Universitas Airlangga Official Website

FOMO Konsumen di Era Media Sosial, Apakah sebagai Peluang Pemasaran ?

Kehadiran media sosial telah memberikan banyak manfaat sekaligus menimbulkan permasalahan tersendiri. Salah satu istilah yang menggambarkan pedang bermata dua ini adalah “fear of missing out” (FOMO). Pemanfaatan FOMO konsumen merupakan strategi pemasaran handal mendapatkan konsumen.

FOMO seringkali dikaitkan dengan perilaku negatif yang muncul dari penggunaan media sosial [1]. Pemasar dapat melihatnya sebagai peluang yang harus dimanfaatkan untuk memperoleh pelanggan dengan memanfaatkan keadaan emosional dan psikologis target pasar [2]. FOMO merupakan perspektif modern terkait dengan pepatah “rumput tetangga selalu lebih hijau,” di mana individu diasosiasikan dengan perasaan tidak puas, takut tertinggal informasi, perasaan khawatir. Media sosial menjadi bahan bakar untuk emosi tersebut [3].

FOMO pertama kali dikenali sebagai fenomena psikologis yang diamati dalam penggunaan situs jejaring sosial oleh seorang psikolog Inggris. Istilah tersebut kemudian dikonsep dengan menggunakan Self-Determination Theory (SDT) [4]. Berdasar teori SDT ditemukan bahwa FOMO merupakan sebuah konsep yang muncul karena individu memiliki kepuasan hidup yang rendah dan gagal memenuhi tiga kebutuhan psikologis dasar sehingga menimbulkan keinginan untuk membandingkan dirinya dengan kehidupan orang lain. Ketiga kebutuhan psikologis dasar ini meliputi kompetensi, otonomi, dan keterhubungan dengan orang lain  [5].

FOMO memiliki keterkaitan kuat dengan strategi pemasaran.Penelitian mengenai FOMO terkait perilaku konsumen membahas bagaimana FOMO memprediksi kecepatan dan keinginan seseorang dalam mengonsumsi televisi. Literatur pemasaran lainnya juga mengungkapkan bahwa ketika konten media sosial menyertakan elemen FOMO, hal tersebut terbukti berdampak positif terhadap tingginya tingkat kegembiraan dan keterlibatan merek [6].

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, minat peneliti terhadap perilaku konsumen dalam konteks FOMO mulai berkembang, meskipun masih terfragmentasi dan tidak komprehensif. Sebagian besar penelitian tentang FOMO berasumsi bahwa FOMO adalah ciri kepribadian yang berfokus pada dampak psikologis negatif [5]. Dalam bidang pemasaran, FOMO sering dikaitkan dengan dampaknya terhadap perilaku konsumen yang berlebihan, seperti perilaku konsumsi ikut-ikutan [7], konsumsi yang mencolok (kecenderungan pamer)

Fenomena FOMO merupakan tren yang muncul dan menyebar di media sosial. Situasi FOMO semakin parah dengan semakin masifnya pengguna media sosial yang terhubung dalam jaringan. Sehingga dalam penelitian terbaru, FOMO sering dikaitkan dengan disfungsi kehidupan psikologis seperti gangguan tidur, produktivitas, dan gangguan perkembangan saraf [4]. Landasan psikososial juga sering dianggap berdasarkan pada sikap atau perilaku seseorang, sehingga muncul juga faktor-faktor penentu seperti perilaku sosial yang mencolok, rasa iri terhadap kesepian, dan pengucilan sosial [8] . FOMO juga ditemukan secara tidak langsung berhubungan dengan kesediaan individu untuk berpartisipasi, membeli, dan mengonsumsi seperti yang dibentuk oleh media sosial dalam bentuk rasa suka, iri, atau persaingan (emulasi). termasuk kapasitas untuk mengambil tindakan (kompetensi), inisiatif individu (otonomi), dan keterhubungan dengan orang lain [5]. di bidang pemasaran, penelitian mengenai FOMO masih terbatas, namun dalam dekade terakhir beberapa penelitian pengembangan konsep mulai mengkaji hubungan antara FOMO, media sosial, dan perilaku konsumsi

Istilah FOMO semakin marak dengan semakin intensnya penggunaan media sosial sehingga individu semakin menjalani kehidupan yang berlebihan. FOMO memiliki landasan yang lebih kuat karena efek media sosial yang membangun evaluasi komparatif situasi seseorang dengan orang lain [9]. Dalam konteks konsumsi, penelitian terbaru memperluas pemahaman FOMO yang berpusat pada konsumen [10] [11]. FOMO yang berpusat pada konsumen dibangun berdasarkan definisi FOMO sebagai kecenderungan pribadi yang terkait dengan konteks konsumsi sehingga dikonseptualisasikan sebagai kekhawatiran tidak mendapatkan suatu produk atau terlibat dalam suatu pengalaman konsumsi. [11] FOMO yang berpusat pada konsumen menunjukkan perasaan khawatir akan kerugian yang secara relatif berhubungan langsung dengan perilaku konsumsi. FOMO sering dikaitkan dengan situasi psikologis negatif. Mempelajari FOMO dalam konteks pemasaran, memberikan respon yang berdampak positif pada perilaku konsumsi.

FOMO merupakan kondisi emosional dan psikologis konsumen yang perlu dipelajari dan dimanfaatkan oleh pemasar. FOMO menciptakan rasa khawatir konsumen, takut akan tertinggal dengan lingkungan, sehingga berdampak positif pada pembelian konsumen akan suatu produk. Pada era society 5.0, semua konsumen terpapar dengan social media. Hal ini akan meningkatkan FOMO konsumen.

Penulis: Prof. Dr. Sri Hartini, S.E., M.Si.

Jurnal: FOMO related consumer behaviour in marketing context: A systematic literature review