Hemangioma kapiler lobular (HKL) adalah lesi pembuluh darah yang jinak yang merupakan respons terhadap iritasi konstan atau trauma ringan yang memicu pertumbuhan berlebih dari mukosa mulut. HKL dapat dipicu oleh kebersihan mulut yang buruk, infeksi lokal, hormon steroid, menggigit pipi atau bibir kebiasaan, dan konsumsi obat steroid. HKL dapat ditemukan pada berbagai usia namun lebih sering terlihat pada anak-anak dan dewasa muda. Lesi ini terjadi pada usia rata-rata 6 sampai 10 tahun tahun, dengan 1:1,5 dominasi perempuan sedikit lebih banyak terkena daripada laki-laki.
Lesi lebih banyak pada rahang atas daripada pada rahang bawah, dan daerah anterior lebih sering terpengaruh daripada yang posterior. HKL dapat terjadi pada kulit atau mukosa. Lesi pada kulit lebih umum daripada lesi pada mukosa rongga mulut. Gingiva paling sering terkena 75% dari semua kasus. HKL biasanya muncul tanpa gejala, tanpa rasa nyeri, lesi eksofitik tunggal dengan diameter yang bervariasi dari beberapa milimeter untuk lesi kecil hingga beberapa sentimeter untuk lesi yang lebih besar kemudian berkembang perlahan atau cepat selama beberapa minggu ke bulan. Warnanya dapat bervariasi dari merah muda, merah hingga kemerahan-coklat atau ungu tergantung pada usia lesi. Permukaannya halus kadang berlobus dan rapuh. HKL mudah berdarah dengan trauma ringan sekalipun. Banyaknya variasi klinis mempersulit penentuan diagnosis pasti dan membutuhkan metode diagnostik berbeda sebelum menentukan pengobatan yang optimal.
Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun datang ke Klinik Kedokteran Gigi Anak Rumah Sakit Umum Haji Surabaya-Jawa Timur dengan keluhan utama bengkak kecil tanpa rasa sakit di bibir kanan atasnya mukosa yang terkadang berdarah. Pasien anak tersebut tidak memiliki riwayat medis dan riwayat keluarga dengan kelainan yang sama, pemeriksaan fisik umum mengungkapkan tidak ada kelainan. Pasien memiliki kebersihan mulut yang buruk dan kebiasaan menggigit bibir. Pada pemeriksaan rongga mulut kunjungan pertama tampak soliter 3mm exophytic papul dengan permukaan halus berwarna merah. Diagnosis dilakukan dengan mengamati tanda dan riwayat klinis, keadaan sistemik pasien, serta faktor lokal yang dapat merangsang jaringan respons. Diagnosis klinis harus selalu dikonfirmasi dengan pemeriksaan histologis.
Pada kunjungan kedua, seminggu dari kunjungan pertama, lesi berubah menjadi benjolan bernanah, berukuran 5 mm, berwarna putih dengan permukaan berlobus. Lesi diduga dari gigi terdekat yang syarafnya telah mati. Pencabutan gigi nekrosis tersebut dilakukan di kunjungan ketiga. Setelah ekstraksi gigi, lesi tersebut masih ada dengan konsistensi keras bertangkai. Walaupun pasien menyangkal adanya riwayat trauma pada bagian atas bibir dan kebiasaan menggigit bibir atas, dari pengamatan operator, pasien secara tidak disadari menggigit bibir dan lesi.
Pada minggu ke-4, FNAB diambil dari lesi untuk menetapkan sementara diagnosis sebagai persiapan untuk pembedahan eksisi untuk memastikan bahwa tidak ada keganasan di lesi karena ukuran lesi itu progresif. Hasil FNAB tumor fibrohistiokistik yang tidak berbahaya. Tes darah pelengkap, lengkap jumlah darah, tingkat sedimentasi eritrosit, dan radiografi bidang paru juga dilakukan dan hasilnya dalam batas normal dan tidak ada kemungkinan penyakit infeksi non-gigi dan sebagai persiapan pembedahan eksisi di dengan anestesi umum.
Nodul diangkat dengan eksisi bedah menggunakan elektrokauter dan dijahit di bawah umum anestesi karena pasien tidak kooperatif. Jaringan yang dipotong dikirim untuk pemeriksaan histologi. Satu minggu pasca operasi, tidak ada keluhan dari pasien. Luka bedah sembuh dengan baik dan jahitannya dilepas.
Dalam kasus ini, kebiasaan menggigit bibir dan kebersihan mulut yang buruk adalah kemungkinan etiologi. Kedua hal tersebut memicu dan meningkatkan lesi pembesaran sekaligus. Menggigit bibir memberikan rangsangan terjadinya proliferasi berlebihan tipe vaskular dari jaringan ikat. Kebersihan mulut yang buruk memicu invasi mikroorganisme nonspesifik.
Perawatan HKL terdiri dari konservatif eksisi bedah sebagai pengobatan yang paling umum. Pada pasien yang tidak kooperatif, membutuhkan lebih banyak upaya manajemen perilaku dan perawatan bedah eksisi dipilih di bawah anestesi umum. Penggunaan electrocuter untuk meminimalkan pendarahan menjadi lebih baik penyembuhan luka.
Penulis: Udijanto Tedjosasongko, drg., Sp.KGA., Ph.D.
Link Jurnal: https://scholar.unair.ac.id/en/publications/management-of-lobular-capillary-hemangioma-on-upper-lip-aggravate