Universitas Airlangga Official Website

Untuk Mereka yang Berteriak Earth Hour dengan Jet Pribadi

Foto by Kompas id

Tulisan ini tentang para pembesar aktivis lingkungan yang teriak tentang kelestarian namun setiap langkahnya meninggalkan jejak karbon.

Atau untuk pembesar negeri yang cas-cis-cus tanda tangan dan berjanji mengurangi emisi namun mereka terus membeli mobil dinas terbaru.

Atau untuk perwalian bangsa yang berjam-jam duduk dilingkaran forum dan haha-hihi tentang kerusakan bumi namun jet pribadi terparkir rapi di ujung aspal.

Jengahnya Earth Hour Tiap Tahun

Setiap sabtu di penghujung bulan Maret, masyarakat kian disibukkan dengan kampanye Jam Bumi atau Earth Hour. Kampanye tersebut diinisiasi oleh LSM Internasional, World Wide Fund for Nature (WWF). Kampanye tersebut berbicara tentang penghematan penggunaan energi listrik secara global. Earth Hour dimaksudkan sebagai respon dunia terhadap isu pemanasan global (Global Warming) dan perubahan iklim (Climate Change).

Dalam pelaksanaannya, masyarakat diminta untuk memadamkan penggunaan energi listrik selama satu jam. Di Indonesia sendiri, Earth Hour akan jatuh pada hari Sabtu, 25 Maret 2023. Kegiatan tersebut sebagai pemberian waktu istirahat kepada bumi yang selama ini terus dieksploitasi oleh manusia, terutama tentang penggunaan energi listrik. Bintang pun akan dibiarkan nampak tanpa harus terhalangi oleh kerlipan lampu kota yang menusuk.

Earth Hour yang Minim Dampak

Dilihat dari data yang diungkap oleh earthhour.org, pada tahun 2022 terdapat 192 negara yang ikut berpartisipasi dalam kampanye tersebut. Lebih dari 7,8 milyar hashtag #earthhour yang terekam di internet selama tiga bulan pertama tahun ini. Earth Hour juga menjadi topik yang paling trending di  jagat Twitter dan Google di 35 negara

Namun, pertanyaan paling mendasar adalah, apakah kampanye Earth Hour berdampak pada aktivitas dan kesadaran masyarakat akan penghematan terhadap energi? Seorang peneliti dari University of Maryland, Xingchi Shen, bekerja sama dengan dengan State Grid Shanghai Electric Power Research Institute dari China mengomparasikan penggunaan listrik yang diambil sejak tanggal 15 Maret 2027 hingga 4 April. Tandanya, penelitian tersebut diambil sesuai Earth Hour pada tahun 2017 dilaksanakan.

Hasilnya, ditemukan bahwa Earth Hour tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap perilaku masyarakat. “Earth Hour did not lead to any significant energy-saving effects on average for both commercial and residential users,” begitu pernyataan yang disampaikan. Mereka menyarankan untuk aktivis lingkungan maupun pemerintah untuk mengolaborasikan antara kampanye dengan Pendidikan secara langsung.

Earth Hour bukannya tidak berdampak. Justru kampanye Earth Hour memberikan sinyal positif karena dapat menyebarkan kesadaran secara cepat. Hampir seluruh negara ikut berpartisipasi di dalamnya. Namun, informasi secara komprehensif dan prosedural juga perlu dikampanyekan secara masif. Sekarang, pertanyaannya menjadi berubah. Lantas, ketika masyarakat selalu diajak untuk menyemai lingkungan, apakah mereka yang menyuruh sudah melakukannya? Atau justru merekalah monster yang sesungguhnya?

Konferensi Iklim yang Berpolusi

Konferensi Perubahan Iklim atau Conference Of Parties (COP) merupakan konferensi PBB terbesar terkait iklim. Kegiatan yang dilakukan tahunan tersebut  melibatkan hampir 200 negara untuk membahas tentang aksi global terhadap perubahan iklim. Tahun 2022, COP ke-27 digelar selama dua pekan di Sharm el Sheikh, Mesir.

Konferensi yang katanya membahas iklim tersebut nyatanya justru menghasilkan polusi yang jauh lebih banyak bahkan ketika konferensi tidak dilaksanakan. Ratusan Jet Pribadi  berlampang negara delegasi terparkir rapih. Padahal, jelas sekali Penggunaan jet pribadi sangat tidak ramah lingkungan dan bertentangan dengan apa yang sedang dibicarakan. Menggandeng Coca Cola sebagai sponsor pun menjadi tanda tanya. Coca Cola telah menghasilkan limbah botol plastik sejumlah 120 miliar buah per setahun. Plastik yang berasal dari bahan fosil jelas merusak alam.

KTT COP tahun 2021 di Glasgow melaporkan kedatangan lebih dari 400 jet pribadi 182 penerbangan non-komersial ke bandara Glasgow, Prestwick, dan Edinburgh. Hal itu memicu emisi karbon sebanyak 13 ribu ton. Jumlah itu jauh lebih dahsyat dari rata-rata emisi karbon yang dihasilkan penduduk Glasgow dalam setahun. Perlu diketahui, penggunaan pesawat pribadi kepresidenan sekelas Air Force One menghasilkan dua ton emisi karbon dalam setiap jam penerbangan.

Indonesia tidak mau kalah. Pernikahan putra mahkota presiden Jokowi misalnya, Kaesang Pangarep dengan Erina Gudono, di Yogyakarta dan Solo. Tercatat ada 48 lalu lintas jet pribadi selama kegiatan. Salah satunya jet pribadi yang memboyong pasangan Raffi Ahmad dan Nagita Slavina yang juga memboyong artis lainnya seperti Desta dan Irfan Hakim. Pertanyaannya, apakah dapat di konfirmasi kalau orang kaya adalah penyumbang emisi tertinggi ?

Penulis: Afrizal Naufal Ghani (Mahasiswa Ekonomi Islam Universitas Airlangga)