Universitas Airlangga Official Website

Karakteristik Penderita Mola Hidatidosa

Foto by MHomecare

Penyakit mola hidatidosa pada masyarakat awam dikenal sebagai hamil anggur. Penderita penyakit mola pada awalnya mengalami pengalaman yang serupa dengan kehamilan normal seperti berhentinya menstruasi serta uterus/ rahim yang membesar.  Akan tetapi uterus yang membesar tersebut tidak berisi janin melainkan villi placenta yang mengalami pembengkakan/ edema sehingga berbentuk serupa dengan gerombolan buah anggur. Oleh karena tidak ada janin, tentu saja tidak akan terdengar detak jantung janin. Setelah beberapa lama, penderita hamil anggur akan mengalami perdarahan yang dapat menyerupai gejala abortus spontan/ keguguran janin. Pada pemeriksaan USG akan terlihat bahwa penderita tidak mengandung janin akan tetapi gerombolan villi placenta yang berisi cairan dan mirip buah anggur. Selanjutnya penderita perlu dilakukan kerokan/ kuret untuk mengeluarkan villi edematous. Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis dari bahna kuret untuk mendeteksi adanya villi placenta yang mengalami edema disertai proliferasi sel trophoblast. Komplikasi penyakit mola dapat terjadi jika villi edematous tersebut melalukan invasi ke dalam dinding uterus (mola invasif) atau bahkan berkembang menjadi kanker yang dikenal dengan khoriokarsinoma.

Penyakit mola hidatidosa merupakan bagian dari penyakit trofoblastik gestasional yang disebabkan oleh gangguan genetik selama proses pembuahan sel ovum oleh sel sperma. Penyakit ini dapat diderita oleh wanita yang mengalami kehamilan dan ditandai dengan proliferasi / meningkatnya jumlah sel trophoblast. Secara normal sel trophoblast melapisi villi placenta janin dan menghasilkan hormon beta-hCG (human chorionic gonadotropin). Adanya proliferasi/ bertambahnya jumlah sel trophoblast pada mola hidatidosa akan menimbulkan peningkatan kadar beta-hCG. Peningkatan kadar beta-hCG pada urine digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit mola.

Penyakit mola dapat diderita oleh semua wanita hamil akan tetapi ada beberapa faktor resiko kehamilan yang berkaitan dengan angka kejadian mola hidatidosa seperti: usia melahirkan yang “terlalu muda” atau “terlalu tua”, ras serta adanya riwayat menderita mola. Sartika dan Willy Sandhika telah melakukan penelusuran literatur untuk mengumpulkan laporan karakteristik penderita mola hidatidosa pada berbagai penyakit rujukan di Indonesia yakni laporan tentang karakteristik penderita mola di Rumah Sakit (RS) Dr Soetomo Surabaya, RS Hasan Sadikin Bandung, RS Sanglah Denpasar, RS Kariadi Semarang dan RS Kandau Manado. Dari penelusuran literatur tersebut didapatkan bahwa penyakit mola hidatidosa dapat menyerang wanita pada usia kehamilan walaupun mereka tidak hamil pada usia yang “terlalu muda” maupun usia “terlalu tua”. Sebagian besar penderita mola yang dilaporkan pada rumah sakit rujukan berusia 20 tahun sampai 40 tahun dan sangat sedikit penderita mola pada usia < 20 tahun atau >40 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit mola dapat menyerang wanita hamil pada usia berapapun sehingga adanya gejala penyakit mola harus diwaspadai pada setiap kehamilan. Angka kejadian penyakit mola di Indonesia dilaporkan mencapai 1 penyakit mola di antara 100 kehamilan yang jauh lebih tinggi daripada laporan di Amerika sebanyak 1 dari 1200 kehamilan.

Adanya riwayat penyakit mola atau keguguran janin juga merupakan faktor resiko terjadinya penyakit mola pada kehamilan berikutnya. Sebagian besar penderita memiliki keluhan atau gejala berupa perdarahan per vagina saat kehamilan, sedangkan gejala hipertiroid (seperti gemetar dan jantung berdebar) hanya dirasakan oleh sebagian kecil kecil penderita. Selain perdarahan melalui vagina, gejala yang banyak dikeluhkan adalah rasa mual yang berlebihan.

Karakteristik laboratorik dari penyakit mola adalah peningkatan kadar beta-hCG. Hampir semua penderita mola mengalami peningkatan kadar beta-hCG dan dilaporkan mencapai 100.000 sampai 1.000.000 IU per mililiter, oleh karena itu pemeriksaan kadar beta-hCG diperlukan untuk deteksi maupun pemantauan penderita mola. Kadar hemoglobin (Hb) yang menurun juga merupakan salah satu karakteristik penderita mola. Adanya perdarahan per vagina akan menurunkan kadar hemoglobin darah,

Penyakit mola jarang menimbulkan kematian. Setelah dilakukan kuret, penderita bisa hamil secara normal pada kehamilan berikutnya. Akan tetapi diperlukan pemantauan pemeriksaan kadar beta-hCG secara berulang untuk mendeteksi adanya kemungkinan terjadinya khoriokarsinoma (kanker yang berasal dari sel trophoblast mola). 

Penulis: Willy Sandhika

Artikel ilmiah populer ini diambil dari artikel jurnal dengan judul: Characteristics of Gestational Trophoblastic Disease at Indonesian National Referral Hospitals: A Literature Review dengan penulis Sartika dan Willy Sandhika yang telah diterbitkan pada International Journal of Research Publication, volume 117, no. 1, bulan Januari 2023, halaman 168 – 179. 

Link artikel jurnal: 

https://ijrp.org/paper-detail/4414