Universitas Airlangga Official Website

Ekstrak Daun Artocarpus sericicarpus sebagai Sumber Agen Antimalaria

Malaria
Ilustrasi malaria (sumber: alodokter)

Malaria merupakan salah satu penyakit tropis yang menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia. Menurut World Malaria Report 2021, terdapat 241 juta kasus malaria secara global, meningkat dari 227 juta pada tahun 2019. Pemberantasan penyakit ini menghadapi berbagai kendala sehingga diperlukan adanya obat antimalaria baru.

Sejarah penemuan obat antimalaria dari alam khususnya tumbuhan, turut mendorong pencarian sumber obat antimalaria. Genus Artocarpus dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antimalaria. Senyawa prenilflavon baru yaitu Artocarpone A dan senyawa dihydrobenzoxanthone baru yaitu Artocarpone B, bersama dengan tujuh senyawa flavon terprenilasi lainnya telah diisolasi dari kulit kayu A. champeden yang dikenal dengan nama daerah cempedak, dan dilaporkan aktif sebagai antimalaria. Senyawa aktif antimalaria golongan dihidrokalkon yang teridentifikasi sebagai 1-(2,4 dihidroksi fenil)-3-[8-hidroksi-2-metil-2-(4-metil-3-pentenil)-2H-1-benzopyran-5-yl]-1-propanon juga telah diisolasi dari daun A. altilis (nama daerah: sukun) dengan mekanisme kerja penghambatan perkembangan tahap parasit. Hasil studi in silico menunjukkan adanya interaksi kuat senyawa tersebut dengan reseptor falcipain-2, sehingga senyawa tersebut diidentifikasi sebagai inhibitor enzim sistein protease Plasmodium falciparum.

Dalam penelitian ini dilakukan investigasi terhadap potensi A. sericicarpus sebagai antimalaria. Tanaman ini merupakan tanaman asli/indigenus Indonesia yang banyak terdapat di Kalimantan, Sulawesi dan Maluku dan dikenal dengan beberapa nama daerah yaitu pelantan, pedalai, terap bulu, dan gumihan. Pemilihan tanaman ini dilakukan berdasarkan pendekatan kemotaksonomi dengan spesies Artocarpus lain yang telah terbukti memiliki aktivitas antimalaria yaitu A. champeden dan A. altilis. Pendekatan tersebut memandang bahwa tumbuhan dari taksa yang sama mempunyai hubungan kekerabatan yang erat. Terutama pada tingkat taksonomi famili, genus, dan spesies. Adanya kekerabatan yang erat ini memungkinkan terjadinya kemiripan zat atau senyawa yang terkandung dalam tumbuhan tersebut.

Penelitian ini merupakan bagian dari kajian lanjutan pengembangan obat bahan alam sebagai sumber antimalaria, khususnya untuk genus Artocarpus. Pada penelitian pendahuluan kami telah melakukan skrining terhadap ekstrak daun A. sericicarpus dan memperoleh data mengenai penghambatan pertumbuhan parasit Plasmodium namun belum dilakukan penentuan tingkat efektivitasnya. Oleh karena itu, penentuan nilai IC50 penting untuk dilakukan.

Studi pendahuluan juga menunjukkan tanaman A. sericicarpus sebagai spesies terpilih dari genus Artocarpus untuk dieksplorasi lebih lanjut, selain melalui pendekatan kemotaksonomi. Pada penelitian kami sebelumnya telah dilakukan skrining aktivitas antimalaria pada beberapa spesies Artocarpus dan hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak heksana, diklorometana, dan metanol daun A. sericicarpus pada konsentrasi uji 100 µg/mL dapat menghambat pertumbuhan parasit P. falciparum secara in vitro dengan kisaran rata-rata nilai penghambatan 99-100%. Oleh karena itu, kami bertujuan untuk melanjutkan penyelidikan aktivitas antimalaria dari daun A. sericicarpus. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai IC50 (Inhibitory Concentration 50%) dari ekstrak dan fraksi daun A. sericicarpus. Nilai IC50 merupakan nilai konsentrasi zat uji dimana zat uji tersebut dapat menghambat pertumbuhan parasit sebesar 50%.

Ekstraksi daun A. sericicarpus dilakukan dengan bantuan ultrasonik (ultrasonic-assisted extraction/UaE) menggunakan pelarut heksana, diklorometana, dan metanol. Semua ekstrak diuji aktivitas antimalarianya dengan uji Laktat Dehidrogenase (LDH). Ekstrak yang paling aktif selanjutnya difraksinasi dengan Kromatografi Cair Vakum (KCV) dan fraksinya diuji lebih lanjut dengan uji LDH juga. Uji sitotoksisitas dilakukan dengan uji resazurin pada beberapa galur sel/cell line untuk mengetahui fraksi aktif dan nontoksik yang berpotensi untuk dimurnikan lebih lanjut dan diidentifikasi zat aktifnya. Ekstrak heksana, diklorometana, dan metanol menunjukkan aktivitas antimalaria dengan nilai IC50 berturut-turut sebesar 23,96±0,06 µg/mL, 2,72±0,08 µg/mL, dan 23,39±0,05 µg/mL.

Ekstrak diklorometana dipilih untuk pemisahan lebih lanjut karena aktivitas antimalarianya tertinggi. Pada pemisahan ekstrak diklorometana, diperoleh sembilan fraksi (F1-F9). Fraksi F2-F9 mempunyai nilai IC50 kurang dari 10 µg/mL, dimana fraksi paling aktif adalah F8 sehingga menunjukkan adanya zat aktif antimalaria. Sedangkan fraksi F1 mempunyai aktivitas antimalaria sedang/moderat. Hasil uji sitotoksisitas menunjukkan seluruh fraksi tidak toksik. Profil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ekstrak diklorometana mengidentifikasi adanya kandungan senyawa polifenol, yang menunjukkan senyawa polifenol aktif dapat diisolasi lebih lanjut dari fraksi aktif (F2-F9).

Fraksi F8 sebagai fraksi yang paling aktif, selanjutnya dilakukan analisis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menggunakan instrumen Shimadzu. Analisis KCKT dilakukan dengan kolom fase terbalik, kolom Lichrospher RP-18 (4,6 x 250 mm, 5 µm), detektor ultraviolet (UV) dengan panjang gelombang ditetapkan pada 254 nm, fase gerak gradien asetonitril-air 50%-50% hingga 80%-20% pada laju alir 0,5 mL/menit. Beberapa puncak utama yang terdapat pada F8 diamati berdasarkan %luas puncak pada waktu retensi (Rt) di 2,4 menit; 3,9 menit; 6,0 menit; dan 14,6 menit. Spektra UV menunjukkan serapan maksimum pada 282 nm, 276 nm, 255 nm, dan 278 nm, yang menunjukkan struktur kalkonoid. Berdasarkan data KLT dan KCKT, diduga F8 kemungkinan mengandung senyawa polifenol berstruktur kalkonoid sebagai salah satu senyawa aktif yang berperan dalam aktivitas antimalaria.

Penelitian ini difokuskan pada penemuan zat antimalaria dari ekstrak daun A. sericicarpus berdasarkan pemisahan yang dipandu bioassay dan penentuan sitotoksisitasnya. Hasil penelitian menunjukkan beberapa fraksi dengan aktivitas antimalaria dan bersifat tidak toksik. Profil KCKT fraksi paling aktif (F8) telah dilakukan, namun identifikasi zat yang terkandung dalam F8 belum dilakukan. Penelitian ini juga dibatasi pada data aktivitas fraksi aktif dan sitotoksisitas. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa aktif antimalaria dari fraksi aktif khususnya F8. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa daun Artocarpus sericicarpus mengandung zat aktif antimalaria sehingga tanaman ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber senyawa antimalaria yang potensial.

Penulis: Prof. Dr. apt. Achmad Fuad Hafid, M.S.

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://dx.doi.org/10.29228/jrp.2024.00 https://www.jrespharm.com/abstract.php?id=1560

Baca juga: Kandidat Obat Malaria dari Tumbuhan Mahang