COVID-19 adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh sindrom pernapasan akut coronavirus 2 (SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 pertama kali dilaporkan di Kota Wuhan, China Tengah, dan telah menyebar ke dua kota domestik dan beberapa negara dalam waktu singkat, dengan tingkat kematian hingga 4% di Asia Tenggara. Selama pemeriksaan, banyak tanda-tanda penanda peradangan akut tingkat tinggi yang diamati pada pasien COVID-19 yang mengalami kondisi memburuk. Namun, faktor-faktor yang menyebabkan komplikasi serius ini belum diidentifikasi. Pemeriksaan laboratorium awal dan anamnesis diperlukan untuk menentukan risiko keparahan komorbiditas yang dialami pasien COVID-19.
Serum albumin adalah agen anti-inflamasi utama dalam tubuh kita. Albumin juga bertindak sebagai pertahanan utama yang melindungi sel dari ledakan oksidatif terhadap infeksi atau peradangan. Kadar albumin serum merupakan indikator yang berperan dalam memprediksi perburukan prognosis dan kematian pada pasien COVID-19. Kadar albumin serum merupakan penanda baru yang menunjukkan inflamasi sistemik dan kematian yang dapat dihitung dengan menggunakan parameter hemogram. Penurunan kadar albumin serum dapat menyebabkan kondisi yang parah pada pasien dan menyebabkan kematian.
Dalam beberapa kasus, pasien dengan COVID-19 yang parah memiliki kadar albumin yang lebih rendah daripada pasien yang tidak parah. Selain itu, pasien dengan penurunan kadar albumin lebih cenderung memiliki hasil yang buruk. Di Indonesia, hampir tidak ditemukan penelitian terbukti yang membahas apakah kadar serum albumin dapat memprediksi prognosis yang memburuk pada pasien COVID-19, terutama bagi mereka yang memiliki penyakit penyerta dan berisiko mengalami Multi-Organ Dysfunction Syndrome (MODS). Oleh karena itu, peneliti menyelidiki hubungan kadar serum albumin saat awal masuk pada pasien COVID-19 untuk menghasilkan outcome yang dapat lebih mengembangkan penelitian tentang MODS.
Studi observasional analitik prospektif dilakukan di Ruangan Intensive Care Unit (ICU) RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, dari bulan Mei hingga Juni 2021. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang terkonfirmasi positif COVID-19 melalui real-time reverse-transcription polymerase chain reaction (RT-PCR), dengan rentang usia 19-84 tahun. Penelitian ini menggunakan serum albumin manusia yang diambil dari sampel darah. Persyaratan lain yang dicakup dalam penelitian ini adalah spuit 3 ml, mikropipet, tabung sentrifugasi 15 ml, mesin sentrifugasi, ELISA reader, microplate 96 wells, mikroskop, glass and cover slide, pH meter, peralatan fotografi dan dry incubator, dan ujung pipet (kuning).
Sebanyak 153 pasien COVID-19 direkrut untuk penelitian ini, 7 diantaranya dikeluarkan dari sampel penelitian karena tidak adanya serum albumin. Oleh karena itu, 146 pasien COVID-19 adalah peserta yang memenuhi syarat. Sebanyak 52% sampel adalah laki-laki. Pasien COVID-19 dalam penelitian ini berusia 19-84 tahun. Kelompok usia pasien yang paling umum adalah 45-64 tahun (43,2%), dengan lama rawat berkisar antara 1-50 hari pengobatan. Dispnea pada pasien COVID-19 rata-rata dialami selama tiga hari. Rata-rata kadar serum albumin pada semua sampel adalah 2,99±0,420 g/dl.
Dari 146 sampel, 121 (82,9%) mengalami MODS dengan lebih dari dua penyakit penyerta. Sebanyak 46 (31,5%) pasien meninggal selama pengobatan. Semua variabel memiliki perbedaan yang signifikan dalam kejadian berkembangnya MODS pada pasien COVID-19 (p<0,05) kecuali jenis kelamin pasien. Kadar serum albumin pada pasien COVID-19 yang menderita MODS lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak memiliki penyakit penyerta, masing-masing 2,95±0,39 vs 3,19±0,47 g/dl. Kadar serum albumin memiliki perbedaan yang signifikan dalam kejadian pengembangan MODS dan mortalitas (p=0,001). Uji Fisher Exact digunakan untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum <3,5 g/dl dengan BMI. Peneliti tidak menemukan hubungan yang signifikan antara kedua variabel dalam penelitian ini (p=0,208). Dalam analisis multivariat, BMI dan usia pasien COVID-19 juga tidak berhubungan dengan kejadian pengembangan MODS dan mortalitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien COVID-19 dengan kadar serum albumin <3. Semua variabel komorbiditas dalam penelitian ini tidak berhubungan secara signifikan terhadap kejadian langsung kematian tetapi dapat memperburuk prognosis pasien. Diabetes dan keganasan menghasilkan hubungan signifikan yang kuat dengan risiko pengembangan MODS pada pasien COVID-19 dengan nilai p masing-masing 0,001 dan 0,009.
Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu rendahnya kadar albumin serum yang terjadi pada awal masuk pengobatan memberikan hubungan yang signifikan sebagai penanda determinan pada kasus berat seperti perkembangan MODS pada pasien COVID-19. Komorbiditas pasien COVID-19, terutama kasus diabetes dan keganasan, juga mendukung perburukan outcome. Untuk itu, marker pada pemeriksaan awal dapat membantu dokter dalam memberikan pilihan pengobatan terbaik bagi pasien COVID-19, terutama dengan gejala sedang hingga berat. Studi lanjutan multicenter diperlukan untuk membandingkan kondisi pasien COVID-19, termasuk masa pengobatan awal hingga masa pasca perawatan.
Ditulis oleh: Dr. Arie Utariani, dr., SpAn., KAP
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:
Utariani A, Melanie S, Perdhana F. Serum albumin levels as a marker for multi-organ dysfunction syndrome in coronavirus disease 2019 patients: A prospective observational study. Crit Care Shock. 2022;25(4):179–88.