Universitas Airlangga Official Website

Wujudkan Inklusivitas Melalui Adaptive Fashion

Mayla Rahmawati, Annisa Maulidya, Venta Duvalinda Agahari, Ajeng Dilla Lestari, dan Angga Putra Pratama, mahasiswa vokasi yang ciptakan BYEME (Foto: Istimewa)
Mayla Rahmawati, Annisa Maulidya, Venta Duvalinda Agahari, Ajeng Dilla Lestari, dan Angga Putra Pratama, mahasiswa vokasi yang ciptakan BYEME (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWS – Universitas Airlangga (UNAIR) tak henti-hentinya menyumbangkan inovasi terkemukanya untuk kebermanfaatan bagi masyarakat luas. Salah satunya yang dilakukan oleh lima mahasiswa Fakultas Vokasi (FV) kali ini. Berkat inovasi yang mereka canangkan, kelima mahasiswa tersebut berhasil meraih pendanaan melalui Program Wirausaha Mahasiswa Vokasi (PWMV) 2021. Mereka adalah Mayla Rahmawati, Annisa Maulidya, Venta Duvalinda Agahari, Ajeng Dilla Lestari, dan Angga Putra Pratama.

Program Wirausaha Mahasiswa Vokasi (PMWV) merupakan salah satu program bergengsi besutan dari Direktorat Pendidikan Tinggi Vokasi dan Profesi untuk memberikan para mahasiswa Vokasi untuk menuangkan ide dan gagasan inovatif yang berpeluang usaha serta bermanfaat bagi masyarakat luas. 

“Untuk mendapatkan pendanaan dari program kali ini tidaklah mudah. Kami harus bersaing dengan kompetitor lainnya yang tak kalah hebatnya. Salah satu tantangan kami dalam program ini tak hanya terletak pada uniqueness dari sebuah inovasi namun harus usefull bagi masyarakat,” kata Mayla, selaku ketua. 

Melalui program tersebut, Mayla dan tim mengusung gagasan adaptif fashion bagi kawan disabilitas. Menurut pengakuannya, industri fashion di Indonesia telah menunjukkan kemajuan yang pesat. Sayangnya, kemajuan tersebut hanya dapat dirasakan oleh beberapa orang saja. 

“Tentu, dapat kita ketahui sekarang industri fashion mengalami peningkatan dalam perkembangannya. Tak banyak disadari bahwa hal tersebut hanya dapat dirasakan oleh orang tertentu, sangat sedikit industri fashion di Indonesia membuat produknya ramah untuk kawan disabilitas,” imbuh Mahasiswa Vokasi itu. 

Ilustrasi BYEME (Foto: Istimewa)
Ilustrasi BYEME (Foto: Istimewa)

Mayla merasa hal tersebut sangat disayangkan bahwa seharusnya sebuah industri fashion harus melek akan kawan disabilitas. Menurutnya, setiap orang memiliki hak yang sama untuk berpenampilan menarik seperti kawan lainnya. “Secara tidak langsung ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memiliki kepedulian pada kawan disabilitas. Anak muda seperti kami inilah yang sudah sepantasnya menjadi penggerak untuk menghapuskan permasalahan tersebut,” paparnya. 

Mayla menyebut bahwa industri fashion di Indonesia sangat tertinggal jauh dibanding industri fashion dunia yang telah memperhatikan kawan disabilitas. Meski tak banyak, namun brand kenamaan dunia telah menciptakan adaptif fashion untuk kawan disabilitas. Menurutnya, hal baik tersebut harus diterapkan juga pada industri fashion di Indonesia.

“Memang tak mudah untuk menciptakan adaptif fashion, tapi saya meyakini bahwa Indonesia dapat melakukan hal yang sama yang telah dilakukan oleh industri fashion dunia. Perlu adanya, kerjasama dan persamaan satu visi untuk menciptakan adaptif fashion,” tegas Mayra. 

Terkait hal tersebut, Mayla dan tim menciptakan adaptif fashion untuk perempuan disabilitas bernama BYEME. BYEME merupakan inovasi adaptif fashion untuk perempuan disabilitas. Bukanlah perihal yang mudah bagi Mayla untuk menciptakan adaptif fashion. Menurut pengakuannya, ia harus memikirkan dengan matang design dari pakaian yang nyaman bagi kawan disabilitas. 

“Pada inovasi  ini, kami berupaya tak hanya mementingkan design yang ciamik namun juga pada kenyamanan dari kawan disabilitas karena banyak sekali kawan disabilitas yang kerap kali kesusahan menemukan pakaian yang pas,” ujar Mayla. 

Dalam BYEME, Mayla menambahkan hidden button pada pakaiannya. Hidden button ini berfungsi sebagai penggunaan bahasa isyarat atau simbol untuk disabilitas serta mempermudah kawan disabilitas untuk mengenakan baju dengan mandiri. 

“Tentu, kami tidak hanya berkeinginan untuk para kaum disabilitas untuk memiliki hak yang sama untuk berpenampilan menarik. Secara tidak langsung kami pun turut belajar memahami bahasa isyarat yang mereka gunakan setiap harinya,” tutur Mahasiswa Vokasi itu. 

Mayla mengungkapkan bahwa hal yang ia lakukan bukanlah hal yang mudah untuk industri fashion. Meski beberapa industri fashion telah memperhatikan keragaman warna kulit, mulai dari pemilihan warna, model, hingga kegunaan. Menurutnya, pengadopsian konsep keberagaman warna kulit saja tidak cukup untuk mengakomodir kebutuhan fashion kelompok-kelompok minoritas lain.
“Dengan ini, kami berharap bahwa inovasi kami akan membawa perubahan pada industri fashion di Indonesia serta menjadi inovasi yang sustainability di masa mendatang,” tukasnya.

Penulis: Satrio Dwi Naryo

Editor: Feri Fenoria