Penentuan jenis kelamin dari sisa-sisa kerangka memiliki peran krusial dalam proses identifikasi forensik. Dimorfisme seksual (DS) merujuk pada perbedaan dalam karakteristik morfologis, fisiologis, biokimia, dan perilaku antara laki-laki dan perempuan dari spesies yang sama, baik pada populasi hidup maupun pada sisa-sisa manusia. Hal Ini merupakan tahap awal dalam mengidentifikasi jenazah dan menjadi fokus utama dalam bidang antropologi forensik. Tulang yang sering kali berfungsi untuk penentuan jenis kelamin cenderung terfragmentasi, tidak lengkap, atau tercampur, sehingga penting untuk memanfaatkan tulang yang masih utuh. Hal ini bisa terjadi karena karakteristik sinus maksila (MS) mengalami variasi berdasarkan usia dan jenis kelamin.
Studi terkait Sinus Maksila
Studi menunjukkan bahwa sinus maksila (MS) mengalami variasi berdasarkan usia dan jenis kelamin. Hal ini memberikan petunjuk penting untuk menganalisis parameter anatomi yang menentukan morfometri individu. MS, yang merupakan bagian dari kompleks kraniofasial yang terletak di maksila. MS mulai berkembang pada tahap akhir pertumbuhan embrio dan mencapai ukuran dewasa pada usia 20 tahun. Pengukuran MS secara akurat dapat melalui gambar radiografi dalam investigasi forensik. Hasilnya akan menunjukan bentuk dan ukuran yang bervariasi antar individu dari berbagai populasi dan jenis kelamin. Panjang, lebar, dan tinggi MS dapat terukur melalui analisis Cone Beam Computational Tomography (CBCT).
Beberapa penelitian telah menemukan DS yang signifikan dalam MS, parameter tinggi MS menunjukkan DS terbesar dalam analisis diskriminan. Oleh karena itu, tinggi MS menjadi faktor yang paling signifikan dalam membedakan jenis kelamin. Salah satu studi yang di negara Peru menemukan bahwa morfometri MS melalui tomografi medis adalah metode yang efektif dalam menentukan jenis kelamin. Hal ini menegaskan bahwa pengukuran MS dapat memberikan kontribusi penting dalam identifikasi jenis kelamin dalam investigasi forensik, terutama dalam situasi saat metode konvensional tidak tersedia. Harapannya studi lanjutan dapat menyediakan metode alternatif untuk mengidentifikasi jenis kelamin dari sisa-sisa kerangka yang tidak lengkap, terutama dalam situasi di mana hanya tengkorak yang tersedia untuk analisis.
Penulis: Prof. Dr. Dian Agustin Wahjuningrum, drg., Sp.KG. Subsp, KE(K)
Informasi lebih detail dari riset ini terdapat pada tulisan kami di:
https://doi.org/10.1016/j.sdentj.2024.01.007
Allisson Zarate-Reyes, Yris Chavez-Lazo, Maria Eugenia Guerrero, Novaldy Wahjudianto, Dian Agustin Wahjuningrum. [2024]
BACA JUGA: Karakteristik anti bakteri kombinasi ellagic acid dan kalsium hidroksida