Universitas Airlangga Official Website

Terapi Potensial bagi Penderita Dermatitis Atopik dengan Penghambat Janus Kinase

Dermatitis atopik, juga dikenal sebagai eksim atopik, adalah kondisi kulit kronis yang umumnya terjadi pada masa kanak-kanak, tetapi juga dapat mempengaruhi orang dewasa. Pada dermatitis atopik, kulit menjadi merah, gatal, dan kering. Salah satu gejala utama dermatitis atopik adalah gatal yang parah. Ini dapat menjadi sangat mengganggu dan mengganggu tidur dan kualitas hidup penderita. Dermatitis atopik sering mengalami siklus peradangan yang dapat memburuk dan membaik dari waktu ke waktu. Ini dapat diperburuk oleh faktor-faktor seperti stres, alergen, cuaca, dan iritasi kulit.

Penderita dermatitis atopik cenderung memiliki gangguan pada fungsi barier kulit yang mengakibatkan kehilangan kelembaban dan kemampuan kulit untuk melindungi diri dari iritan dan alergen. Tatalaksana dari dermatitis atopik melibatkan pendekatan yang beragam. Ini bisa termasuk penggunaan krim atau salep kortikosteroid untuk mengurangi peradangan, serta pelembap untuk menjaga kelembaban kulit. Salep penghambat kalsineurin, kortikosteroid dan/atau PDE-4 merupakan pengobatan yang dapat diberikan untuk dermatitis atopik dalam kondisi akut. Fototerapi dan obat imunosupresan mungkin berguna pada kasus dermatitis atopik dengan gejala sedang-berat. Meskipun ada beberapa pilihan farmakologis untuk pengobatan dermatitis atopik, pengendalian penyakit masih menimbulkan sejumlah kendala.

Perjalanan penyakit dermatitis atopik masih menjadi pertanyaan bagi para pakar. Namun, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa gangguan imunologi dan gangguan sawar kulit berperan dalam perjalanan penyakitnya. Temuan yang paling penting adalah gangguan sawar kulit, yang berperan sebagai pelindung fisik. Kekurangan protein-protein penting penyusun lapisan sawar kulit dapat membuat alergen dan mikroorganisme lebih mudah masuk ke kulit dan menyebabkan peradangan.

Terapi untuk dermatitis atopik dapat bervariasi tergantung pada tingkat keparahan gejalanya dan respons individu terhadap pengobatan. Belakangan ini muncul modalitas terapi baru untuk pengelolaan DA, seperti suplementasi probiotik dan penghambat (inhibitor) Janus Kinase (JAK) yang mulai dipertimbangkan efeknya pada pasien dermatitis atopik. Penghambat JAK dikenal dapat meringankan gejala dermatitis atopik yaitu mengurangi rasa gatal dan jumlah lesi peradangan pada kulit.

Penghambat JAK memiliki tindakan imunomodulator, antiproliferatif, dan antiinflamasi sehubungan dengan aktivitas JAK. Beberapa penghambat JAK telah dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir. Tofacitinib dan peficitinib adalah contoh penghambat JAK yang kurang selektif. Penghambat JAK yang selektif yaitu upadacitinib (penghambat JAK1), abrocitinib (penghambat JAK1), dan deucravacitinib (penghambat TYK2). Dengan menghambat transfosforilasi reseptor JAK, fosforilasi dan dimerisasi STAT (transduser sinyal dan aktivator transkripsi) juga dapat dicegah. Akibatnya, respon inflamasi keseluruhan ditekan dan kemampuan dimerisasi STAT untuk beroperasi sebagai faktor transkripsi sel-sel peradangan terhambat.

Penghambat JAK adalah modalitas terapi baru yang menjanjikan untuk pengobatan dermatitis atopik. Penghambat JAK telah terbukti efektif dalam berbagai penelitian, baik sebagai terapi tunggal atau diberikan bersamaan dengan kortikosteroid untuk mengurangi gejala dermatitis atopik dalam jangka panjang. Meskipun didapatkan hasil yang menjanjikan pada pasien dermatitis atopik, penelitian lebih lanjut melalui fase uji klinis diperlukan untuk mengevaluasi aspek manfaat dan keamanan penghambat JAK pada kasus dermatitis atopik.

Sampai saat ini, beberapa penghambat JAK seperti delgocitinib, ruxolitinib, abrocitinib, dan baricitinib, telah memasuki uji klinis fase III dengan hasil yang memuaskan. Kajian penghambat JAK pada berbagai penyakit lain, baik pada bidang dermatologi dan non-dermatologi, memberikan hasil yang menjanjikan pula. Beberapa penghambat JAK juga telah disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat sebagai salah satu pilihan terapi yang dapat digunakan pada penyakit autoimun.

Penulis : Sylvia Anggraeni, dr., Sp.KK(K), FINSDV

Informasi lengkap dari artikel ini dapat diunduh pada:

https://www.jpad.com.pk/index.php/jpad/article/view/2247