Malnutrisi adalah salah satu kondisi kronis yang dapat berkembang selama masa remaja dan memiliki dampak pada kesehatan remaja yang dapat menetap seumur hidup. Malnutrisi terjadi ketika asupan gizi kurang atau berlebihan. Pola makan dapat mempengaruhi status gizi pada masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, yaitu dalam rentang usia 10 sampai 19 tahun. Periode tersebut merupakan periode kritis pertumbuhan fisik, perkembangan, dan maturasi seksual, sehingga membutuhkan pemenuhan kebutuhan nutrisi. Usia remaja merupakan masa yang penting dalam pertumbuhan manusia, setelah fase 1000 hari pertama kehidupan (HPK).
Malnutrisi pada masa remaja bisa berdampak negatif yang dapat menetap hingga dewasa. Malnutrisi pada masa remaja akan meningkatkan resiko terjadinya masalah kesehatan di masa dewasa dan juga beresiko untuk memiliki keturunan yang juga akan mengalami masalah malnutrisi. Oleh karena itu, pemenuhan nutrisi pada masa remaja dibutuhkan untuk mencegah terjadinya penyakit kronis atau sistemik pada masa dewasa yang terkait dengan nutrisi, seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, kanker dan osteoporosis.
Remaja di Indonesia menhadapi tiga masalah nutrisi, yaitu gizi kurang, gizi berlebih, dan kekurangan vitamin dan mineral. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 di Indonesia menunjukkan persentase malnutrisi pada remaja, yaitu remaja yang memiliki kondisi tubuh pendek dan sangat pendek adalah sebanyak 25,7% pada remaja usia 13-15 tahun dan sebanyak 26,9% pada remaja usia 16-18 tahun. Sedangkan kondisi kurus dan sangat kurus dijumpai pada 8,7% remaja usia 13-15 tahun dan 8,1% remaja usia 16-18 tahun. Remaja dengan kondisi berat badan lebih dan obesitas sebesar 16% pada usia 13-15 tahun dan 13,5% pada usia 16-18 tahun.
Salah satu faktor yang mempengaruhi masalah malnutrisi pad remaja adalah berkaitan dengan social image yang dapat membentuk perilaku remaja yang dapat berdampak pada kesehatan, seperti merokok, konsumsi alkohol atau penyalahgunaan obat. Perubahan gaya hidup, seperti kurangnya aktivitas fisik dan pola makan yang tidak sehat, sering terjadi selama masa transisi ini. Selain itu, pengawasan orang tua juga seringkali mulai berkurang. Remaja sering mulai diberikan kebebasan dalam mengatur pola makan. Pola makan yang tidak sehat, seperti makan tidak teratur, kebiasaan konsumsi makanan cepat saji dan makanan ringan, sering dijumpai pada remaja. Pola makan yang tidak sehat tersebut dapat meningkatkan resiko malnutrisi dan juga gigi berlubang pada remaja.
Hasil survei pada 112 siswa/siswi usia 12-13 tahun di salah satu Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) di Kecamatan Kapasan, Surabaya, menunjukkan bahwa 74,1% dari siswa/siswi tersebut mengalami gigi berlubang. Berdasarkan status gizi, sebagian besar dari siswa/siswi (64%) memiliki gizi baik (normal), 16,7% mengalami kelebihan berat badan (overweight), 11,4% mengalami kegemukan (obesitas), dan 6,1% mengalami kekurangan gizi. Masalah gigi berlubang pada siswa/siswi tersebut berhubungan dengan status gizi mereka. Semakin rendah nilai indeks massa tubuh mereka, semakin tinggi resiko untuk mengalami gigi berlubang. Indeks massa tubuh merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui status gizi yang didapatkan dari perbandingan berat badan dan tinggi badan. Semakin rendah nilai indeks massa tubuh menunjukkan status gizi yang semakin buruk.
Secara umum, hubungan antara nutrisi dan gigi berlubang bersifat timbal balik atau dua arah. Pola makan dan nutrisi dapat mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut, sebaliknya kesehatan gigi dan mulut juga dapat mempengaruhi pola makan dan nutrisi yang dikonsumsi. Pola makan yang sehat dan kaya nutrisi dapat membantu mempertahankan gigi yang kuat dan menurunkan resiko gigi berlubang. Pola makan yang sehat sangat penting untuk kesehatan gigi dan mulut.
Tingginya angka kejadian gigi berlubang pada remaja perlu mendapat perhatian, khususnya dalam kaitannya dengan status gizi. Suatu program komprehensif dibutuhkan untuk memperbaiki status gizi serta kesehatan gigi dan mulut pada remaja. Remaja perlu diedukasi mengenai pola makan yang sehat, sehingga mereka mampu memilih makanan yang yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya, termasuk memilih camilan sehat. Pola makan yang sehat akan berdampak positif pada kesehatan gigi dan mulut, serta membantu pertumbuhkembangan yang optimal dan meningkatkan kualitas hidup pada remaja.
Penulis: Dini Setyowati, drg., MPH, Ph.D
Judul artikel : Nutritional Status and Dental Caries in 12- and 13-Year-Old Adolescents in
Central Surabaya, Indonesia
Link artikel : http://www.jidmr.com/journal/wp-content/uploads/2023/06/51-D23_2117_Dini_Setyowati_Indonesia.pdf