Universitas Airlangga Official Website

Hipopigmentasi dan Atrofi Lemak Subkutan Terkait dengan Injeksi Kortikosteroid

Foto by Kompas Health

Tenosynovitis de Quervain adalah cedera pergelangan tangan akibat penggunaan berlebihan yang paling umum akibat mikrotrauma berulang. Prevalensi tenosinovitis de Quervain dilaporkan pada wanita sebesar 1,3%, sedangkan pada pria sebesar 0,5%. Penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid oral (OAINS), imobilisasi, diatermi, splinting, dan injeksi kortikosteroid merupakan penanganan konservatif. Injeksi kortikosteroid lebih dipilih dibandingkan oleh perawatan non-bedah lainnya. Injeksi ini memiliki tingkat keberhasilan pengobatan tertinggi dibandingkan dengan pemberian OAINS oral, splinting, maupun terapi kombinasi. Berbagai formulasi kortikosteroid memiliki tingkat keberhasilan sebesar 62%-93%.

Nyeri merupakan gejala umum dari tenosynovitis de Quervain. Tujuan manajemen nyeri pada tenosynovitis de Quervain adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan menghilangkan rasa nyeri dan membantu mereka untuk mendapatkan fungsi yang tepat. Injeksi kortikosteroid sering diberikan untuk mengobati rasa nyeri yang terkait dengan gangguan rematik dan muskuloskeletal. Terlepas dari penggunaan umum dalam praktiknya, pemberian injeksi kortikosteroid memiliki efek samping bagi penggunanya seperti hipopigmentasi dan atrofi lemak subkutan.

Dilaporkan seorang wanita Asia berusia 31 tahun datang dengan nyeri di pergelangan tangan kanannya selama 2 minggu. Rasa nyeri merambat ke lengan bawahnya dan secara substansial diperparah oleh gerakan. Pasien memiliki skor NRS sekitar 5–7. Pasien tidak memiliki riwayat trauma sebelumnya. Pada pemeriksaan, didapatkan pembengkakan dan nyeri tekan pada aspek lateral tangan kanannya. Tes Finkelstein positif sehingga dibuat diagnosis klinis tenosynovitis de Quervain. Awalnya, pasien dirawat secara konservatif dengan OAINS, namun setelah 10 hari perawatan ini tidak didapatkan perbaikan yang signifikan. Oleh karena itu, pasien tersebut diinjeksi kortikosteroid lokal.

Pasien diinjeksi campuran 1 mL triamcinolone acetonide 10 mg/mL dan 1 mL lidokain hidroklorida 1% melalui suntikan ke selubung peritendinous dari kompartemen dorsal pertama. Pasien juga menggunakan thumb spica orthosis. Skor NRS dua minggu pasca suntikan yaitu 3-4 dan nyeri hilang sepenuhnya setelah 3 minggu. Sebulan setelah injeksi, pasien mengalami hipopigmentasi pada kulitnya. Lesi tersebut berukuran 1 × 1,6 cm. Tidak ditemukan gangguan motorik maupun sensorik pada pemeriksaan lanjutannya. Satu setengah tahun kemudian, hipopigmentasi kulit dan atrofi lemak subkutannya sembuh sempurna tanpa pengobatan khusus.

Injeksi kortikosteroid merupakan modalitas pengobatan pilihan dalam mengurangi gejala tenosinovitis de Quervain. Injeksi tersebut semakin banyak digunakan untuk gangguan muskuloskeletal dan rematik lainnya. Efek samping dari injeksi kortikosteroid belum banyak mendapat perhatian. Efek samping utama dapat berupa atrofi lemak subkutan yang parah dan hipopigmentasi kulit, sedangkan efek samping ringan dapat berupa ruam kulit.

Atrofi lemak subkutan dan hipopigmentasi kulit terkait dengan injeksi triamsinolon telah dilaporkan mempengaruhi beberapa tempat injeksi, tergantung pada lokasi injeksi. Patofisiologi atrofi lemak subkutan dan hipopigmentasi kulit terkait dengan injeksi kortikosteroid belum dijelaskan dengan jelas. Hal ini dimungkinkan karena penghambatan produksi prostaglandin atau sitokin dalam sel epidermis dan penekanan produk metabolisme sekretori dari melanosit.

Ada beberapa tindakan pencegahan yang dapat meminimalkan risiko atrofi lemak subkutan dan hipopigmentasi kulit. Jarum harus diganti setelah persiapan kortikosteroid, dan anestesi lokal selanjutnya digunakan untuk mengencerkannya. Selain itu, menerapkan tekanan menggunakan pembalut steril di tempat suntikan saat jarum dicabut dapat menghindari kebocoran sediaan kortikosteroid ke dalam jaringan subkutan. Kortikosteroid yang disuntikkan secara dangkal juga dapat menyebabkan kebocoran di sepanjang jalur jarum dan kemudian membahayakan tempat suntikan.

Pemberian informasi ini penting bagi pasien tentang efek samping sebelum melakukan prosedur, terutama dalam kasus pasien berkulit gelap. Meskipun kondisi ini dapat sembuh secara spontan tanpa pengobatan khusus, namun tidak boleh diabaikan. Beberapa pasien mungkin menganggapnya gangguan dan mungkin kehilangan kepercayaan diri karena efeknya. Pada akhirnya, dokter harus segera mengenalinya sebagai efek samping yang terkait dengan injeksi kortikosteroid.

Penulis: Hanik Badriyah Hidayati, Fata Prihatsari, Damayanti, dan Trianggoro Budisulistyo.

Link Lengkap: https://doi.org/10.35975/apic.v25i6.1708