Indonesia ini saking besar dan luasnya hampir sama dengan jarak London ke Rusia atau pantai barat (West Coast) ke pantai timur (East Coast) di Amerika Serikat sehingga tidak semua penduduknya pernah mengunjungi daerah di luar propinsinya atau mengetahui potensi yang dimiliki suatu daerah di propinsi lain. Ketika saya menulis artkel di GNFI tentang potensi Kabupaten Blitar Jawa Timur yang memproduksi 10,5 juta butir telur setiap hari dan men-supply-nya ke Jakarta dan propins-propinsi lain, ada banyak teman (yang juga orang Jawa Timur) yang baru tahu potensi ekonomi seperti itu yang dimiliki Blitar.
Demikian pula potensi sapi di Jawa Timur ini menurut Kementrian Pertanian adalah merupakan sentra sapi di Indonesia dengan jumlah populasi sapi terbesar 4,9 juta ekor, disusul Jateng 1,8 juta ekor, Sulsel 1,4 juta, NTB 1,3, dan NTT 1,2 juta ekor. Secara umum, jumlah populasi sapi di Indonesia tahun 2021 adalah 18.053.710 ekor.
Khusus kalau kita bahas potensi daerah NTB misalnya, tidak banyak yang tahu bahwa propinsi Nusa Tenggara Barat ini pada tahun 1960-70’an pernah mengekspor sapi ke Hongkong dan Singapura karena memiliki potensi ternak sapi dan kerbau yang banyak. Sehingga NTB disebut sebagai Bumi Sejuta Sapi. Sebaran populasi ternak sapi potong bervariasi di NTB. Mulai dari Kota Mataram – yang terkecil sampai ke Kabupaten Sumbawa, Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Dompu, Kabupaten dan Kota Bima, Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Lombok Utara.
Namun seiring dengan perkembangan ekonomi nasional dewasa ini permintaan akan daging meningkat. Karena itu harus dipenuhi dari impor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor daging sapi Indonesia senilai US$785,1 5 juta dengan volume 211,43 ribu ton pada 2021. Berdasarkan nilainya, impor daging sapi mengalami kenaikan 26,51 persen dari tahun 2020 yang sebesar US$585,99 juta. Sedangkan, volume impor daging sapi tercatat naik 33,76 persen dibandingkan setahun sebelumnya. Pada 2020, volume impor daging sapi ke Indonesia hanya sebesar 167,13 ribu ton.
Nilai impor daging sapi setelahnya meningkat hingga mencapai US$690 juta dengan volume 167,13 ribu ton pada 2019. Hanya saja, pandemi Covid-19 membuat impor daging sapi kembali anjlok pada 2020. Seiring dengan melandainya pandemi Covid-19 pada 2021, impor daging sapi kembali naik. Bahkan, angkanya merupakan yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir.
Adapun nilai impor daging sapi Indonesia paling banyak dari India pada 2021, yakni US$288,45 juta dengan volume 84,95 ribu ton. Posisinya disusul oleh Australia dengan nilai impor daging sapi sebesar US$284,58 juta dan volume 84,22 ribu ton. Brasil menempati posisi ketiga dengan nilai impor daging sapi sebesar US$86,12 juta dan volume 15,91 ribu ton. Sedangkan, nilai impor daging sapi dari Amerika Serikat sebesar US$74,78 juta dengan volume 12,90 ribu ton.
Sahabat saya Cak M. Chairul Arifin alumni FKH UNAIR yang sekarang sudah purna bhakti dari Kementrian Pertanian RI pernah mengatakan pada saya bahwa impor daging sapi selama ini jumlahnya ekivalen dengan sekitar 1,5 juta ekor sapi pertahun. Suatu jumlah yang sangat besar.
Karena itu, potensi besar yang dimiliki propinsi-propinsi sentra sapi di atas sebagai pen-supply daging sapi memang harus mendapatkan perhatian pemerintah secara seksama karena para peternak di wilayah-wilayah ini secara umum masih tradisional, tidak seperti ranch di negara-negara maju karena para peternak itu menempatkan ternaknya di padang rumput. Para peternak itu juga menjadi price taker bukan price maker karena ketika memerlukan dana pada saat menjelang hari lebaran, atau haji atau pendaftaran sekolah, para peternak itu menjualnya dengan harga murah ke tengkulak.
Selain itu, harga daging di tempat lain menjadi mahal karena jalur distribusi yang panjang dan mengakibatkan biaya transportasinya jadi mahal. Mungkin perlu ada subsidi khusus dari pemerintah daerah untuk mengurangi biaya transportasi itu. Tidak kalah penting adalah perlunya pembinaan tentang gizi, penyakit ternak, kebersihan, informasi pasar, dan sebagainya. Dalam hal ini pemerintah propinsi di wilayah-wilayah sentra bisa menggandeng perguruan tinggi untuk mengembangkan potensi agar bangsa ini bisa swasembada di bidang pangan khususnya daging sapi. Hal ini juga merupakan tantangan bagi para Ksatria Airlangga khususnya di Fakultas Kedokteran Hewan.