Universitas Airlangga Official Website

Tata Letak Katoda dalam Sediment Microbial Fuel Cell (SMFC) Mempengaruhi Produksi Listrik dan Penyisihan Polutan

Tata Letak Katoda dalam Sediment Microbial Fuel Cell (SMFC) Mempengaruhi Produksi Listrik dan Penyisihan Polutan
sediment microbial fuel cell (sumber: freepik)

Sistem SMFC efektif menyisihkan polutan dan menghasilkan listrik secara bersamaan (Kabutey, 2019). Namun, keterbatasan transfer massa dalam sedimen mengurangi kemampuan SMFC untuk menghasilkan bioelektrik (Touch, 2014). Beberapa penelitian telah dilakukan tentang katoda udara untuk meningkatkan kinerja SMFC sekaligus mengurangi biaya (Matsena, 2021). Katoda udara meningkatkan ketersediaan oksigen terlarut pada katoda dan mengurangi resistensi katodik (Anjum, 2021). Dengan struktur yang sederhana dan pemanfaatan langsung oksigen atmosfer sebagai akseptor elektron, katoda udara dianggap sebagai solusi yang praktis dan berkelanjutan (Matsena, 2021).

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa jarak yang lebar antar elektroda memiliki resistansi internal yang lebih tinggi (Gonzalez-Gamboa’, 2018). Meskipun berbagai desain jarak atau posisi elektroda telah dilakukan, sistem katoda udara lebih efektif mengatasi masalah jarak besar antara anoda dan katoda. Penelitian sebelumnya menyarankan pengurangan jarak elektroda untuk mengurangi resistensi internal, tetapi hal ini mungkin tidak sesuai untuk penerapan sistem SMFC di wilayah pesisir. Dalam penelitian ini, posisi anoda akan tetap, sementara posisi katoda menyesuaikan. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji dampak dari katoda udara terendam dan sumbu terhadap pembangkitan bioelektrik dan penyisihan polutan dari sedimen di SMFC. Dalam mengkaji kinerja bioelektrik SMFC akan berdasarkan output tegangan sel, kepadatan daya maksimum, resistansi internal, dan penyisihan polutan.

SMFC-CW bekerja lebih baik

Pembuatan empat reaktor SMFC dengan desain yang serupa, tetapi dengan posisi katoda yang berbeda. SMFC-C1 (1 cm dari permukaan atas sedimen); SMFC-C5 (5 cm dari permukaan atas sedimen); SMFC-C10 (10 cm dari permukaan atas sedimen); dan SMFC-CW (10 cm dari permukaan atas sedimen dan sebagian terendam dalam air serta terkena udara).

Hasil penelitian menunjukkan SMFC-CW memiliki kinerja yang lebih baik daripada SMFC lainnya. SMFC-CW memiliki kerapatan arus tertinggi, berkisar antara 34 hingga 117 mA/m². Kinerja meningkat ketika sebagian katoda terkena udara, yang memungkinkan lebih banyak oksigen mencapai permukaan katoda dan mempercepat laju konsumsi elektron karena pasokan oksigen yang terus menerus dari atmosfer (Zhang, 2019). SMFC-C1 menunjukkan densitas daya tertinggi sebesar 24,1 mW/m2, tetapi mengalami lonjakan kinerja yang tiba-tiba, yang menyebabkan penurunan drastis pada tegangan, arus maksimum, dan densitas daya. Hal ini mengakibatkan pasokan elektron tidak mencukupi untuk memenuhi permintaan elektron. Sedangkan, SMFC-CW menunjukkan kerapatan arus tertinggi sebesar 236,4 mA/m2 yang menunjukkan kehilangan konsentrasi terendah yang diakibatkan oleh terbatasnya laju transportasi massa.

SMFC-CW dapat meningkatkan kinerja dengan perbedaan pH yang besar (pH anodik 7.2; pH katodik 8.5). Perbedaan pH yang besar meningkatkan pembangkitan bioelektrik karena pH anodik yang mendekati netral dapat mendukung aktivitas mikroba. Ini meningkatkan aliran proton ke katoda, mengurangi resistansi internal, dan meningkatkan laju ORR katodik, sehingga memaksimalkan kinerja SMFC (Jadhav, 2009).

Penelitian ini menunjukkan bahwa penyisihan DIN tidak berhubungan langsung dengan pembangkitan bioelektrik dan penyisihan DIN menentukan system SMFC yang efektif memicu Penurunan PO4-P. Pada SMFC-CW menunjukkan bahwa kombinasi katoda udara dan sistem SMFC memperkuat aliran elektron dan reaksi oksidatif dalam sedimen. Singkatnya, penggunaan katoda udara terendam dalam SMFC secara signifikan mengurangi resistansi internal terlepas dari jarak elektrode yang lebih pendek. Kinerja SMFC-CW terbaik karena ketersediaan oksigen langsung di air permukaan, yang meningkatkan kinerja SMFC.

Penulis: Nur Indradewi Oktavitri

Link: https://doi.org/10.1016/j.fuel.2024.131438

Baca juga: Manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai Kandidat Antiretroviral terhadap Infeksi HIV-1