Universitas Airlangga Official Website

Tata Kelola Berbasis Stakeholder dalam Penanganan Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak

Ilustrasi oleh Jovee

Jumlah kekerasan dalam rumah tangga telah meningkat. Sementara itu, hingga saat ini belum memungkinkan untuk mengidentifikasi kelompok pemangku kepentingan yang terlibat dan perlu dilibatkan dalam memberikan solusi untuk mencegah dan mengelola korban kekerasan. Sistem tata kelola berbasis stakeholder dapat dipertimbangkan untuk mengelola korban kekerasan baik secara preventif, kuratif maupun rehabilitatif.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tata kelola berbasis pemangku kepentingan untuk menangani korban kekerasan terhadap perempuan dan anak. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2T-PPA) Jawa Timur yang telah memiliki dan menerapkan tata kelola berbasis stakeholder. Data dikumpulkan melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan metode analisis data kualitatif.

Illustration of sexual violence against children. (Source: TirtoID)

FGD melibatkan perwakilan dari masing-masing pemangku kepentingan dalam pengelolaan korban kekerasan terhadap perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem tata kelola berbasis stakeholder mampu mengatasi berbagai hambatan komunikasi, koordinasi, dan sinergi dalam menangani korban dengan lebih cepat, akurat, dan komprehensif.

Studi ini menyimpulkan bahwa tata kelola berbasis pemangku kepentingan bagi perempuan dan anak merupakan pendekatan terbaik karena mampu mengintegrasikan semua pihak terkait, terutama jika didukung oleh teknologi deteksi dini dengan memperlakukan kondisi trauma korban secara kuratif dan rehabilitatif.

Tata kelola berbasis pemangku kepentingan bagi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak muncul dalam aksi bersama namun terintegrasi melalui fungsi, kegiatan dan peran masing-masing pihak. Dengan tata kelola berbasis stakeholder, fokus utama penanganan korban berorientasi pada kuratif (penyembuhan) dan rehabilitasi (recovery) sehingga korban dapat kembali hidup normal.

Untuk mencegah kasus serupa berulang, pemerintah perlu berorientasi pada tindakan promotif dan preventif. Pendekatan yang lebih integratif perlu dilakukan dengan mempertimbangkan pendekatan yang lebih preventif melalui penggunaan teknologi deteksi dini. Dokter, psikiater, psikolog, masyarakat dan aparat penegak hukum (kepolisian) merupakan stakeholder utama dalam menangani kondisi trauma korban kekerasan terhadap perempuan dan anak secara kuratif dan rehabilitatif. Sementara itu, lembaga yang terkait dengan pengembangan teknologi merupakan stakeholder yang perlu diperhatikan dalam menciptakan teknologi tepat guna untuk penanganan korban.

Penelitian ini memberikan gambaran tentang fungsi, kegiatan dan peran masing-masing pemangku kepentingan yang terlibat dalam menangani korban kekerasan terhadap perempuan dan anak secara holistik dan terintegrasi.

Hasil penelitian ini sangat relevan dengan upaya peningkatan kontrol atas perilaku menyimpang dalam masyarakat yang dapat memicu tindak kekerasan dalam keluarga. Integrasi pendekatan sosial (stakeholder-based governance) untuk tindakan kuratif dengan pendekatan berbasis teknologi untuk mendeteksi potensi kasus kekerasan sehingga dapat dicegah sejak dini dan mengurangi jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Penelitian ini diharapkan dapat berdampak pada pengembangan teori tata kelola berbasis stakeholder dengan menambahkan unsur teknologi tepat guna dalam mendeteksi munculnya kasus kekerasan sejak dini. Penelitian juga berdampak pada praktik dalam menangani korban kekerasan dalam rumah tangga dengan pendekatan yang lebih terintegrasi. Namun, tidak ada gading yang tidak retak, yang berarti bahwa penelitian ini memiliki keterbatasan. Yang melemahkan penelitian ini adalah hanya dilakukan di satu wilayah dan berlokasi di satu institusi namun memiliki jejaring dengan berbagai pemangku kepentingan.

Penulis: Prof. Dr. Jusuf Irianto, Drs., M.Com