Pengobatan tuberkulosis (TB) yang kompleks dan jangka panjang seringkali menimbulkan banyak permasalahan baru pada proses pengobatannya. Di tengah tantangan penanganan tuberkulosis (TB) yang kompleks, keselamatan pasien menjadi prioritas utama. Salah satu isu krusial yang sering terjadi selama pengobatan TB adalah drug-related problems (DRPs) atau masalah yang berkaitan dengan obat, seperti efek samping, ketidaksesuaian dosis, hingga ketidakpatuhan pasien terhadap regimen pengobatan. Gagalnya penanganan DRPs bukan hanya berdampak pada rendahnya tingkat kesembuhan, tetapi juga berisiko menyebabkan resistensi obat.
Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan oleh peneliti dari Fakultas Farmasi Universitas Airlangga menunjukkan bahwa pendekatan berbasis telecare yang melibatkan kolaborasi tenaga kesehatan lintas profesi dapat menekan angka kejadian DRPs secara signifikan. Studi ini dilakukan melalui uji klinis terkontrol acak terhadap 110 pasien TBC rawat jalan di sebuah RS di Surabaya.
Dalam penelitian tersebut, kelompok intervensi mendapatkan layanan telecare berupa edukasi, pengingat minum obat, serta pemantauan berkala oleh tim yang terdiri atas dokter, apoteker, dan perawat. Hasilnya, angka kejadian DRPs menurun drastis, terutama pada kategori efek samping obat (p=0,040), interaksi obat (p=0,004), dan ketidakpatuhan pasien (p=0,008).
Pendekatan ini menunjukkan potensi dalam membantu pengelolaan pengobatan TBC secara lebih menyeluruh. Pendekatan ini juga dinilai lebih adaptif dengan situasi pascapandemi. Telecare memungkinkan pelayanan kesehatan tetap berjalan tanpa tatap muka langsung, sekaligus mengurangi hambatan geografis bagi pasien di wilayah terpencil. Namun implementasi di lapangan tetap membutuhkan kesiapan infrastruktur, pelatihan tenaga kesehatan, dan dukungan kebijakan.
Meski hasilnya terlihat menjanjikan, peneliti menyatakan bahwa pendekatan ini belum bisa diterapkan secara luas tanpa pengujian lebih lanjut. Studi ini dilakukan di satu rumah sakit dengan jumlah sampel terbatas, sehingga masih diperlukan penelitian lanjutan untuk melihat efektivitasnya di konteks yang lebih beragam.
Kendati demikian, penggunaan teknologi untuk mendukung kerja tim medis lintas profesi bisa menjadi salah satu opsi yang layak dipertimbangkan, terutama dalam upaya meningkatkan keselamatan pasien dan mencegah terjadinya resistensi obat. Dengan hasil yang meyakinkan, studi ini membuka peluang penerapan model serupa di fasilitas layanan kesehatan lainnya. Integrasi teknologi dan kolaborasi lintas profesi menjadi rekomendasi strategis untuk mendukung target eliminasi TBC nasional
Penulis : Dr. Yunita Nita, S.Si., M.Pharm., Apt.
Detail tulisan ini dapat dilihat di: