Universitas Airlangga Official Website

Sunat saat Bayi, Kenali Manfaat dan Risiko

(Dari kanan) moderator Made Walmiky Budi dr SpBA MKed Klin bersama Barmadisatrio dr SpBA Subsp DA (K) dalam program Dokter Edukasi (Foto: SS Youtube)

UNAIR NEWS – Sunat pada anak laki-laki lazimnya dilakukan menjelang masa pubertas. Namun, ada pula orang tua yang memilih mengkhitankan anaknya saat bayi. Hal itu memicu perdebatan mengenai kapan sebaiknya sunat dilakukan?

Dosen Program Studi Ilmu Bedah Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (UNAIR) Barmadisatrio dr SpBA Subsp DA (K) menjelaskan sunat atau sirkumsisi adalah tindakan pembuangan sebagian kulit ujung penis (kulup). Menurut dr Barma, secara medis tidak ada batasan usia untuk laki-laki berkhitan. 

“Jadi sunat sesuai indikasi medis, umur berapapun bisa, meski bayi atau dewasa dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko. Namun, apabila ada kontraindikasi seperti kelainan bentuk penis pada bayi, maka tidak bisa melakukan sunat,” kata dr Barma dalam program Dokter Edukasi, Jumat (26/5/2023).

Ia menerangkan bahwa tindakan sunat dapat menjadi solusi pada bayi yang mengalami kesulitan buang air kecil akibat infeksi saluran kemih. Selain itu, sunat memiliki manfaat untuk menurunkan risiko penyakit menular.

Dua Metode Sirkumsis

Lanjut dr Barma, terdapat dua metode sirkumsisi yang umum yaitu dengan alat dan tanpa alat. Sirkumsisi dengan alat bisa menggunakan metode konvensional, klamp, stapler, hingga laser yang mana masing-masing alat mempunyai keunggulan sendiri.

“Jadi untuk metode khitan apapun yang penting sesuai dengan kondisi dan keahlian dari yang melakukan. Kalau alatnya memang tepat, insyaAllah risikonya sangat kecil,” tutur dokter spesialis bedah anak itu.

Risiko yang sering terjadi adalah nyeri bekas tindakan hingga bengkak pada penis yang menurut dr Barma merupakan hal wajar. Mengingat proses penyembuhan setelah khitan membutuhkan waktu sekitar lima hari.

Sementara untuk risiko jangka panjang, lanjutnya, dapat menimbulkan penis pendarahan bahkan infeksi akibat prosedur sunat yang tidak sesuai dengan standar medis. Pemicu infeksi tersebut bisa oleh kontaminasi dari kotoran bayi yang tidak bersih. Oleh karena itu, ia menyarankan bagi orang tua agar senantiasa menjaga kebersihan alat kelamin bayi.

“Memang setelah tindakan harus menjaga kebersihan. Maksudnya di sini, ketika kencing dibersihkan sampai kering dan jangan dibiarkan popoknya tidak diganti,” imbuh dr Barma.

Pada akhir, ia menekankan boleh melakukan sunat saat bayi, selama bayi tidak mengalami komplikasi. “Sunat pada bayi adalah hal yang aman selama tidak ada kontraindikasi dan pengerjaannya oleh tenaga ahli dengan metode yang tepat,” pungkas dokter yang berpraktik di Rumah Sakit Mitra Keluarga Surabaya itu.

Penulis: Sela Septi Dwi Arista

Editor: Nuri Hermawan

Baca Juga: Kontribusi Alumnus UNAIR di SEA Games, Capai Target Perolehan Emas Nasional