Penelitian mengenai hubungan antara Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan volume perdagangan telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Sebagian besar penelitian setuju bahwa TIK berkontribusi positif dalam meningkatkan volume perdagangan suatu negara. Teknologi informasi dan komunikasi berfungsi sebagai salah satu kunci dalam membantu meningkatkan produktivitas dan efisiensi alokasi sumber daya. Selain itu penerapan teknologi dalam kehidupan sehari-hari juga ikut campur dalam membentuk proses terjadinya globalisasi seperti saat ini. Efek lain yang dihasilkan yaitu meningkatkan keterampilan professional, inovasi serta produktivitas. Lebih lanjut, penelitian yang ada menegaskan bahwa investasi dalam bentuk intangible assets melalui R&D penting untuk meningkatkan nilai tambah dan produktivitas. Efek positif ini lebih banyak ditemukan untuk negara maju namun tidak untuk negara berkembang. Di sebagian besar negara berkembang efek yang dihasilkan TIK terkonsentrasi di layanan telekomunikasi, dimana mencakup hingga 80% dari total sektor nilai tambah TIK. Hal ini cukup jauh dibandingkan dengan negara maju OECD.
Menurut teori pertumbuhan endogen, TIK secara positif mempengaruhi produktivitas melalui inovasi dan eksternalitas yang disebabkan TIK. Produktivitas yang meningkat akan menguntungkan industri dengan tingkat intensif research and development (R&D) atau teknologi serta kompleksitas yang tinggi. Selain itu inovasi merupakan kunci dalam industri intensif teknologi. TIK dapat mendorong inovasi dengan mempromosikan pengetahuan secara langsung dan berfungsi sebagai pelengkap investasi R&D. Hal tersebut menjelaskan bahwa TIK lebih berfungsi digunakan dalam industri dengan tingkat intensif teknologi yang tinggi.
Di sisi lain pengetahuan sangat berkaitan dengan kualitas barang yang diproduksi. Pada kasus perdagangan semakin kompleks barang yang diporduksi dan melakukan diversifikasi produk maka berdampak positif pada nilai tambah yang secara tidak langsung mencerminkan teknologi yang timbul dari adanya inovasi. Economic Complexity Index (ECI) menunjukkan upaya untuk menangkap kompleksitas ekonomi dalam suatu negara. ECI mewakili tingkat pengetahuan dan teknologi suatu negara dari ekspor manufaktur. Negara-negara berteknologi tinggi dan diversifikasi produksi dapat ditemukan pada peringkat tinggi dalam indeks tersebut. Negara tersebut tentu punya keuntungan pada daya saing ekspor. Sebaliknya, negara-negara yang mengandalkan hasil pertanian sebagai komoditas ekspor atau produksi menggunakan input padat karya berada di tingkat rendah dari indeks ECI. Suatu negara dikatakan kompetitif tidak hanya karena mampu memproduksi barang dan jasa dengan jumlah yang besar namun yang membuat suatu negara sangat kompetitif adalah kemampuannya untuk berinvestasi pada bidang penelitian dan pengembangan (R&D) agar meningkatkan kompleksitas ekonominya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa negara-negara OECD dan non OECD perlu melakukan transformasi dan berfokus pada daya serap difusi TIK seperti improvisasi kualitas kelembagaan, sumber daya manusia dan investasi dalam negeri. Seluruh negara terutama negara berkembang seperti anggota non-OECD harus memperkuat pembangunan fasilitas ponsel seluler dalam jangka pendek karena lebih menghemat biaya dan memiliki lebih banyak manfaat terhadap ekspor manufaktur. Seluruh negara harus meningkatkan investasi dan memperluas infrastruktur TIK dengan menekankan kualitas dan kuantitas pengguna atau pelanggan agar dapat mempercepat penggunaan internet dan adopsi broadband. Yang terakhir, Membuat kebijakan berorientasi pada peningkatan jumlah pelanggan yang menerapkan kebijakan pendidikan serta melakukan program pelatihan pada industri manufaktur skala kecil dan menengah.
Penulis : Rossanto Dwi Handoyo a, Kabiru Hannafi Ibrahim a b, Lodi Bagus Rismawan a, Tri Haryanto a, Angga Erlando a, Tamat Sarmidi c, Felicia Vionita Djayadi a, Mohd Azlan Shah Zaidi c, Narayan Sethi d, Widya Sylviana a
Link https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2590051X24000376