Universitas Airlangga Official Website

Identifikasi Biologis Tengkorak pada Populasi Indonesia dan Thailand

ilustrasi tengkorak (sumber: liputan 6)

Unair News – Hal terpenting dalam identifikasi adalah tingkat akurasi. Nilai akurasi yang tinggi dapat mempercepat proses identifikasi biologis tengkorak. Penggunaan cara yang benar mendukung proses ini dengan cepat, apalagi jika korban merupakan korban mutilasi atau ledakan bom. Kondisi khusus dengan tubuh yang tidak lengkap merupakan tantangan dalam proses identifikasi; Penelitian ini bermaksud untuk memperoleh suatu metode identifikasi secara cepat, tepat, dan akurat.

Profil biologis dapat membantu proses identifikasi dari evaluasi empat kriteria: usia saat meninggal, jenis kelamin, tinggi badan, dan keturunan. Tengkorak manusia menjadi yang pertama dalam memperkirakan usia dan keturunan, dan kedua dalam hal jenis kelamin dan tinggi badan dalam hal keakuratan identifikasi dari sisa-sisa kerangka.

Segmen tengkorak mampu menunjukkan profil individu tersebut. Keturunan dapat terihat dari bentuk eksokranial, kraniometri, dan orbitalnya karena setiap kelompok keturunan mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Sedangkan jenis kelamin dapat terlihat dari kraniometri termasuk mandibula.  Beberapa bagian akan sangat berbeda untuk pria dan wanita. Estimasi usia dapat melalui penutupan sutura, (endokranial, eksokranial, dan lambdoid). Sementara itu beberapa ahli juga menggunakan gigi geraham ketiga jika berhasil menemukan mandibula. Tinggi badan bisa menggunakan kraniometri. Bagian-bagian yang diukur meliputi tengkorak dan mandibula, serta titik-titik antropometris tertentu seperti Basion-Nasion- Nasal, Panjang Kepala-Lebar Kepala, g-op, ba-n dan ma-sn.

Bencana tsunami Samudera Hindia tahun 2004 yang terjadi menyadarkan kita bahwa perlu ada ahli antropologi forensik untuk menangani kasus identifikasi dengan jumlah korban yang banyak. Banyaknya korban dan perlunya identifikasi individu memerlukan metode yang tepat. Semakin lambat prosesnya, semakin sulit mengidentifikasi korban. Pada bom Bali pada tahun 2002 banyak penemuan korban dengan bagian tubuh yang tidak lengkap. Masalahnya, korbannya berasal dari berbagai daerah di tanah air. Kasus ini menunjukkan pentingnya penerapan antropologi forensik dalam membantu proses identifikasi. Analisis yang perlu terkait dengan karakteristik biologis adalah jenis kelamin, usia, tinggi badan, dan keturunan kerangka.

Penerapan profil biologis pada saat proses identifikasi sangat penting mengingat beberapa kasus memerlukan bantuan antropologi forensik. Nilai signifikan penerapan metode dalam menampilkan profil biologis individu sangat membantu dalam kasus bencana alam, terorisme, pembunuhan, dan mutilasi, ketika kondisi korban tidak lengkap, atau hanya tersisa kerangkanya. Seperti dalam artikel ini, penerapan identifikasi profil biologis melalui tengkorak sangat bergantung dari nenek moyang atau asal usul berdasar wilayah geografis. Setiap kelompok populasi mempunyai kriteria berbeda yang dapat menunjukkan ciri-ciri nenek moyangnya. Ini mengikuti parameter profil biologis lainnya seperti jenis kelamin, usia, dan tinggi badan.

Dalam melakukan analisis ini, hal-hal yang perlu ada adalah estimasi ancestry pada tengkorak, estimasi jenis kelamin dari tengkorak, estimasi usia dari tengkorak, dan estimasi tinggi badan berdasar tengkorak. Akurasi dari masing-masing estimasi itu tidak sama besarnya satu dengan yang lain. Sebagai contoh, asesmen keturunan mengacu pada wilayah geografis asal. Perkiraan nenek moyang dari sisa-sisa kerangka manusia memungkinkan karena variasi manusia yang berpola geografis. Populasi manusia berbeda karena proses evolusi seperti seleksi alam, penyimpangan genetik, mutasi, dan aliran gen, yang secara kolektif membentuk variasi genotip dan fenotip, termasuk variasi kerangka. Hal ini memungkinkan terjadinya nenek moyang berdasarkan observasi dan pengukuran variasi kerangka. 

Contoh lain, estimasi usia merupakan elemen penting dalam identifikasi individu ketika ada penemuan sisa-sisa kerangka manusia. Hal ini penting untuk membangun profil biologis dalam proses identifikasi kasus forensik individu atau untuk membangun profil kematian populasi di masa lalu. Namun, terdapat argumen bahwa keandalan estimasi tersebut terlalu bergantung pada profil demografi sampel referensi Barat yang menjadi dasar pengembangan metode tersebut. Tingkat remodeling dan degenerasi tulang berbeda antara populasi Eropa, Afrika, dan Asia.

Dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan identifikasi, metode yang dapat diterapkan adalah kraniometri yang dapat digunakan untuk penentuan jenis kelamin, umur, tinggi badan, dan perkiraan keturunan. Hasil yang berbeda akan terjadi tergantung pada kelengkapan tengkoraknya. Oleh karena itu rumus estimasi mempunyai hasil akurasi yang berbeda-beda. Analisis fungsi diskriminan telah dilakukan pada berbagai rangkaian pengukuran dan kekuatan diskriminasinya telah divalidasi oleh banyak peneliti. Analisis morfometrik geometris telah menjadi alat utama untuk analisis bentuk dan banyak upaya telah dilakukan untuk menggunakannya dalam menganalisis tengkorak. 

Rosida Clivara Sari Anjani; Myrtati Dyah Artaria; Phruksachat Singsuwan; Jiripat Arunorat & Pasuk Mahakkanukrauh

Link article: https://www.scielo.cl/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0717-95022024000100137&lng=en&nrm=iso&tlng=en 

BACA JUGA: Konstruksi Sosial Etnis Banjar terhadap Tari Radap Rahayu