Penyakit yang disebarkan oleh artropoda merupakan salah satu penyumbang utama penyakit menular di seluruh dunia. Virus yang ditularkan oleh artropoda ke manusia disebut arbovirus, kependekan dari arthropod-borne viruses. Nyamuk merupakan vektor yang paling produktif karena dapat menyebarkan infeksi berbahaya ke manusia. Anopheles, Culex, dan Aedes merupakan tiga genus nyamuk yang dapat menyebarkan patogen ke manusia. Nyamuk dari genus Culex quinquefasciatus dapat menyebarkan penyakit seperti filariasis limfatik, chikungunya, Japanese Encephalitis, demam West Nile, encephalitis, dan St. Louis encephalitis.
Salah satu penyakit yang disebarkan oleh C. quinquefasciatus adalah Japanese Encephalitis (JE), dan nyamuk Culex spp. merupakan vektor utama penyebaran Japanese Encephalitis di Indonesia. Nyamuk Culex spp. yang lebih aktif di malam hari, menularkan JE dengan cara menghisap darah hewan dan manusia. Berdasarkan laporan, pada tahun 2015 terdapat 40 kasus JE, pada tahun 2016 terdapat 43 kasus, pada tahun 2017 terdapat 6 kasus, pada tahun 2018 terdapat 6 kasus, dan pada tahun 2019 terdapat 10 kasus. Data ini diambil dari 11 provinsi di Indonesia.
Golongan insektisida yang paling banyak digunakan adalah piretroid, karena harganya murah, tidak terlalu beracun bagi mamalia, dan memiliki aktivitas insektisida yang tinggi. Insektisida ini mudah ditemukan di toko-toko atau supermarket baik di kota besar maupun di daerah pedesaan. Sebagian besar bahan aktif insektisida di Indonesia berasal dari golongan piretroid sintetik, seperti d-aletrin, transflutrin, dan deltametrin. Namun, penggunaan insektisida dalam jangka panjang dapat membahayakan kesehatan manusia. Hal ini karena dapat menyebabkan munculnya resistensi insektisida pada populasi serangga.
Resistensi terjadi ketika nyamuk atau serangga dapat bertahan hidup dari paparan insektisida yang biasanya mematikan bagi populasi liar. Kemampuan ini diwariskan dari generasi ke generasi, memungkinkan mereka untuk bertahan hidup dari konsentrasi insektisida yang mematikan bagi populasi liar.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi mutasi pada nyamuk C. quinquefasciatus yang diperoleh dari Surabaya, Jawa Timur, Indonesia, menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR). DNA nyamuk diekstraksi dari 23 sampel nyamuk C. quinquefasciatus dan mutasi dideteksi menggunakan teknik PCR. Hasil penelitian ini menunjukkan 13 sampel positif untuk mutasi dan 10 sampel negatif (tidak bermutasi).
Temuan ini memberikan wawasan baru tentang tantangan yang dihadapi dalam mengendalikan vektor penyakit. Penemuan mutasi ini penting bagi layanan kesehatan setempat agar mereka dapat meninjau kembali penggunaan insektisida yang ada dan mempertimbangkan alternatif lain. Selain itu, pemantauan rutin terhadap resistensi insektisida perlu ditingkatkan untuk mendeteksi perubahan populasi nyamuk dan mengantisipasi potensi peningkatan resistensi. Dengan langkah-langkah ini, efektivitas pengendalian nyamuk Culex spp. dapat ditingkatkan sekaligus mengurangi risiko penyebaran penyakit yang ditularkan melalui vektor.
Penulis: Hariyono, Teguh Hari Sucipto, Intan Fatma Listiandari, dkk.
Judul Artikel: Detection of Voltage-Gated Sodium Channel (VGSC) L1014F knockdown-resistance (Kdr) mutation of Culex quinquefasciatus mosquitoes from Surabaya, Indonesia
Informasi detail tentang artikel ilmiah ini dapat dilihat di: https://smujo.id/biodiv/article/view/19754