Polusi lingkungan merupakan isu global yang mendesak, yang menimbulkan berbagai konsekuensi serius. Termasuk perubahan cuaca ekstrem, kekeringan parah, peningkatan permukaan air laut, krisis pangan, kepunahan spesies, kerusakan keanekaragaman hayati, tingkat kematian yang tinggi, migrasi, serta kerugian ekonomi di berbagai belahan dunia. Sebagian besar masalah lingkungan, seperti pemanasan global, dapat dikaitkan dengan aktivitas manusia yang menghasilkan emisi gas rumah kaca antropogenik.
Untuk mencapai tujuan Perjanjian Iklim Paris, yang menetapkan suhu global harus tetap jauh di bawah 2°C, studi menunjukkan bahwa penggunaan bahan bakar fosil harus dipangkas hingga 40% setiap tahunnya hingga 2030, sementara pangsa energi terbarukan harus ditingkatkan hingga 60% dari total pasokan energi. Upaya ini memerlukan investasi signifikan dalam sektor energi terbarukan, yang diperkirakan mencapai sekitar $1,8 triliun.
Keseimbangan EKonomi dan Lingkungan
Namun, dengan ketergantungan ekonomi global pada sumber energi fosil, membatasi konsumsi bahan bakar fosil tanpa menimbulkan penurunan ekonomi merupakan tantangan kompleks. Oleh karena itu, penting untuk menemukan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan, yang semakin menjadi perhatian para pengambil kebijakan. Dengan mengevaluasi kerugian ekonomi akibat polusi lingkungan, analisis ini dapat berfungsi sebagai referensi krusial dalam pengambilan keputusan dan memberikan kontribusi berarti bagi literatur ekonomi lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kerusakan yang disebabkan oleh polusi lingkungan secara empiris serta memberikan analisis komprehensif tentang pengaruh teknologi lingkungan, efisiensi energi, energi terbarukan, dan pengelolaan sumber daya alam dalam konteks negara-negara OECD antara tahun 2000-2021. Investigasi biaya ekonomi akibat polusi lingkungan di negara-negara OECD menjadi isu yang signifikan karena beberapa pertimbangan.
Pertama, negara-negara OECD masih memainkan peran penting dalam produksi energi fosil global, yang mencapai 52% dari total produksi energi dunia pada 2021. Selain itu, negara-negara tersebut juga menyumbang 42,2% dari produksi listrik global pada tahun yang sama. Kedua, meskipun negara-negara OECD memiliki komitmen untuk mengatasi perubahan iklim, terdapat kekhawatiran mengenai beban ekonomi yang meningkat untuk mempertahankan penggunaan bahan bakar fosil, yang mencapai lebih dari 1,4 triliun dolar pada 2022. Ketiga, negara-negara OECD merupakan kontributor signifikan terhadap emisi CO2 atmosfer, yang mencapai sepertiga dari total emisi CO2 global pada 2020.
Percepat Dekarbonisasi
Pada tahun yang sama, emisi CO2 per individu di negara-negara OECD mencapai 8,1 metrik ton. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan strategi yang efektif guna mempercepat proses dekarbonisasi di negara-negara ini. Sehingga dapat meminimalkan risiko lingkungan dan perubahan iklim yang dihadapi secara global.
Studi ini menganalisis berbagai faktor yang memengaruhi kerusakan akibat emisi karbon, termasuk teknologi lingkungan, konsumsi energi terbarukan, pengelolaan sumber daya alam, efisiensi energi, dan PDB. Data selama 22 tahun (2000–2021) yang diperoleh dari negara-negara OECD dianalisis menggunakan Method of Moments Quantile Regression (MMQR) untuk mengevaluasi dampak variabel-variabel tersebut terhadap kerusakan lingkungan.
Kurangi Kerusakan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan sebesar 1% dalam teknologi lingkungan (environmental-related technologies) secara konsisten mengurangi kerusakan emisi karbon di negara-negara OECD sebesar 1,417% hingga 7,225%. Selain itu, terdapat hubungan positif antara PDB dan kerusakan karbon (CO2D) di semua kuantil, yang menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi meningkatkan kerusakan lingkungan OECD sebesar 4,058% hingga 10,415% untuk setiap peningkatan 1% dalam PDB.
Peningkatan 1% dalam konsumsi energi terbarukan berkontribusi pada penurunan kerusakan emisi karbon sebesar 0,098% hingga 2,444%. Sementara itu, efisiensi energi terbukti membantu mengurangi kerusakan finansial akibat emisi karbon, sedangkan pengelolaan sumber daya alam tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan. Selain itu, berbagai pengujian validitas memberikan hasil yang konsisten, mengonfirmasi bahwa temuan MMQR dapat dipercaya sebagai dasar untuk implikasi kebijakan yang relevan.
Penelitian ini memberkan beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat mendukung industri dan negara dalam melindungi lingkungan dari kerusakan akibat karbon. Hasil analisis menunjukkan bahwa teknologi terkait lingkungan (environmental-related technologies) secara signifikan berkontribusi dalam mengurangi kerusakan emisi karbon di negara-negara OECD. Mengingat aktivitas industri di negara-negara OECD memberikan kontribusi besar terhadap emisi karbon (CO2D), penerapan metode dan teknologi pengendalian lingkungan menjadi sangat penting.
Oleh karena itu, pemerintah disarankan untuk berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D) guna menerapkan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon pada sektor industri berat dan menengah. Selain itu, sektor industri perlu didorong untuk mengadopsi operasi yang lebih ramah lingkungan melalui kerja sama transfer teknologi dan program kemitraan global. Pelaksanaan program-program ini memerlukan kerangka regulasi yang ketat untuk memastikan adopsi praktik lingkungan yang lebih baik dan mempercepat proses dekarbonisasi.
Penulis: Dr Miguel Angel Esquivias Padilla MSE
Link Jurnal: https://doi.org/10.3390/su16219307Â