Covid-19 merupakan infeksi yang disebabkan oleh SARS-CoV-2. COVID-19 menyebar ke seluruh dunia sejak pertama kali dilaporkan. COVID-19 pertama kali masuk Indonesia pada bulan Maret 2020. Pada bulan Oktober 2020, kasus yang dilaporkan mencapai 39 juta di seluruh dunia. Gejala klinis COVID-19 bervariasi, mulai dari tanpa gejala, ringan (demam, batuk kering, kelelahan, tanpa pneumonia atau dengan pneumonia ringan) dan gejala sedang. Pasien COVID-19 membutuhkan terapi oksigen dan bagi pasien yang mempunyai gejala akut membutuhkan perawatan di rumah sakit, oksigen, dan alat bantu pernapasan. Virus SARS-CoV-2 menyebar melalui droplet/percikan air liur dari mulut atau hidung saat batuk, berbicara, atau bersin yang masuk ke tubuh melalui selaput lendir.
Menurut beberapa penelitian, sebagian besar pasien yang terkena COVID-19 mengalami disfungsi organ, 67% mengalami gangguan pernapasan akut/ARDS, 29% disfungsi hati, 29% cedera ginjal akut, 23% cedera jantung, dan 2% mengalami pneumothorax. Pada pasien yang mengalami gangguan pernapasan akut/ADS, kerusakan pada sel endotel pembuluh darah mengakibatkan kerusakan alveolar yang dapat menyebar. Hal ini menyebabkan terjadinya invasi dan aktivasi sel imun (neutrofil atau monosit, atau keduanya), di mana mediator dan sitokin pro dan antiinflamasi dilepaskan, seperti IL-1, IL-6, dan TNF. Produksi sitokin pro-inflamasi yang meningkat menyebabkan badai sitokin, yang merupakan kunci utama gangguan pernapasan akut/ARDS. Sel neutrofil dan sel inflamasi lainnya menyebabkan kerusakan oksidatif pada jaringan paru-paru.
Terapi farmakologis yang diberikan berupa terapi penunjang, yaitu kortikosteroid, antivirus, antikoagulan, antibiotik. Antibiotik, inhibitor IL-6, dan vitamin D. Aminofilin diberikan sebagai terapi tambahan pada pengobatan standar. Aminofilin adalah kombinasi theophylline dan ethylenediamine. Aminofilin memiliki efek antihipoksia, antiinflamasi, bronkodilator, vasodilator, penghambat ROS, mengurangi pembentukan edema, menstimulasi pelepasan surfaktan, dan dapat mencegah replikasi virus. Penggunaan aminofilin dapat mengurangi insiden kematian yang tinggi pada pasien COVID-19 yang mengalami gangguan pernapasan akut/ARDS. Informasi mengenai penggunaan aminofilin pada pasien COVID-19 dengan ARDS masih terbatas. Berdasarkan masalah diatas, maka dilakukan studi evaluasi efek aminofilin terhadap parameter inflamasi pada pasien COVID-19 dengan sindrom gangguan pernapasan akut.
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian observasional dan pengumpulan data diambil secara retrospektif. Data diperoleh dari rekam medis pasien di Rumah Sakit Universitas Airlangga di Surabaya dari bulan Juni hingga bulan Agustus 2021. Data pasien yang diambil harus memenuhi kriteria inklusi, yaitu berumur 18-65 tahun, geriatri ≥65 tahun. 51 pasien memenuhi kriteria inklusi, tetapi 1 pasien dikeluarkan karena data tidak mencukupi. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan uji hipotesis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat penurunan pada parameter limfosit dan CRP. IL-6, netrofil, dan NLR meningkat namun tidak secara signifikan. Parameter yang membaik dalam penelitian ini adalah rasio P/F; nilai yang lebih tinggi berarti tekanan parsial oksigen arteri di dalam tubuh tinggi, dan laju respirasi serta CRP menurun tetapi tidak signifikan secara statistik. Parameter inflamasi limfosit menunjukkan penurunan yang signifikan secara statistik. Pada awal penggunaan aminofilin, lima pasien menggunakan ventilator invasif dan meningkat menjadi 29 pasien ketika aminofilin dihentikan.Terapi pengobatan gangguan pernapasan akut/ARDS merupakan terapi pendukung yang bergantung pada kondisi pasien, sehingga tidak ada terapi yang spesifik. Aminofilin merupakan terapi tambahan, karena terdapat beberapa efek aminofilin yang baik bagi pasien gangguan pernapasan akut/ ARDS. Dosis aminofilin yang diberikan pada pasien disesuaikan dengan konsentrasi serum teofilin dan respon pasien untuk mendapatkan manfaat yang maksimal dari aminofilin dengan efek samping yang minimal.
Pada penelitian ini, penanda inflamasi seperti NLR. IL-6, limfosit, dan netrofil memburuk, sedangkan CRP membaik tetapi tidak secara signifikan. Frekuensi napas meningkat secara signifikan secara statistik, tetapi SpO2 tidak signifikan secara statistik. Penelitian lain menunjukkan bahwa oksimetri nadi dan laju respirasi tidak berhubungan secara signifikan secara statistik; pasien dengan saturasi oksigen rendah biasanya tidak menunjukkan peningkatan frekuensi napas, dan peningkatan frekuensi napas tidak mencerminkan desaturasi. Frekuensi napas tidak berhubungan dengan fungsi kardiopulmoner dan pertukaran gas, sedangkan SpO2 mencerminkan informasi saturasi oksigen dan memberikan pemeriksaan langsung terhadap penyakit kardiopulmoner dan kelainan pertukaran gas. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan aminofilin tidak memperbaiki parameter inflamasi pada pasien COVID-19 dengan gangguan pernapasan akut/ARDS. Rasio NLR merupakan biomarker yang efektif pada tingkat keparahan COVID-19. NLR berhubungan dengan peradangan yang berkepanjangan pada COVID-19, terutama pada prognosis yang lebih buruk.
Aminofilin yang diberikan pada pasien COVID-19 tidak memperbaiki kondisi ARDS, seperti yang ditunjukkan oleh parameter inflamasi yang tidak membaik. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingginya beban pasien saat pandemi dan pasien terlambat mendapatkan pengobatan.
Nama : apt. Arina Dery Puspitasari, M.Farm.Klin.
Link jurnal: https://pharmacyeducation.fip.org/pharmacyeducation/article/view/2650/1859Â