Universitas Airlangga Official Website

Keragaman Makan Ibu Menentukan Kualitas Makanan Anak

Ilustrasi by Google Image
Ilustrasi by Google Image

Permasalahan gizi buruk masih menjadi salah satu permasalahan gizi terbesar di Indonesia. Berdasarkan data Survei Status Gizi Balita Indonesia diketahui bahwa 27,67% anak Indonesia mengalami stunting, 7,44% anak mengalami wasting, dan 16,29% anak mengalami gizi buruk. Permasalahan gizi buruk pada anak khususnya stunting disebabkan oleh beberapa faktor antara lain rendahnya asupan makanan anak, penyakit katabolisme, kerawanan pangan keluarga, lingkungan hidup yang tidak bersih, sanitasi yang buruk, pelayanan kesehatan yang kurang memadai, dan rendahnya pengetahuan orang tua mengenai cara pemberian makan pada anak.

Melihat masih tingginya permasalahan gizi pada anak dibawah usia 5 tahun, WHO dan UNICEF membuat indikator untuk menganalisis praktik pemberian makan pada anak dan bayi yaitu Infant and Young Child Feeding/IYCF. Indikator IYCF yang dibuat meliputi 9 hal, salah satunya adalah MAD atau Minimum Acceptable Diet.

MAD mencakup dua indikator utama yang menunjukkan cukup atau tidaknya pola makan yang diberikan pada anak, yaitu MDD dan Minimum Meal Frequency (MMF). MDD mengukur kemampuan anak untuk mendapatkan lebih dari 5 jenis makanan setiap hari, sedangkan MFF mengukur apakah anak mendapatkan makanan yang memenuhi sejumlah kriteria berbeda untuk setiap kelompok umur dan status (ASI) ASI eksklusif.

Anak yang mendapat makanan bervariasi dan diberikan makanan yang memenuhi frekuensi minimal dikatakan memenuhi standar MAD. Hingga saat ini diketahui secara global baru 15,9% anak di dunia yang berhasil mencapai MAD. Sedangkan di Indonesia sendiri, diketahui bahwa capaian MAD anak usia 6-23 bulan adalah sekitar 40,3% pada tahun 2017 dengan proporsi terkecil pada usia 6-11 bulan sebesar 33,8% dan meningkat seiring bertambahnya usia anak.

Rendahnya angka pencapaian MAD di Indonesia diketahui berkaitan dengan beberapa faktor antara lain faktor sosial ekonomi keluarga, tingkat kesejahteraan keluarga, jumlah anak, tingkat pengetahuan ibu, paparan media, pekerjaan orang tua, dan lain-lain. Salah satu faktor pengaruh MAD pada anak yang perlu ditonjolkan adalah faktor gizi ibu.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa jumlah dan variasi makanan yang dikonsumsi ibu sebelum dan selama hamil serta menyusui berpengaruh terhadap kesehatan ibu dan anak. Maternal Dietary Diversity (MDD) atau keragaman pola makan ibu selama hamil dan menyusui mencerminkan makanan yang akan diberikan kepada anak. Ibu yang memiliki MDD lebih rendah diketahui berkontribusi terhadap buruknya gizi anak.

MDD berkorelasi signifikan dengan kemungkinan ibu memberikan makanan pendamping ASI yang cukup kepada anaknya. MDD ibu selama pengasuhan anak mencerminkan MDD ibu yang sama selama kehamilan. Jika MDD ibu diketahui buruk, maka hal tersebut juga mencerminkan hasil kehamilan dan pertumbuhan anak.

Anak yang mengalami gizi buruk diketahui berkaitan dengan kurangnya konsumsi makanan ibu selama hamil dan hal ini terbawa pada ibu yang menyusui dan memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) pada anak. Berdasarkan penelitian di Ghana, diketahui bahwa MDD berkorelasi positif dengan MAD yang tidak memadai pada anak-anak dan secara konsisten mendukung penelitian di Afrika Sub-Sahara, Asia Selatan dan Timur, serta Amerika Latin.

MDD ibu yang baik dikaitkan dengan prevalensi malnutrisi anak yang lebih rendah. Berdasarkan hasil penelitian di Bangladesh diketahui bahwa semakin buruk keragaman pola makan seorang ibu maka dapat mendukung terjadinya gizi buruk pada anak karena hal ini berkorelasi dengan buruknya kualitas dan kuantitas gizi yang diberikan pada anak sejak hamil hingga balita.

Faktor ibu memegang peranan yang sangat penting dalam mengasuh dan memberi makan anak. Hal ini erat kaitannya dengan tingkat pendidikan dan literasi ibu, keterpaparan ibu terhadap sumber informasi, dan dukungan sosial terhadap pola asuh ibu dan pola makan anak. Semakin rendah pengetahuan dan keinginan ibu untuk mengubah keragaman pola makannya, maka semakin besar pula kejadian gizi buruk pada anak.

Peralihan dari ASI eksklusif ke MPASI merupakan tantangan yang seringkali sulit diatasi oleh para ibu. Ketidaksiapan ibu dalam memberikan MPASI yang cukup pada anak akan menyebabkan anak terlambat mendapatkan makanan pertamanya dan kecenderungan memberikan makanan yang tidak memadai baik kuantitas maupun kualitasnya untuk menunjang tumbuh kembang anak.

Fakta bahwa keberagaman pola makan seorang ibu itu baik berkaitan dengan keberagaman pola makan anaknya, sehingga memunculkan teori yang menunjukkan bahwa ibu yang mengonsumsi makanan bervariasi lebih besar kemungkinannya untuk dapat menjamin pola makan anaknya lebih baik. Hal ini didukung dengan keberagaman pola makan ibu menentukan makanan apa yang disajikan kepada keluarga mengingat dalam lingkup keluarga makanan diletakkan di atas meja dan dimakan bersama. Jadi jika keberagaman pangan ibu kurang baik maka akan berdampak juga pada konsumsi pangan dalam keluarga.

Penulis: Dominikus Raditya Atmaka, S.Gz, M.PH.

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://e-journal.unair.ac.id/AMNT/article/view/45076/28164

Dominikus Raditya Atmaka, Fatqiatul Wulandari, Nandia Firsty Dhorta, Qonita Rachmah, Stefania Widya Setyaningtyas, Mahmud Aditya Rifqi, Rian Diana, Anisa Lailatul Fitria, Azizah Ajeng Pratiwi, Tiara Tivany Simangunsong, Nila Reswari Haryana, Aliffah Nurria Nastiti, Asri Meidyah Agustin

Hubungan Maternal Dietary Diversityterhadap Minimum Acceptance Dietpada Anak dalam Pencegahan Gizi Buruk di Negara Berkembang: Systematic Review. Amerta Nutrition. 2024.8(1): 161-170.