitian ilmiah. publikasi, sekaligus mempertahankan sikap positif, menjaga emosi positif, dan mengambil tindakan konstruktif.
Skala resiliensi riset ini memiliki tiga subdomain yang cukup saling berkorelasi yaitu “bangkit kembali dan ambil tindakan progresif setelah mengelola laporan administratif”, “bangkit kembali dan atasi masalah penelitian dengan berkolaborasi dan belajar dari orang lain”, dan “bangkit kembali dengan sikap positif setelah menghadapi tantangan dalam penelitian”.
Penulis: Dr. Fajrianthi, Dra., Psi., M.Psi
Jurnal: The research resilience scale: development and initial validation