Universitas Airlangga Official Website

Fenomena Aktivitas Seksual Berisiko pada Remaja Laki-laki

ILUSTRASI perilaku seksual remaja pranikah. (Ilustrasi: https://www.dp3ap2.jogjaprov.go.id)
ILUSTRASI perilaku seksual remaja pranikah. (Ilustrasi: https://www.dp3ap2.jogjaprov.go.id)

Remaja berusia 15–24 tahun mengalami perubahan fisik dan psikologis, mereka juga memiliki rasa ingin tahu yang tinggi tentang aktivitas seksual. Remaja saat ini cenderung menjalin hubungan intim, mengeksplorasi hasrat, dan menegosiasikan aktivitas seksual bersama pasangannya. Perkembangan korteks prefrontal yang belum sempurna dapat berkontribusi pada peningkatan pengambilan risiko dan pencarian sensasi yang muncul pada masa remaja. Oleh karena itu, mereka rentan terhadap aktivitas seksual berisiko, seperti melakukan hubungan seksual pranikah dan hubungan jangka pendek.

Seks pranikah, yaitu perilaku aktivitas seksual berisiko secara sadar antara dua orang yang belum menikah, meningkat di seluruh dunia. Aktivitas seksual menjadi hal biasa di usia muda, terbukti dengan 41,2% siswa sekolah menengah atas melaporkan bahwa mereka pernah berhubungan seks; lebih dari sepertiga (33,1%) aktif secara seksual; dan hampir 43,1% melaporkan bahwa mereka tidak menggunakan kondom saat berhubungan seksual. Senada dengan hal tersebut, penelitian di Indonesia juga menunjukkan bahwa remaja yang melakukan perilaku seksual berisiko mengaku pernah melakukan hubungan seksual (5,1%). Alasan paling umum melakukan hubungan seksual adalah karena ingin mengetahui atau mencoba (50%). Aktivitas seksual tanpa kondom dapat membuat remaja terkena penyakit menular seksual (PMS), termasuk HIV/AIDS, karena sebagian besar remaja tidak mengetahui pedoman dan cara mencegahnya.

Minat dan aktivitas seksual meningkat seiring bertambahnya usia, terutama pada laki-laki. Laki-laki dan remaja laki-laki lebih cenderung memiliki minat seks yang intens dibandingkan perempuan. Laki-laki cenderung memiliki sikap yang lebih liberal terhadap perilaku seksual berisiko tinggi, seperti seks pranikah, seks bebas, dan berganti-ganti pasangan. Namun hal ini juga bergantung pada perbedaan latar belakang budaya dan kemudahan aksesibilitas.

Perilaku seksual remaja dipengaruhi oleh interaksi kompleks antara faktor individu dan lingkungan. Penelitian telah menunjukkan bahwa faktor lingkungan seperti menonton film pornografi, akses terhadap media sosial, dan remaja yang berasal dari keluarga yang tinggal di pedesaan dapat mempengaruhi niat dan perilaku seksual. Faktor individu seperti usia dan persepsi terhadap seks pranikah juga berkontribusi terhadap perilaku seksual remaja. Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa terdapat beragam faktor penentu perilaku dan sikap seksual di kalangan remaja laki-laki, yang mungkin berbeda dengan remaja perempuan.

Penelitian terkini telah memberikan bukti adanya perbedaan spesifik gender dalam perilaku, sikap, dan faktor-faktor yang mempengaruhi seksual di kalangan remaja. Namun, terdapat kesenjangan yang terletak pada perlunya menggali dan memahami faktor-faktor spesifik yang mempengaruhi niat untuk segera melakukan hubungan seksual di kalangan remaja laki-laki di Indonesia, dengan mempertimbangkan perbedaan spesifik gender yang diamati dalam perilaku dan sikap seksual.

Desain yang digunakan di riset ini adalah cross-sectional dengan menggunakan data sekunder dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017. Data dikumpulkan dari 8.876 remaja laki-laki di Indonesia dengan menggunakan multistage cluster sampling dan dianalisis menggunakan regresi logistik berganda.

Riset ini menemukan beberapa prediktor yang mempengaruhi variabel hasil, seperti umur, daerah tempat tinggal, akses terhadap media, mempunyai pacar, mempunyai teman yang melakukan hubungan seks pranikah, pernah dipengaruhi oleh teman/seseorang untuk berhubungan seks, dan sikap terhadap seks pranikah.

Faktor-faktor tersebut berasal dari aspek eksternal dan internal pemuda. Prediktor pertama yang ditemukan dalam penelitian ini adalah usia, remaja yang lebih tua (20-24 tahun) mempunyai niat untuk segera melakukan hubungan seksual lebih besar dibandingkan dengan usia 15-19 tahun. Prediktor selanjutnya adalah perbedaan tempat tinggal, remaja yang tinggal di pedesaan cenderung memiliki niat yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tinggal di kota. Selanjutnya, berpacaran atau mempunyai pacar mempengaruhi remaja laki-laki untuk lebih cenderung segera melakukan hubungan seksual. Selain teman yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah, pengaruh teman untuk melakukan hubungan seks pun semakin besar kecenderungannya. Faktor terakhir yang berhubungan dengan niat berhubungan seks adalah sikap terhadap seks pranikah.

Oleh karena itu, program pencegahan hendaknya menyasar aspek internal dan eksternal remaja melalui program pendidikan seks dan kesehatan reproduksi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan membentuk sikap yang baik terhadap seks pranikah. Intervensi ini juga memfasilitasi keterampilan peserta untuk bersikap asertif dan mampu menolak pengaruh negatif teman sebaya. Selain itu, peningkatan akses terhadap media pendidikan kesehatan reproduksi juga diperlukan.

Penulis: Bani Bacan Hacantya Yudanagara, S. Psi., M. Si.

Informasi detail dari riset ini terdapat pada tulisan kami di:

https://medic.upm.edu.my/upload/dokumen/2024052916190108_MJMHS_0768.pdf

Baca juga: Faktor Risiko Kolik pada Kuda di Tuban