Universitas Airlangga Official Website

Inovasi Berkelanjutan: Budidaya Maggot sebagai Solusi Pengelolaan Sampah Organik di Lingkungan Kampus

Budidaya Maggot sebagai Solusi Pengelolaan Sampah Organik di Lingkungan Kampus. (Foto: Istimewa)

Tidak bisa dipungkiri, hingga kini permasalahan sampah merupakan permasalahan yang serius tak terkecuali di lingkungan kampus. Timbunan sampah mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya aktivitas sivitas akademika didalam kampus. Dari permasalahan tersebut, Universitas Airlangga melalui Direktorat Logistik, Keamanan, Ketertiban dan Lingkungan berupaya untuk melakukan inovasi pengolahan sampah khususnya sampah organik melalui  Teknologi biokonversi menggunakan maggot lalat Black Soldier Fly (BSF). Budidaya maggot di area kampus adalah langkah progresif yang membantu mengurangi dampak negatif sampah organik.

Dalam kegiatan ini telur maggot yang akan dibudidayakan di Universitas Airlangga sebanyak 200 gram. Proses budidaya maggot diawali dengan pembuatan media penetasan telur dalam wadah plastik. Media yang digunakan yaitu dedak yang dicampurkan dengan air yang ditambahkan setiap dua hari sekali agar dedak tetap dalam kondisi lembab. Telur-telur tersebut diletakkan diatas penampang yang terbuat dari kawat yang memiliki pori-pori kecil dengan dilapisi tisu agar telur tidak bersentuhan langsung dengan media karena telur akan mati. Proses penetasan telur berlangsung selama 3-5 hari. Baby Maggot  yang baru saja menetas dan jatuh kedalam media untuk bertahan hidup berkembang selama kurang lebih tujuh hari. Lalu Baby Maggot yang sudah berukuran 3-4 cm dipindahkan dalam media pembesaran. Media pembesaran maggot menggunakan rak yang terbuat dari kayu. Baby Maggot  yang bertahan hidup bisa mencapai 20-25 kg selama satu siklus. Pada proses pembesaran maggot inilah, diperlukannya sampah organik sebagai pakan untuk maggot berkembang. Sampah organik yang digunakan biasanya berasal dari sampah dapur sisa makanan. Sampah-sampah tersebut dicacah atau dihaluskan terlebih dahulu agar dapat dicerna oleh maggot.

Satu tempat penetasan berisikan 200 gram telur dan dibutuhkan 2 kg media. Sedangkan pada saat pembesaran maggot, untuk 1 kg maggot dibutuhkan 4 kg sampah organik sebagai pakan maggot. Maggot setelah berumur 15-20 hari dapat dipanen. Proses panen maggot dilakukan dengan menggunakan ayakan senderhana. Maggot yang sudah dipanen dapat dijadikan sumber protein untuk pakan ternak di Fakultas Kedokteran Hewan. Ilham Meizar Rizkyansyah, S.T. selaku pengelolah sampah di Universitas Airlangga mengatakan bahwa setiap  sampah organik yang berhasil dikelola olah maggot ini mencapai 23.920 kg.

Ilham juga melanjutkan bahwa budidaya Maggot tergolong mudah, alat yang dibutuhkan berupa kandang lalat BSF yang terbuat dari kayu atau papan yang bercelah sebagai tempat kawin maggot, wadah kecil untuk penetasan telur, dan rak untuk tempat pembesaran maggot. Kandang ditutup kawat atau kasa dan diletakkan di tempat yang terkena sinar matahari. Pada pemilihan container, gunakan wadah yang sesuai seperti drum plastik atau bak terbuat dari bahan tahan air. Pastikan wadah memiliki lubang drainase untuk menghindari air hujan yang berlebihan. Lalu kumpulkan sampah organik dari kantin, atau sisa makanan dari mahasiswa dapat dijadikan sumber bahan makanan bagi maggot. Maggot membutuhkan perawatan yang cermat. pastikan suhu dan kelembaban di dalam wadah tetap terkendali. Maggot akan tumbuh dan berkembang lebih baik dalam kondisi yang sesuai. Ketika larva telah mencapai ukuran yang diinginkan, mereka dapat diambil untuk digunakan sebagai pakan atau diolah menjadi energi terbarukan.

Budidaya maggot memiliki beragam manfaat diantaranya : 1) Berperan dalam pengurangan sampah organik, dengan menempatkan limbah organik seperti sisa makanan, dedaunan dan lainnya ke dalam sistem budidaya maggot, dapat mengurangi volume sampah yang harus dibuang ke tempat pembuangan akhir/TPA. 2) Sumber protein dan pakan alternatif, Pupa maggot kaya akan protein dan nutrisi, membuatnya cocok sebagai pakan alternatif untuk ternak atau hewan peliharaan. Kampus dapat memanfaatkan pupa maggot ini untuk mendukung program pertanian dan peternakan yang ada di kampus. 3) Energi terbarukan, Pupa maggot yang dikeringkan dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif, seperti briket biomassa. Ini dapat membantu mengurangi ketergantungan kampus pada energi fosil dan mengurangi emisi karbon. 4) Budidaya maggot di area kampus juga memiliki manfaat pendidikan yang besar. Mahasiswa dapat terlibat dalam pengelolaan maggot, belajar tentang daur ulang sampah organik, dan berkontribusi pada keberlanjutan kampus. Ini juga dapat menjadi sumber penelitian dan eksperimen ilmiah di berbagai disiplin ilmu.

Budidaya maggot di kampus adalah salah satu cara inovatif untuk mengatasi masalah sampah organik, memberikan sumber protein dan pakan alternatif, serta mendukung upaya keberlanjutan di lingkungan kampus. Dengan perencanaan yang tepat dan keterlibatan aktif dari berbagai pihak di kampus, budidaya maggot dapat menjadi langkah positif dalam menjaga kampus menjadi tempat yang lebih hijau dan berkelanjutan.

Penulis: Tim DLKKL