Stabilisasi lereng merupakan aspek penting dalam bidang geoteknik karena ketidakstabilan lereng dapat menyebabkan bencana alam yang signifikan dan kerugian ekonomi. Berbagai metode stabilisasi telah dikembangkan, termasuk penggunaan tiang pancang, dinding penahan, geotekstil, anchor, soil nailing, dan metode kimiawi seperti penggunaan semen, kapur, atau polimer anorganik. Namun, metode-metode ini sering kali mahal, memerlukan peralatan berat, dan dapat merusak lingkungan. Sebagai alternatif, teknologi Microbially Induced Calcite Precipitation (MICP) telah muncul sebagai metode baru yang menawarkan solusi stabilisasi lereng dengan cara memperkuat partikel tanah melalui presipitasi kalsium karbonat (CaCO3). Teknologi ini tidak hanya efektif dalam memperkuat tanah, tetapi juga ramah lingkungan dan mendukung pertumbuhan tanaman.
Proses MICP dapat dibagi menjadi dua tahap utama: hidrolisis urea dan presipitasi CaCO3. Pada tahap pertama, mikroorganisme menggunakan reaksi metabolik mereka untuk menghasilkan enzim urease, yang kemudian memfasilitasi dekomposisi urea menjadi karbonat dan ion amonium. Selanjutnya, ion kalsium (Ca2+) dari lingkungan sekitar akan berikatan dengan karbonat, membentuk kristal CaCO3 yang mengikat partikel-partikel tanah, meningkatkan sifat mekanis tanah seperti kohesi dan sudut geser tanah.
Pemilihan bakteri yang tepat sangat penting dalam proses MICP karena produksi enzim urease oleh bakteri dapat bervariasi tergantung pada kondisi tanah. Bacillus pasteurii dan Sporosarcina pasteurii adalah bakteri yang sering digunakan dalam literatur. Namun, di daerah dengan kondisi cuaca dingin yang fluktuatif, bakteri lokal lebih disarankan karena enzim urease dari sebagian besar bakteri sensitif terhadap suhu dan mudah terdenaturasi oleh perubahan suhu lingkungan. Studi oleh Gowthaman et al. (2019) menunjukkan bahwa penggunaan bakteri lokal, seperti Lysinibacillus xylanilyticus, lebih efisien dalam kondisi cuaca yang bervariasi. Selain itu, Nayanthara et al. (2019) menemukan bahwa penggunaan bakteri lokal dari genus Sporosarcina mampu meningkatkan stabilitas lereng pada suhu sekitar 25°C, sesuai dengan iklim tropis.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan kinerja MICP dengan memodifikasi metode tradisional. Sun et al. (2022) mengusulkan metode MEMCP (Microbiota and Enzyme Mix–Induced Carbonate Precipitation) untuk meningkatkan stabilitas lereng pesisir dan mengurangi erosi. Metode ini menggabungkan biocementation dengan teknik EICP (Enzyme-Induced Carbonate Precipitation) yang menghasilkan CaCO3, meningkatkan stabilitas lereng secara signifikan. Gowthaman et al. (2022) mengevaluasi kelayakan metode B-EICP (Bacterial-Enzyme-Induced Carbonate Precipitation) untuk stabilisasi lereng tanah berbutir halus. Metode ini menggunakan urease bakteri yang diekstraksi melalui sonikasi, berbeda dari EICP tradisional yang menggunakan enzim komersial yang mahal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode B-EICP lebih cocok untuk tanah dengan kandungan butir halus yang tinggi.
Salah satu tantangan dalam penelitian MICP adalah aplikasinya pada skala lapangan. Terzis et al. menerapkan MICP pada skala lapangan di Swiss untuk mengurangi risiko longsor pada lereng yang terkena curah hujan tinggi. Pengawasan menggunakan drone menunjukkan bahwa bagian lereng yang diolah dengan MICP mengalami pergerakan yang lebih lambat dibandingkan dengan bagian lainnya. Gowthaman et al. (2023) juga melakukan penelitian lapangan di Jepang dengan menggunakan bahan kimia berbiaya rendah untuk stabilisasi permukaan lereng. Hasilnya menunjukkan bahwa bahan kimia berbiaya rendah dapat digunakan sebagai media sementasi, mengurangi biaya bahan hingga 97%. Penelitian ini menunjukkan potensi besar MICP sebagai solusi stabilisasi lereng yang lebih terjangkau.
MICP memiliki potensi besar sebagai teknik stabilisasi lereng. Metode ini telah terbukti efektif dalam berbagai studi numerik, model laboratorium, dan aplikasi skala lapangan. Namun, untuk mengoptimalkan penggunaan MICP, penelitian lebih lanjut diperlukan dalam beberapa aspek, seperti eksplorasi jenis bakteri lokal lainnya untuk berbagai kondisi lingkungan, kombinasi MICP dengan teknik stabilisasi tradisional, dan evaluasi efektivitas MICP dalam kondisi lapangan yang bervariasi, termasuk kondisi gempa bumi.
Penulis: Dio Alif Hutama, S.T., M.Sc.
Baca juga: Biodiversitas Bakteri Tanah Penghasil Enzim Hidrolitik dari De Durian Park