Penyakit jantung bawaan (PJB) telah menjadi masalah kesehatan yang utama dan salah satu kelainan kongenital paling umum di dunia. PJB asianotik merupakan tipe PJB denga prevalensi yang tinggi di Indonesia. Gangguan tumbuh kembang sering terjadi pada anak-anak dengan kelainan ini. Terhambatnya pertumbuhan terutama terjadi pada usia 4 hingga 36 bulan dan selama golden period perkembangan otak anak.
Peningkatan signifikan dari hormon IGF-1, hormon yang berperan dalam memediasi pertumbuhan tulang dan jaringan, setelah dilakukan pembedahan diyakini dapat mempercepat pertumbuhan anak. Namun, lonjakan pertumbuhan hanya dapat dicapai jika tatalaksana dilakukan pada waktu yang tepat. Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka ini adalah untuk mengetahui hubungan usia saat dilakukan pembedahan dengan percepatan pertumbuhan dan perkembangan pasca bedah koreksi jantung.
Pencarian data dilakukan dengan menelusuri berbagai artikel penelitian terkait dengan kata kunci “acyanotic congenital heart disease” AND “growth and development” AND “surgical repair” AND “age”. Penelusuran artikel dilakukan melalui PubMed, Google Scholar, ProQuest, dan Clinical Key. Artikel yang dipublikasi dalam 15 tahun terakhir disertakan dalam kriteria inklusi, sementara artikel non-full text dieksklusi. Diperoleh 28 artikel yang ditelaah yang terdiri dari 13 artikel systematic review dan 15 penelitian observasional.
Hasil penelusuran artikel menemukan bahwa sebagian besar anak dengan PJB asianotik mengalami retardasi pertumbuhan dan malnutrisi. Dispnea dan takikardi yang sering dialami sebagai konsekuensi kelainan anatomi menyebabkan anak kehilangan nafsu makan dan asupan nutrisi berkurang. Suplai oksigen ke jantung dan nutrisi yang diberikan tidak mampu memenuhi kebutuhan di jaringan sehingga pertumbuhan akan terhambat bahkan anak dapat mengalami gagal tumbuh.
IGF-1 adalah hormon yang memediasi pertumbuhan tulang dan jaringan dengan mengaktifkan insulin untuk meningkatkan pasokan nutrisi ke sel. Pada kondisi tertentu, seperti kekurangan nutrisi, sintesis protein oleh IGF-1 dihambat oleh AMP kinase. Kadar IGF-1 yang lebih rendah ditemukan pada anak dengan PJB asianotik dibandingkan anak sehat yang mengakibatkan malnutrisi dan persentil rata-rata Z-score lebih rendah.
Perbaikan kondisi hemodinamik pada awal kehidupan cenderung meningkatkan pertumbuhan dan nutrisi dengan merangsang lebih banyak produksi hormon IGF-1. Pembedahan yang dilakukan setelah anak berusia lebih tua menghasilkan indeks hormon IGF-1 yang lebih rendah. Lonjakan pertumbuhan pada anak-anak tersebut juga lebih rendah dibandingkan anak-anak yang berusia lebih muda.
Evaluasi dengan Stanford Binet and Bayley Mental Development Scale III pada anak-anak dengan PJB asianotik didapatkan sekitar 25% pasien mengalami gangguan berbicara, sulit memusatkan perhatian, gangguan hiperaktivitas, ketidakmampuan dalam mengikuti pelajaran dan koordinasi motorik terganggu. Hal ini disebabkan suplai nutrisi dan oksigen ke pembuluh darah utama di otak yang menurun. Hipoperfusi jaringan otak dalam jangka waktu lama juga dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan saraf.
Sebagian besar pasien PJB asianotik hanya dapat diobati dengan tatalaksana pembedahan, namun ini bergantung pada perjalanan alamiah penyakit, status hemodinamik, dan tampilan klinis anak. Indikasi pembedahan bergantung pada volume darah jantung kanan dan ukuran defek. Defek berukuran kecil umumnya tidak memerlukan tatalaksana pembedahan.
Pada kasus ASD (Atrium Septum Defect), usia yang disarankan untuk menutup defek antara usia 2 dan 5 tahun serta sebaiknya dilakukan sebelum memasuki masa sekolah. VSD (Ventricle Septum Defect) berukuran kecil harus ditutup hanya jika pasien mengalami endokarditis infektif, sementara VSD berukuran besar harus ditutup pada awal kehidupan, terutama pada usia 6 bulan. Keberhasilan penutupan VSD tidak hanya berkaitan dengan usia anak namun juga bergantung pada berat badan. Pembedahan sebaiknya ditunda hingga berat badan anak mencapai 4,5 kg. Pada kasus PDA (Patent Ductus Arteriosus) berukuran besar disarankan pada usia 3 bulan, sementara PDA berukuran sedang tanpa gagal jantung dapat ditunda hingga usia anak mencapai 12 sampai 18 bulan.
Tinjauan pustaka ini memberikan wawasan bahwa PJB asianotik berhubungan dengan malnutrisi, gangguan pertumbuhan dan perkembangan saraf sebagai konsekuensi dari penurunan perfusi ke organ-organ tubuh. Pembedahan koreksi jantung merupakan terapi yang paling efektif untuk meningkatkan pertumbuhan anak secara signifikan, terutama jika dilakukan pada awal masa kehidupan. Hasil penelitian yang konsisten menunjukkan peningkatan kadar hormon IGF-1 yang memediasi percepatan pertumbuhan anak dengan PJB. Peningkatan kadar hormon ini cenderung lebih tinggi jika pembedahan dilakukan pada anak-anak berusia lebih muda.
Beberapa kondisi menjadi faktor yang berkontribusi terhadap keberhasilan pembedahan, tidak hanya usia pasien, namun keadaan klinis saat ini juga harus diperhatikan. Tinjauan pustaka ini tidak dapat menekankan apakah usia saat dilakukan pembedahan berkaitan dengan peningkatan perkembangan saraf karena keterbatasan sumber referensi. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui hubungan antara usia dengan prognosis perkembangan anak dengan PJB asianotik.
Penulis: Heroe Soebroto, dr.Sp.B-BTKV(K)
Jurnal: Age of surgery related to postoperative catch-up growth and development in children with acyanotic heart disease