Universitas Airlangga Official Website

Dinamika Hubungan Jepang-Rusia Akibat Krisis Ukraina

Vladimir Putin dan Shinzo Abe (Foto: asiatoday.id)
Vladimir Putin dan Shinzo Abe (Foto: asiatoday.id)

Invasi Rusia ke Ukraina pada akhir Februari 2022 berdampak signifikan terhadap konstelasi politik dan ekonomi global. Meningkatnya ketegangan militer antara Rusia dan aliansi Barat, penerapan sanksi ekonomi terhadap Rusia, hingga potensi krisis energi dan pangan di tingkat global merupakan beberapa konsekuensi penting dari agresi Kremlin di Ukraina. Jika kita melihat lebih spesifik, perang tersebut berdampak besar pada hubungan antara Rusia dan Jepang.

Pada bulan Maret 2022, Jepang dan Rusia menunjukkan sikap tegas satu sama lain. Di satu sisi, Jepang mendukung resolusi Majelis Umum PBB yang mengutuk serangan Rusia terhadap Ukraina. Di sisi lain, Ukraina juga mengambil dua langkah ekonomi, berupa larangan impor barang-barang Rusia, terutama mesin produksi dan pemberian bantuan senilai $800 juta kepada pemerintah Ukraina. Sebaliknya, sebagai respons atas tindakan Jepang yang tidak bersahabat, Rusia menarik diri dari perundingan perjanjian perdamaian bilateral kedua negara.

Ada tiga poin utama mengenai implikasi perang Rusia terbaru di Ukraina terhadap hubungan Rusia-Jepang (Kuo 2022). Poin pertama adalah kemunduran mendadak dalam perundingan perdamaian bilateral kedua belah pihak, khususnya terkait sengketa kepemilikan Kepulauan Kuril Selatan. Dalam Buku Biru Diplomatik Kementerian Luar Negeri Jepang 2022, Pemerintah Jepang mengubah pernyataannya mengenai Kepulauan Kuril Selatan menjadi status “diduduki secara ilegal oleh Rusia”, sebuah ungkapan yang tidak pernah ada sejak tahun 2003.

Rusia juga bertekad untuk meninggalkan wilayah tersebut. Perundingan pada pertengahan Maret 2022. Konsekuensi dari poin pertama berkaitan erat dengan poin kedua. Rusia dan Tiongkok semakin dekat, sehingga hal ini menggagalkan salah satu kepentingan utama pemulihan hubungan dengan Rusia yang diprakarsai oleh Abe, yaitu mencegah terbentuknya front anti-Jepang antara Moskow dan Beijing.

Meskipun poin ketiga berkaitan dengan hubungan ekonomi kedua negara dengan berbagai sanksi yang dijatuhkan Jepang terhadap Rusia, namun kerja sama ekonomi, salah satu pilar penting pemulihan hubungan Rusia-Jepang, tidak ada artinya. Investasi oleh Jepang di Timur Jauh Rusia terhenti. Embargo impor terhadap barang-barang Rusia juga semakin menekankan penurunan hubungan ekonomi mereka.

Meski terlihat kurang menguntungkan, hubungan Rusia-Jepang bisa kembali mengalami titik balik positif ketika mereka memperhitungkan kembali kepentingannya di kancah global dan regional. Lindung nilai kombinasi akan tetap memainkan peran penting karena Jepang dan Rusia akan menggunakan satu sama lain sebagai kolaborator yang fleksibel untuk asuransi fungsional melalui perspektif kepentingan yang berbeda.

Sejauh ini, Jepang tetap menjadi ‘aliansi sempurna’ dalam sanksi ekonomi Barat terhadap Rusia. Namun secara strategis, sanksi ekonomi tersebut dapat menjadi daya ungkit baru bagi Jepang untuk mendorong Rusia kembali ke meja perundingan. Mengingat, kondisi perekonomian Rusia akan mencapai titik puncak yang tidak dapat terhindar seiring dengan semakin ketatnya sanksi yang diberikan.

Bila hal itu terjadi, Jepang dapat menawarkan insentif melalui perjanjian berdasarkan kepentingan pemulihan hubungan tahun 2016. Yakni tercapainya pakta perdamaian dan mencegah penguatan hubungan Rusia dan Tiongkok. Di sisi lain, Jepang terus membutuhkan pasokan energi Rusia yang melimpah. Perlu kita catat bahwa di sektor energi, Jepang tetap mempertahankan impor minyak mentah dan gas alam dari Rusia meskipun ada embargo terhadap batu bara Rusia (Chang 2022).

Terkait sektor keamanan, Rusia dan Jepang kembali membahas pakta perdamaian; lindung nilai kombinasi akan menjadi signifikan. Perang di Ukraina meyakinkan Jepang bahwa semakin mereka dapat mengikat Rusia pada pakta perdamaian formal. Semakin kecil kemungkinan Rusia melakukan tindakan ofensif terhadap wilayah utara Jepang.

Tokyo juga dapat menggunakan Rusia sebagai penyangga antara Jepang dan Tiongkok. Namun, Rusia dapat mengarahkan hubungan dengan Jepang untuk mengurangi ketegangan dengan aliansi pimpinan AS sekaligus memperkuat posisinya di samping Tiongkok dengan menghindari ketergantungan yang berlebihan.

Penulis: I Gede Wahyu Wicaksana

Sumber: Suhito, Y. P., & Wicaksana, I. G. W. (2024). Combinative Hedging: Japan and Russia in the East Asian Contested Hierarchical Order. Journal of Asian Security and International Affairs, 11(1), 76-93.