Alergi susu sapi (ASS) yang dimediasi IgE sering terjadi pada masa kanak-kanak, mempengaruhi sekitar 1,9-4,9% anak-anak di seluruh dunia. Secara umum, CMA yang dimediasi IgE memiliki prognosis yang baik, dimana sebagian besar anak berkembang menjadi toleransi terhadap protein susu sapi. Di Denmark, anak-anak ASS yang dimediasi IgE berkembang menjadi toleransi pada usia 1 dan 2 tahun sekitar 56% dan 77%, sedangkan di di Korea Selatan toleransi berkembang pada usia 2 (9,6%), 3 (25,7%), 4 (37,6%), dan 5 (43,3%).
Reaksi hipersensitivitas ASS yang dimediasi IgE meliputi masalah pernapasan, gastrointestinal, dan kulit. Di Amerika Serikat, 44,1% pasien ASS yang dimediasi IgE mengalami gejala gastrointestinal, 41,4% kulit, dan 29,0% pernafasan; di Singapura dilaporkan manifestasi kulit 92,4%, gastrointestinal 28,8%, dan pernafasan 7,7%; sedangkan sampai saat ini bukti ASS yang dimediasi IgE pada anak-anak di Indonesia masih kurang. Menurut Bank Dunia, Indonesia merupakan negara menengah ke bawah yang posisi sosial ekonominya mempengaruhi penyakit alergi. Sedangkan formula pengganti susu sapi pada anak ASS perlu untuk memenuhi kebutuhan gizinya, namun harga cukup mahal dan sulit diperoleh. Oleh karena itu, tenaga medis dan keluarga harus mewaspadai ASS yang dimediasi IgE agar dapat memberikan pengobatan terbaik kepada anak Indonesia dengan ASS. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis usia timbulnya ASS yang dimediasi IgE pada anak-anak Indonesia.
Metode dan Hasil
Penelitian retrospektif ini mencari onset usia outgrow dari ASS pada anak-anak Indonesia. Data dikumpulkan dari tahun 2018 hingga 2023 di rumah sakit tersier di Indonesia (n=217). Kriteria inklusi meliputi peserta berusia 1 bulan hingga 18 tahun, tes tusuk kulit positif dengan ekstraksi susu, dan menjalani diet eliminasi susu sapi. Kriteria eksklusi meliputi kelainan kongenital, intoleransi laktosa, sindrom inflamasi usus, dan riwayat operasi gastrointestinal. Diagnosis didasarkan pada kriteria ASS Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Peserta dengan ASS yang outgrow memiliki usia rata-rata 50,32±31,19 bulan, sedangkan peserta dengan ASS berkelanjutan memiliki usia rata-rata 60,24±25,57 bulan (z=3,248; p=0,001). Sebagian besar peserta yang sudah outgrow 55,71% dan berkelanjutan sebanyak 44,29%; OR=1,048; p=0,868. Sebagian besar peserta mengalami gangguan pernapasan sebagai respons terhadap ASS, yaitu 54,86% dari peserta yang outgrow (p=0,604). Distribusi usia peserta yang outgrow adalah: 10,83% pada usia 1 tahun, 27,5% pada usia 2 tahun, 57,5% pada usia 3 tahun, 58,33% pada usia 4 tahun, dan 75,83% pada usia 5 tahun. Usia rata-rata peserta laki-laki dan perempuan yang outgrow masing-masing adalah 56,89±35,14 bulan dan 39,14±17,18 bulan (z=2,143; p=0,032).
Usia timbulnya ASS yang dimediasi IgE lebih lama pada anak laki-laki. Rasio ASS pada anak perempuan dan laki-laki adalah 1:1.8. Namun sifat resesif gen X yang berhubungan dengan kelainan alergi, yang lebih mudah menjelaskan dominasi alergi makanan pada laki-laki, merupakan salah satu faktor yang menyebabkan anak laki-laki (XY) memiliki lebih banyak ASS. Berdasarkan penelitian sebelumnya di Indonesia, sebagian besar reaksi ASS yang dimediasi IgE adalah gangguan pernafasan, hal ini mungkin disebabkan oleh semakin banyaknya anak-anak Indonesia yang datang ke klinik gastroenterologi anak dengan masalah pencernaan dan juga anak-anak dengan masalah kulit yang melakukan pemeriksaan dermatologis. Pasien dengan ASS yang dimediasi IgE dengan reaksi pernafasan mempunyai onset yang lebih lama dibandingkan respon lainnya, dan frekuensinya hanya7,5%.
Penulis : Azwin Mengindra Putera, dr, SpA(K)
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: Azwin Mengindra Putera, Lailita Ramadhianty (2023). Factors Determining Course of IgE‑Mediated Cow’s Milk Allergy. Indian Journal of Pediatrics 2023