Universitas Airlangga Official Website

Guest Lecture Sekolah Pascasarjana UNAIR Bahas Urgensi Hapus Diskriminasi Perempuan

Prof Aquarini Priyatna, Ph D dalam penjelasannya mengenai kesetaraan gender. (Foto: SS Zoom)

UNAIR NEWS – Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga (UNAIR) menyelenggarakan kuliah tamu bertajuk Perkembangan Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam Pemenuhan Target SDGs. Kuliah tamu pada Sabtu (1/10/2022) tersebut mengundang Prof Aquarini Priyatna PhD Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran.

“Saya pernah mendengar pertanyaan yang diajukan seseorang, ‘Perempuan meminta feminisme, tapi mengapa ada cuti melahirkan?’. Itu ‘kan dua hal yang berbeda ya, satunya memang hak asasi manusia, satunya karena merupakan respons biologis perempuan,” ujar Aquarini membuka sesi diskusi.

Ia kembali menekankan bahwa maksud dari feminisme atau kesetaraan gender adalah dengan mempertimbangkan dua hak yang dapat dialami oleh kedua gender. “Memasak, contoh kecilnya, sering dianggap sebagai keahlian wajib yang harus dimiliki seorang perempuan,” ungkapnya.

Padahal, lanjutnya, hal itu adalah salah satu bentuk dari justifikasi patriarkal atas konstruksi sosial budaya yang terjadi akibat tidak terpenuhinya kesetaraan gender. Akibatnya, ketika seorang perempuan tidak mampu memenuhi justifikasi tersebut, ia akan dianggap sebagai perempuan yang tidak ideal.

Pentingnya Pendidikan

Berkaca dari kasus pelecehan seksual yang beberapa saat lalu terjadi di institusi perguruan tinggi, Aquarini mengungkap daruratnya diskriminasi perempuan di sektor pendidikan. “Bukan hanya dari segi kualitas, segi kuantitas pun menunjukkan bahwa tujuh dari sepuluh anak yang putus sekolah adalah seorang perempuan sehingga kita harus bisa memikirkan agar pendidikan dapat menjadi agenda penting untuk mencapai gender equality,” terangnya.

Untuk itu, Aquarini juga menambahkan beberapa hal yang harus dilakukanagar pemberdayaan perempuan di sektor pendidikan terus digaungkan. Hal tersebut antara lain dengan memastikan kesamaan akses dalam pendidikan, mengembangkan pendidikan dan pelatihan yang tidak diskriminatif, mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk memonitor reformasi pendidikan, dan lain-lain.

“Kita mendidik perempuan (sama seperti, Red) kita mendidik the whole generation. Karena perempuan yang berpendidikan pasti akan memastikan sekitarnya teredukasi sehingga ketika kita berinvestasi di pendidikan perempuan, maka kita akan dapat menghasilkan dividen yang jauh lebih substansial,” pesan Aquarini. (*)

Penulis: Leivina Ariani Sugiharto Putri

Editor  : Binti Q. Masruroh