Universitas Airlangga Official Website

Tantangan Indonesia dalam Menghadapi Penyakit Tidak Menular

Foto oleh honestdocs.id

Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu tantangan kesehatan terbesar di abad ke-211 dan telah menjadi perhatian global baik di negara berkembang maupun negara maju. PTM menyebabkan kejadian pada 41 juta dari 57 juta kematian (71%) dan terdiri dari penyakit kardiovaskular (44%), kanker (9%), penyakit pernapasan kronis (9%), diabetes (4%), dan 75% kematian dini (kematian pada usia 30-69 tahun) di dunia. Data di Indonesia menunjukkan bahwa PTM sebagai penyebab utama kematian pada tahun 2016. PTM bertanggung jawab atas 73% kematian di Indonesia dengan proporsi diantaranya penyakit kardiovaskular (35%), kanker (12%), penyakit pernapasan kronis (6%), diabetes (6%), dan risiko kematian dini lebih dari 20%. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian PTM harus menjadi perhatian.

Indonesia mengalami perkembangan teknologi yang pesat, perubahan lingkungan, dan pergeseran gaya hidup dari kehidupan tradisional ke modern. Perkembangan dan pergeseran tersebut telah mengubah pola penyakit di masyarakat yang saat ini didominasi oleh PTM. Perubahan trend penyakit juga diikuti dengan pergeseran pola penyakit. Sebelumnya, PTM lebih banyak ditemukan pada orang tua. Saat ini prevalensi penyakit semakin meningkat pada kelompok usia 10–14 tahun, dan penyakit terbanyak adalah stroke, penyakit jantung, dan diabetes. Jika kecenderungan PTM pada anak tidak dikendalikan, upaya pemerintah untuk menghasilkan generasi yang sehat akan sulit dicapai, apalagi pada tahun 2030–2040, Indonesia diperkirakan akan menghadapi bonus demografi dimana usia produktif mendominasi jumlah penduduk. Dengan demikian, pencegahan berperan penting dalam mengurangi risiko PTM.

Sebagian besar PTM disebabkan oleh faktor yang dapat dicegah dan dimodifikasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membuat target untuk menurunkan PTM dengan mengendalikan faktor risiko perilaku (konsumsi alkohol, tembakau, garam, dan aktivitas fisik) dan faktor risiko metabolik (obesitas dan tekanan darah). Sementara itu, program pemerintah Indonesia untuk mengurangi konsumsi garam, gula, lemak, alkohol, dan tembakau, meningkatkan aktivitas fisik, dan istirahat yang cukup yang dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional pengendalian PTM. Berdasarkan global dan kebijakan nasional, salah satu komponen penting dalam pencegahan PTM adalah pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan fisiologis.

Studi sebelumnya menyebutkan bahwa pengobatan prediktif, preventif, dan personalisasi (PPPM) dapat menjadi solusi untuk PTM. PPPM, sebuah konsep integratif baru dalam perawatan kesehatan, memungkinkan prediksi kecenderungan seseorang untuk suatu penyakit sebelum bermanifestasi, penyediaan intervensi pencegahan terfokus, dan pengembangan algoritme pengobatan individual untuk pasien PTM. Untuk bertahan dalam prediksi PTM, diperlukan prognosis algoritme pengobatan dan efisiensi, diagnosis dini, penilaian risiko, dan skrining inovatif. Sedangkan pencegahan dimulai dari peningkatan pendidikan kesehatan masyarakat, pencegahan potensi komplikasi yang terarah, dan penatalaksanaan pengobatan yang efektif. Selain itu, algoritme pengobatan yang disesuaikan dengan individu, pemantauan dan prognosis terapi yang dipersonalisasi, dan profil pasien yang dipersonalisasi diperlukan untuk perawatan medis yang dipersonalisasi.

Salah satu solusi pencegahan PTM adalah dengan mengendalikan faktor risiko. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa faktor risiko PTM adalah perilaku, metabolisme, dan sosiodemografi. Pemerintah Indonesia harus memperhatikan pencegahan dan penanganan PTM. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi, tidak dapat dimodifikasi, dan fisiologis merupakan penyebab PTM yang paling signifikan di Indonesia dan perlu ditangani.

Pemanfaatan kesehatan dan kolaborasi lintas antara petugas kesehatan, pemerintah, dan masyarakat harus dilakukan melalui advokasi, kemitraan, promosi kesehatan, langkah-langkah deteksi dini, dan manajemen PTM. Namun, program tersebut harus mempertimbangkan budaya lokal, kepercayaan, dan perbedaan daerah. Petugas kesehatan, terutama perawat, harus bekerja sama dengan otoritas publik setempat untuk mengedukasi populasi sasaran untuk mengoptimalkan skrining, pengendalian, serta manajemen dan pengobatan PTM. Selain itu, hasil penelitian ini akan menjadi informasi penting untuk kebijakan dan intervensi lebih lanjut untuk mempromosikan PPPM sebagai saran baru tentang PTM.

Penulis: Rifky Octavia Pradipta, S.Kep., Ns., M.Kep

Link: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/36213176/