Universitas Airlangga Official Website

Status Epileptikus pada Anak

(Foto: Alomedika)
(Foto: Alomedika)

Status Epileptikus (SE) merupakan kondisi darurat neurologis yang paling sering terjadi. Kondisi ini ditandai dengan kejang epilepsi yang berlangsung cukup lama atau terjadi berulang dalam waktu yang sangat singkat, sehingga menyebabkan keadaan kejang yang terus-menerus dan berkepanjangan. Menurut ILAE, SE didefinisikan sebagai suatu kondisi yang terjadi akibat kegagalan mekanisme tubuh dalam menghentikan kejang, atau karena aktifnya mekanisme yang menyebabkan kejang berlangsung secara abnormal dan berkepanjangan (setelah melewati titik waktu t₁). Kondisi ini dapat menimbulkan konsekuensi jangka panjang (setelah melewati titik waktu t₂), seperti kematian sel saraf (neuron), kerusakan pada sel saraf, serta perubahan pada jaringan atau jalur kerja saraf di otak, tergantung pada jenis dan lamanya kejang yang terjadi.

Angka kejadian SE pada anak bervariasi antara 10 hingga 73 kasus per 100.000 anak per tahun, dan paling tinggi terjadi pada anak usia di bawah 2 tahun, yaitu sekitar 135–156 kasus per 100.000 anak. Angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) akibat SE (SE) masih tergolong tinggi. Aktivasi sistem imun dan proses peradangan diketahui turut berperan dalam kematian sel-sel saraf (neuron) pada manusia yang mengalami SE. Interleukin 1β (IL-1β) dan interleukin 6 (IL-6) merupakan sitokin proinflamasi yang penting dalam meningkatkan kerentanan terhadap kejang serta berkontribusi terhadap kematian sel-sel otak.

Etiologi atau penyebab SE pada anak bervariasi tergantung pada usia. Pada anak usia dini, khususnya di bawah 6 tahun, SE dapat disebabkan oleh berbagai kondisi seperti cedera saat lahir, kejang demam (yang umumnya terjadi pada usia 6 bulan hingga 6 tahun), infeksi, gangguan metabolik, trauma, sindrom neurokutaneus (kelainan bawaan yang memengaruhi kulit dan sistem saraf), penyakit degeneratif otak, tumor, maupun penyebab yang tidak diketahui (idiopatik). Sementara itu, pada anak usia di atas 6 tahun hingga remaja, SE dapat disebabkan oleh dampak jangka panjang dari cedera saat lahir, trauma, infeksi, epilepsi dengan dosis obat antikejang yang tidak memadai, penyakit degeneratif otak, tumor, paparan zat beracun, serta penyebab idiopatik. Perbedaan penyebab ini penting untuk dikenali agar penanganan yang diberikan dapat sesuai dengan usia dan kondisi masing-masing anak.

SE secara semiologis (berdasarkan gejala klinis yang tampak) diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu SE dengan gejala motorik yang menonjol atau kejang konvulsif (seperti bilateral tonic-clonic, focal motor, myoclonic, tonic, dan hyperkinetic SE), serta SE tanpa gejala motorik yang menonjol atau dikenal sebagai SE nonkonvulsif (nonconvulsive status epilepticus/NCSE). Sebagian besar kasus SE pada anak merupakan jenis konvulsif, baik yang bersifat umum (generalised) maupun yang awalnya fokal dan kemudian berkembang menjadi kejang umum (fokal yang berkembang menjadi generalised) dengan gangguan kesadaran.

Diagnosis SE dilakukan dengan cara mengamati riwayat medis secara teliti dan memastikan adanya kejang melalui pemeriksaan fisik atau pemeriksaan elektroensefalogram (EEG). Penanganan dapat mencakup beberapa pemeriksaan penunjang, antara lain: EEG untuk mendeteksi aktivitas listrik di otak, termasuk aktivitas kejang; pemeriksaan pencitraan otak seperti CT scan atau MRI untuk menyingkirkan kemungkinan adanya tumor otak atau penyebab lain; tes darah untuk memeriksa kadar glukosa dan ketidakseimbangan elektrolit; serta pungsi lumbal (pengambilan cairan tulang belakang) untuk mengevaluasi adanya infeksi atau gangguan metabolik.

Penanganan SE selalu dimulai dengan langkah dasar kegawatdaruratan, yaitu pemeriksaan dan stabilisasi jalan napas (Airway), pernapasan (Breathing), dan sirkulasi (Circulation) yang dikenal sebagai prinsip ABC. Setelah itu, dilakukan pendekatan secara bersamaan untuk menghentikan kejang, mengatasi komplikasi yang mungkin timbul, memulai pemeriksaan diagnostik, serta menangani penyebab yang mendasarinya jika sudah diketahui.

Penulis: Prastiya Indra Gunawan

Informasi detail bisa dilihat pada tulisan kami di:

https://rjp.com.ro/articles/2024.4/RJP_2024_4_Art-01.pdf

Prastiya Indra Gunawan, Riza Noviandi, Sunny Mariana Samosir. Serum Interleukin-1β and Interleukin-6 levels in children with status epilepticus in Indonesia. Romanian Journal of Pediatrics 2024;73(4):219-223.