Universitas Airlangga Official Website

Eksplorasi Alternatif Pilihan Terapi untuk Strain Helicobater pylori dengan Resistensi Obat Berganda di Mongolia

Helicobacter pylori (H. pylori) adalah patogen yang dapat menyebabkan penyakit parah seperti kanker lambung, ulkus peptikum, dan gastritis. Insiden infeksi H. pylori yang hingga kini belum berhasil diberantas dikaitkan dengan meningkatnya strain yang resisten terhadap antimikroba. Menurut WHO, karena resistensinya H. pylori dinobatkan sebagai salah satu dari enam belas patogen yang resistan terhadap antibiotik dan yang dapat menimbulkan ancaman serius terhadap kesehatan manusia. Secara umun, regimen pengobatan paling populer untuk H. pylori adalah menggunakan kombinasi dua antibiotik (amoksisilin, klaritromisin, metronidazol, atau tetrasiklin) dengan penghambat pompa proton (PPI) dan/atau bismut subsitrat. Menurut konsensus Maastricht VI/Florence, kemanjuran pengobatan lini pertama lebih dari 90% untuk individu yang sedang dirawat untuk pertama kalinya. Namun, jika seseorang gagal merespons pengobatan lini pertama, antibiotik sekunder atau antibiotik alternatif mungkin diperlukan. Saat ini, rejimen berbahan dasar rifabutin dan/atau furazolidone (misalnya ciprofloxacin, moxifloxacin, levofloxacin) lebih banyak digunakan. karena adanya resistensi fluoroquinolone

Masalah resistansi terhadap banyak obat dan kanker lambung umum terjadi di Mongolia yaitu dilaporkan bahwa resistensi multidrug (MDR) pada strain H. pylori masuk kategori tinggi: sebesar 51% untuk amoksisilin, klaritromisin, metronidazol, levofloxacin, dan minocycline serta 60,8% untuk amoksisilin, klaritromisin, metronidazol, eritromisin, dan nitrofuran. Karena tingginya angka MDR, maka obat alternatif untuk mengatasi H. pylori diperlukan dan dilakukan penelitian untuk melihat kemanjuran antimikroba baru terhadap strain H. pylori dengan MDR; secara khusus, dan beberapa obat seperti ciprofloxacin (CIP), moxifloxacin (MOXI), furazolidone (FUR), dan rifabutin (RFB). Selain itu, penelitian juga ditujukan untuk mendefinisikan mutasi genom resistensi antibiotik yang mendasari menggunakan analisis Next Generation Sequencing (NGS) dari H. pylori. Secara keseluruhan, kami menemukan bahwa furazolidone dan rifabutin mungkin merupakan kunci untuk mengobati strain H. pylori dengan MDR di Mongolia.

Sebanyak 361 strain H. pylori diisolasi dari pasien di Mongolia. Konsentrasi penghambatan untuk dua fluoroquinolones (ciprofloxacin dan moxifloxacin), rifabutin, dan furazolidone ditentukan. Mutasi genom pada strain resistensi antibiotik diidentifikasi dengan pengurutan generasi berikutnya menggunakan platform Illumina Miseq dan dibandingkan dengan gen dari referensi strain H. pylori. Tingkat resistensi strain H. pylori terhadap Quinolone cukup tinggi (44% terhadap ciprofloxacin dan 42% terhadap moxifloxacin), dan resistensi terhadap rifabutin rendah (0,5%); tidak ada yang resisten terhadap furazolidone. Kebanyakan strain yang dimiliki resisten Quinolone dan mutasi gen gyrA menyebabkan perubahan asam amino (misalnya N87K, A88P, dan D91G/Y/N). Sementara satu strain yang resisten terhadap rifabutin mengalami mutasi pengganti asam amino pada rpoB (D530N dan R701C), yang lainnya mengalami tiga mutasi rpoB baru; kedua strain yang resisten terhadap rifabutin sensitif terhadap furazolidone. Secara kesulurah, Berdasarkan penelitian memberikan  rifabutin dan/atau furazolidone dapat menjadi alternatif yang efektif.

Artikel lengkap dapat diaksed di: https://doi.org/10.3390/microorganisms11122852