Universitas Airlangga Official Website

Dampak Pengawasan yang Kasar pada Kondisi Employee Silence Disebabkan oleh Kelelahan Emosional

Foto oleh hrsoftware.in

Seorang karyawan tentu saja memiliki sebuah ide, informasi, dan opini tentang cara yang lebih baik untuk meningkatkan kinerja di sebuah organisasi. Terkadang mereka mampu untuk mengungkapkan ide atau informasi, dan opini mereka, Ketidakmampuan karyawan dalam mengungkapkan ide, informasi, dan opini terkait pekerjaan mereka disebut dengan employee silence. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pengawasan yang kasar saat ini merupakan salah satu masalah yang sering terjadi pada karyawan dalam suatu organisasi, pengawasan yang kasar dianggap sebagai salah satu dark-side leadership behavior. Hal tersebut mengacu pada teori conservatory of resources (COR) Hobfoll (1989) dimana mengatakan bahwa orang didorong untuk menyimpan sumber daya berharga mereka dan membeli sumber daya baru yang membantu mereka mencapai tujuan mereka, tetapi konservasi sumber daya jauh lebih penting ketika orang berada di bawah banyak tekanan. Pengawasan yang kasar tersebut menyebabkan karyawan secara psikologis mengalami kelelahan secara emosional yang disebabkan tuntutan pekerjaan seperti beban kerja dan deadline serta faktor penting kurangnya feedback dari atasan, dukungan sosial dan partisipasi dalam pengambilan keputusan.

Dalam investigasi yang kami lakukan, ditemukan 100 responden karyawan PT. XYZ (perusahaan disamarkan) yang mengalami kekerasan dalam pengawasan baik secara verbal maupun nonverbal dengan atasannya. Kemudian kami membuat model daripada riset ini dengan cara membangun empat hipotesis yaitu pengawasan yang kasar berdampak pada employee silence (H1), pengawasan yang kasar berdampak terhadap kelelahan secara emosi pada karyawan (H2), kelelahan emosi pada karyawan secara mediasi berdampak pada employee silence (H3), pertukaran pimpinan secara moderasi mempunyai pengaruh pengawasan kasar terhadap kelelahan emosi (H4). Selanjutnya kami menggali teori-teori yang ada dengan basis teori conservatory of resources (COR) Hobfoll (1989), melalui basis teori tersebut kami mengadopsi penggunaan kuesioner dimana pengukurannya bersumber dari penelitian terdahulu yaitu, pengawasan yang kasar diukur dengan mengacu pada penelitian Mitchell & Ambrose (2007), kelelahan emosi diukur dengan mengacu pada penelitian Maslach & Jackson (1981), employee silence diukur dengan mengacu pada penelitian Tangirala & Ramanujam (2008), pertukuran pimpinan diukur dengan mengacu pada penelitian Scandura & Graen (1984). Penelitian kami menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan structural equation model (SEM) partial least square, dimana pendekatan tersebut mengakomodir secara prediktif dari model yang kami bangun.

Berdasarkan karakteristik responden karyawan yang mengalami kekerasan dalam pengawasan baik secara verbal dan non verbal, 61% dari responden karyawan terdiri dari perempuan dan sisanya 39% laki-laki. Berdasarkan usia, 51% responden karyawan berusia 23-28 tahun, 37% berusia 29-34 tahun, 6% berusia 17-22 tahun, dan sisanya 6% berusia kurang dari 35 tahun. Berdasarkan pengalaman kerja, 57% responden telah bekerja pada PT. XYZ selama 1-5 tahun, 35% telah bekerja selama 6-10 tahun, dan 6% telah bekerja selama 10 tahun. Berdasarkan rata-rata responden didominasi oleh karyawan dengan usia 23-34 tahun, dengan pengalaman kerja 1-10 tahun. Dari hasil pengolahan data yang berasal dari responden karyawan ditemukan bahwa pengawasan yang kasar berdampak pada employee silence (H1 diterima), kemudian pengawasan yang kasar juga berdampak pada kelelahan secara emosi pada karyawan (H2 diterima), kelelahan emosi pada karyawan secara mediasi berdampak pada employee silence (H3 diterima), yang mengejutkan adalah pertukaran pimpinan tidak memoderasi pengaruh pengawasan kasar terhadap kelelahan secara emosi pada karyawan (H4 ditolak). Riset ini memperkuat riset terdahulu dimana karyawan dapat berperilaku diam atau pasif karena karyawan merasa takut dan tertekan akibat dari sasaran pengawasan yang kejam. Selain itu, alasan untuk pasif pada karyawan diakibatkan oleh efek sosial dan lingkungan yang berasal dari tekanan dalam pengawasan yang kasar baik verbal maupun non verbal. Perilaku tersebut menghasilkan efek buruk yang konsisten, seperti perilaku bermusuhan antara atasan dan karyawan, karyawan merasa kelelahan secara emosi yang disebabkan oleh ancaman yang terjadi sehingga karyawan memilih untuk tetap pasif dan diam karena lelah secara emosional. Perihal pertukaran pimpinan tidak memiliki pengaruh secara moderasi diakibatkan karyawan merasa bahwa mereka bukan bagian penting dari tim atau organisasi akibat dari pengawasan yang kasar

Kontribusi riset ini yaitu secara empiris yang terjadi, kami sepenuhnya mendukung kebijakan sistem whistle-blowing  pada tingkat korporasi dikarenakan karyawan butuh tempat untuk layanan pengaduan yang aman dan nyaman, kemudian perusahaan harus mengedukasi para supervisor tentang sebab dan akibat jika bertindak kasar terhadap karyawannya, perushaan perlu membuat aturan atau regulasi yang mengatur tentang pengawasan yang kasar. Perusahaan harus bisa memberantas pelaku pengawasan yang kasar, mengingat konsekuensi bagi perusahaan jika pengawasan yang kasar itu mahal. Riset ini memperluas teori job demand dimana akibat dari pengawasan yang kasar di tempat kerja, karyawan akan merasa stress dan burnout meskipun hubungan antara atasan dan bawahan berjalan cukup baik.

Penulis: Ahmad Rizki Sridadi

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://journal.unesa.ac.id/index.php/bisma/article/view/17495/8670

Sridadi, A. R., Admojo, R. T. C., Himmawan, M. F., & Fuciu, M. . (2022). The effect of abusive supervision on employee silence with the mediation role of emotional exhaustion and moderate leader-member exchange. BISMA (Bisnis Dan Manajemen), 15(1), 78–95. https://doi.org/10.26740/bisma.v15n1.p78-95