Kelangsungan hidup dan keberhasilan perusahaan dan organisasi, termasuk perpustakaan perguruan tinggi, sangat bergantung pada penerapan strategi inovatif. Dalam dunia teknologi informasi yang serba cepat saat ini, pentingnya inovasi di perpustakaan perguruan tinggi semakin meningkat (Pellack, 2022). Agar mampu beradaptasi dengan baik, apa lagi dengan kebutuhan informasi yang terus berubah dan memenuhi kebutuhan pengguna yang terus berkembang, perlu diupayakan peningkatan secara proaktif untuk merangkul dan mengintegrasikan praktik-praktik inovatif. Meningkatnya fokus pada inovasi ini telah menarik perhatian para peneliti, yang telah mengeksplorasi berbagai aspek inovasi dalam bidang perpustakaan terutama perpustakaan perguruan tinggi (Srirahayu et al., 2021; Carnes et al., 2022; Kaffashan Kakhki et al., 2022) .
Pada konteks ini, perpustakaan perguruan tinggi berfungsi sebagai pusat aktivitas ilmiah dan gudang pengetahuan yang penting (ODonnell & Anderson, 2022). Peran pustakawan perguruan tinggi dalam mendorong inovasi layanan perpustakaan dan memfasilitasi proses manajemen pengetahuan sangatlah penting (Onifade et al., 2023). Namun, kurangnya pemahaman terhadap persepsi pustakawan perguruan tinggi di Indonesia terkait kemampuan pustakawan dalam mengkonversi pengetahuan dan terlibat aktif pada perilaku kerja inovatif, perlu diupayakan solusi dan telaah lebih lanjut secara komprehensif. Oleh karena itu, agar pustakawan perguruan tinggi mampu meningkatkan perilaku kerja inovatifnya, perlu upaya secara konsisten dan sungguh-sungguh dalam praktik pelaksanaan konversi pengetahuan.
Dalam studi ini, kemampuan konversi pengetahuan dihubungkan dengan perilaku kerja inovatif dari para pustakawan perguruan tinggi, sebanyak 320 pustakawan perguruan tinggi yang bekerja di universitas negeri dan swasta yang tersebar di seluruh Indonesia, telah berpartisipasi dan berkontribusi aktif sebagai responden.
Kesenjangan Studi Perilaku Kerja Inovatif
Beberapa studi terdahulu perilaku kerja inovatif, sering kali mencakup aspek organisasi yang lebih luas, dan secara spesifik kurang atau belum menargetkan pustakawan perguruan tinggi (Lembinen, 2021; Zhou et al., 2022; Otike et al., 2022; Dyna Herlina et al., 2022). Terdapat kelangkaan penelitian empiris yang menggali persepsi pustakawan perguruan tinggi di Indonesia mengenai tingkat perilaku kerja inovatif mereka (Johan et al., 2023). Perilaku kerja inovatif mencakup aktivitas seperti mengembangkan layanan perpustakaan baru, menerapkan teknologi baru, dan terlibat dalam pemecahan masalah secara kreatif. Eksplorasi persepsi pustakawan perguruan tinggi mengenai perilaku kerja inovatif sangat penting, agar mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat atau mendorong inovasi dalam konteks perpustakaan. Memahami tantangan dan peluang spesifik yang dihadapi oleh pustakawan perguruan tinggi di Indonesia dapat mengarah pada pengembangan intervensi dan praktik yang disesuaikan untuk meningkatkan kapasitas inovatif mereka.
Memahami Kemampuan Konversi Pengetahuan
Konversi pengetahuan merupakan proses transformasi pengetahuan individu menjadi pengetahuan organisasi, merupakan aspek penting dari manajemen pengetahuan (Knowledge Management). Untuk mengkonsep dan menganalisis kemampuan konversi pengetahuan, model SECI yang dikembangkan oleh Nonaka dan Takeuchi menawarkan kerangka kerja yang berharga (Maras et al., 2022; Mendoza et al., 2022) untuk memahami bagaimana pengetahuan diciptakan, dibagikan, dan diubah dalam organisasi, sekaligus memfasilitasi praktik manajemen pengetahuan yang efektif yang mendorong inovasi dan pembelajaran organisasi (Trivedi & Srivastava, 2022). Dengan memanfaatkan model SECI, organisasi dapat meningkatkan proses penciptaan, pemanfaatan, dan penyebaran pengetahuan, yang mengarah pada peningkatan pengambilan keputusan, kolaborasi, dan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Model SECI menggambarkan empat mode konversi pengetahuan, yaitu: (1) Sosialisasi, (2) Eksternalisasi, (3) Kombinasi, dan (4) Internalisasi (Nonaka & Takeuchi, 1995). Model ini telah diterapkan dan digunakan secara luas untuk menilai dan memahami kemampuan individu dalam mengubah pengaturan pengetahuan dan dampak selanjutnya dalam mendorong perilaku kerja inovatif (Qayyum & Smith, 2019; Aggarwal et al., 2022).
Hubungan Sosialisasi dan Perilaku Kerja Inovatif
Sosialisasi mencakup proses interaktif pertukaran pengetahuan, pengalaman, dan pemahaman secara efektif di antara individu dalam konteks sosial tertentu. Fenomena ini memerlukan pertukaran ide yang dinamis, diskusi yang konstruktif, dan kolaborasi yang lancar, sehingga mendorong lahirnya pengetahuan baru.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi kemampuan sosialisasi moderat menunjukkan bahwa pustakawan perguruan tinggi menghargai proses interaktif dalam berbagi dan bertukar pengetahuan dalam jaringan sosial mereka. Mereka memahami pentingnya terlibat dalam diskusi, berkolaborasi dengan rekan kerja, dan berpartisipasi dalam kegiatan berbagi pengetahuan untuk meningkatkan pemahaman dan memperluas cakrawala intelektual mereka. Dengan berpartisipasi aktif dalam proses sosialisasi (Adekoya & Fasae, 2021; Tallolli et al., 2022), pustakawan perguruan tinggi dapat memanfaatkan kearifan kolektif dan pengalaman rekan-rekan mereka, membina lingkungan kolaboratif yang mendukung inovasi dan penciptaan pengetahuan.
Hubungan Eksternalisasi dan dan Perilaku Kerja Inovatif
Eksternalisasi mencakup proses penting dalam mengartikulasikan pengetahuan tacit ke dalam bentuk eksplisit yang dapat dengan mudah dibagikan dan dikomunikasikan secara efektif. Eksternalisasi melibatkan transformasi pengetahuan subjektif menjadi pengetahuan objektif, sehingga memungkinkan penyebaran dan pemahaman yang lancar oleh orang lain.
Mengingat bahwa pustakawan perguruan tinggi juga merupakan pekerja pengetahuan dan sebagian besar tanggung jawab mereka berkisar pada penyiapan dokumen, laporan, dan manual, yang dapat dipandang sebagai manifestasi dari proses eksternalisasi, penelitian ini berpendapat bahwa eksternalisasi memberikan dampak yang besar. pengaruhnya terhadap perilaku kerja inovatif.
Persepsi kemampuan eksternalisasi hasil penelitian menunjukkan tingkat moderat artinya pustakawan perguruan tinggi mengakui kebutuhan untuk mengartikulasikan dan mengekspresikan pengetahuan tacit mereka ke dalam bentuk eksplisit. Mereka menyadari pentingnya mengubah pemahaman, pengalaman, dan keahlian pribadi mereka menjadi pengetahuan yang dapat diakses dan dikomunikasikan yang dapat dibagikan kepada orang lain (Mabunda & Du Plessis, 2022). Melalui eksternalisasi, pustakawan perguruan tinggi dapat berkontribusi pada basis pengetahuan organisasi, menjadikan pengetahuan mereka lebih terlihat dan tersedia untuk dimanfaatkan orang lain, sehingga mendorong inovasi dan meningkatkan praktik kerja.
Hubungan Kombinasi dan Perilaku Kerja Inovatif
Kombinasi mencakup proses sintesis beragam fragmen pengetahuan, informasi, atau data eksplisit untuk menghasilkan pemahaman, perspektif, atau solusi inovatif yang terbaru. Penciptaan pengetahuan melalui tindakan kombinasi terjadi ketika individu secara aktif memulai pencarian informasi terkait, dengan terampil mengekstraksi komponen-komponen yang berguna dari berbagai sumber, dan dengan mahir menggabungkannya untuk membentuk pengetahuan baru sebagai serangkaian tugas yang intrinsik dalam peran pustakawan perguruan tinggi.
Persepsi kemampuan kombinasi dengan kategori sedang, artinya menyoroti kesadaran di kalangan pustakawan perguruan tinggi akan pentingnya mengintegrasikan dan mengkonfigurasi ulang bagian-bagian pengetahuan yang berbeda untuk menghasilkan pengetahuan baru. Mereka menyadari bahwa dengan menggabungkan beragam sumber pengetahuan, informasi, dan data, mereka dapat menciptakan pendekatan inovatif, mengembangkan perspektif baru, dan mengatasi tantangan kompleks dalam lingkungan perpustakaan perguruan tinggi. Kemampuan untuk menggabungkan unsur-unsur pengetahuan secara efektif memungkinkan pustakawan perguruan tinggi menjembatani kesenjangan, menghubungkan ide ide, dan mensintesis informasi untuk meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
Hubungan Internalisasi dan Perilaku Kerja Inovatif
Internalisasi adalah proses mendalam dalam mengubah pengetahuan eksplisit menjadi pengetahuan tacit melalui pengalaman pribadi dan kontemplasi reflektif. Proses asimilasi dan internalisasi pengetahuan eksternal, diintegrasikan ke dalam basis pengetahuan individu. Penciptaan pengetahuan melalui internalisasi muncul ketika individu secara aktif memperoleh pengetahuan atau keterampilan baru dengan terlibat dalam pengalaman langsung, mengamati orang lain, atau merefleksikan tindakan mereka sendiri (Afful-Arthur et al., 2021).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi kemampuan internalisasi dengan kategori sedang, artinya pustakawan perguruan tinggi mengapresiasi proses perolehan dan internalisasi pengetahuan baru melalui pengalaman pribadi dan refleksi. Mereka memahami pentingnya belajar dari pengalaman langsung, mengamati orang lain, dan secara kritis merefleksikan tindakan mereka sendiri. Melalui internalisasi pengetahuan, pustakawan perguruan tinggi dapat meningkatkan kompetensi individu dan terus mengembangkan keahliannya, memungkinkan mereka beradaptasi terhadap perubahan keadaan, mengidentifikasi tren yang muncul, dan berkontribusi terhadap kemajuan profesinya.
Secara keseluruhan, temuan penelitian menunjukkan bahwa eksternalisasi memainkan peran penting dalam menumbuhkan perilaku kerja inovatif di kalangan pustakawan perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pustakawan perguruan tinggi yang aktif terlibat dalam proses eksternalisasi, seperti berbagi pengetahuan melalui publikasi ilmiah atau menciptakan produk instruksional, lebih cenderung menunjukkan perilaku kerja yang inovatif. Demikian pula, kombinasi ditemukan memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku kerja inovatif. Pustakawan perguruan tinggi yang secara efektif mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang ada dan mengkonfigurasi ulang mereka dengan cara-cara baru untuk mengembangkan solusi inovatif lebih mungkin menunjukkan tingkat perilaku kerja inovatif yang lebih tinggi. Hal ini menggarisbawahi pentingnya menggabungkan kembali sumber daya pengetahuan yang ada untuk mendorong inovasi dalam lingkungan perpustakaan perguruan tinggi. Selain itu, internalisasi juga ditemukan berhubungan dengan perilaku inovatif. Pustakawan perguruan tinggi yang secara aktif memperoleh pengetahuan atau keterampilan baru melalui pengalaman langsung, observasi, dan refleksi lebih mungkin menunjukkan perilaku kerja yang inovatif. Hal ini menekankan nilai pembelajaran berdasarkan pengalaman dan praktik reflektif dalam mendorong inovasi di kalangan pustakawan perguruan tinggi.
Oleh sebab itu, hasil studi ini menekankan perlunya dukungan infrastruktur dan kompetensi bagi pustakawan untuk mendorong konversi pengetahuan dan akses terhadap manajemen pengetahuan. Selain itu, pentingnya suasana atau lingkungan kerja yang kondusif agar kerja inovatif di perpustakaan perguruan tinggi bisa berjalan dengan baik, kemudian dukungan otoritas yang berkaitan dengan infrastruktur dan kompetensi bagi pustakawan.
Penulis: Mohamad Noorman Masrek, Fitri Mutia, Tri Soesantari, Helmy Prasetyo Yuwinanto dan Ragil Tri Atmi
Untuk membaca lebih lengkap dapat dilihat disini:
https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/10572317.2024.2331983