Universitas Airlangga Official Website

Tingkatkan Pemahaman Kriteria Peresepan Obat, CoE PSQ UNAIR Gelar Lokakarya Kefarmasian

Shah Faishal, Pharm-D MS saat memberikan pemaparan materi lokakarya, Rabu (17/1/2024) (Foto: Dok. Panitia)
Shah Faishal, Pharm-D MS saat memberikan pemaparan materi lokakarya, Rabu (17/1/2024) (Foto: Dok. Panitia)

UNAIR NEWS – Pemberian resep obat pada pasien geriatri merupakan tantangan kompleks. Perlu adanya pertimbangan cermat antara manfaat dan bahaya yang berpotensi muncul saat konsumsi obat. Sebagai bentuk pelatihan, Center of Excellence for Patient Safety and Quality (CoE PSQ) Universitas Airlangga (UNAIR) menggelar lokakarya bertajuk “How to Use Beer’s Criteria and STOPP/START Criteria for Prescription Evaluation”. Lokakarya tersebut menghadirkan Mahasiswa Doktoral Fakultas Farmasi UNAIR, Shah Faishal, Pharm-D MS.

Faishal menjelaskan bahwa prescribing atau peresepan merupakan proses sistematis dalam mengidentifikasi dan menghentikan obat-obatan ketika potensi bahaya lebih besar daripada manfaat. “Proses ini berada di bawah pengawasan profesional kesehatan. Tujuannya untuk mengelola sekaligus meningkatkan kinerja seorang apoteker,” jelasnya, Rabu (17/1/2024).

Shah Faishal, Pharm-D MS saat memberikan pemaparan materi lokakarya, Rabu (17/1/2024) (Foto: Dok. Panitia)

Dalam memberikan peresepan, ada beberapa kriteria tertulis yang berguna dalam proses identifikasi ketidaktepatan penggunaan obat. Salah satunya adalah kriteria BEERS, yaitu kriteria eksplisit untuk mengidentifikasi ketidaktepatan penggunaan obat pada pasien geriatri.

Lebih lanjut, Faishal menerangkan bahwa dalam penerapan kriteria BEERS perlu ada pengkajian kualitas bukti hasil identifikasi obat maupun kondisi pasien. “Apakah terbukti obat-obatan itu memang harus dihindari? Bukti tersebut ada tiga tingkatan, yakni bukti dengan kualitas tinggi, sedang, dan rendah,” jelasnya.

Akan tetapi, kata Faishal, dalam kriteria BEERS, obat-obatan yang berpotensi tidak tepat bukan berarti mutlak tidak tepat. Oleh karena itu, ia mengimbau pada para pasien untuk tetap melakukan cek mandiri terkait keamanan konsumsi obat-obatan. “Jangan berhenti minum obat hanya karena ada dalam kriteria BEERS. Namun, bicarakan dulu dengan dokter, perawat, atau apoteker. Pelajari tentang semua obat yang akan kalian minum, dan beritahu dokter jika merasa ada efek samping atau masalah lain,” jelasnya.

Selain kriteria BEERS, Faishal juga menerangkan tentang kriteria STOPP START. Kriteria ini merupakan alat untuk mengidentifikasi pengobatan dengan risiko lebih besar daripada manfaat pada pasien geriatri. Dalam mekanismenya, kriteria STOPP/START melalui proses evaluasi bersama dengan kriteria BEERS. 

Kriteria STOPP/START, sambung Faishal, telah tervalidasi khususnya pada pasien geriatri dengan usia lanjut. Kendati demikian, perlu adanya proses uji dan penilaian secara klinis untuk memutuskan apakah seseorang termasuk lansia dalam hal efek samping pengobatan. “Penggunaan kriteria ini telah tervalidasi pada pasien berusia 65 tahun ke atas tetapi masih perlu penilaian klinis. Tujuannya untuk menilai apakah seseorang termasuk lansia atau tidak juga untuk meminimalkan efek samping dari pengobatan,” tegasnya.

Penulis: Yulia Rohmawati

Editor: Feri Fenoria